Jumat, 11 Maret 2016

Start Up: The Consultant

Sinopsis Start Up: The Consultant

Diana adalah seorang admin di salah satu kantor start up mobile application, media sosial yang yang terfokus pada pelayanan untuk menjawab segala pertanyaan atau konsultasi yang dibutuhkan oleh penggunanya.

Segala bentuk pertanyaan atau konsultasi ini akan dilayani langsung oleh manusia layaknya customer service dari sebuah perusahaan, tidak dengan sistem maupun robot otomatis itulah kelebihan aplikasi tersebut.

Berjalannya waktu pengguna aplikasi yang disebut user semakin meningkat oleh para pengguna smartphone, mulai dari pertanyaan sepele hingga pertanyaan-pertanyaan serius menjadi ketergantungan oleh sebagaian user The Consultant pun berkembang, mereka meng-klasifikasikan pertanyaan maupun konsultasi user sesuai dengan departemennya. Seperti menyangkut masalah kesehatan, akan dilayani oleh dokter atau pakar yang memahami seputar bidang tersebut, ada juga departemen hukum pidana atau perdata, departemen psikolog atau problem selfing, departemen ekonomi atau finance, departemen komunikasi sosial dan trend, dan masih banyak lagi.

Sebagai lulusan sarjana psikologi, Diana pun menempatkan posisi yang sesuai dengan latar belakang akademisnya. Sampai akhirnya ia memiliki user tetap yang selalu menghubunginya melalui pesan teks maupun telepon dengan kuota internet dengan aplikasi tersebut. Mereka adalah;

1. CEO pengusaha sukses kaya raya, mulai diterpa keambang kebangkrutan dari perusahaannya yang telah ia rintis puluhan tahun. Hartanya pun hampir habis terjual.
2. Wanita karir yang sibuk dengan pekerjaannya, mengalami kekhawatiran dengan anak semata wayangnya. Karena mendapat laporan hampir setiap hari dari guru sekolah dasar anaknya mengenai perilaku dan tabiatnya yang sangat bandel dan sulit diatur.
3. Seorang anak kelas 6 SD yang khawatir dengan perceraian kedua orang tuanya.
4. Mahasiswi yang hampir bunuh diri, karena saudari kembarnya telah dipanggil Tuhan. Ia merasa hidupnya tidak lengkap setelah sepeninggal saudari kembarnya.
5. Wanita yang divonis kanker stadium akhir itu banyak berkonsultasi dengan Diana di atas tempat tidur rumah sakit, Diana pun sering memberi motivasi akan masa depannya yang indah.

Semua user pun ia layani, entah kapan pun dan di mana pun. Diana tak kenal lelah demi kredibilitasnya sebagai admin di perusahaannya. Sampai akhirnya ia pun mendapat promosi jabatan di perusahaan yang semakin sukses itu. Baru lah cerita Diana dimulai.

Setelah sukses ia memberi layanan pertanyaan, konsultasi dan motivasi kepada user-nya tibalah ia dihadapkan dengan masalah yang sama persis dengan para user-nya. Masalah itu bertubi-tubi dan anehnya juga berurut sesuai dengan pengalamannya sebagai admin.

Di sinilah Diana di uji sebagai konsultan dan motivator di kehidupan nyatanya sendiri. Akankah Diana berhasil melalui itu semua, atau jiwanya terguncang hebat dengan kejadian yang ia alami sendiri?

 Pastikan jawabannya di Novel Start Up: The Consultan

Pendekar Nusantara

Sinopsis Pendekar Nusantara

Lima mahasiswa yang menuntut ilmu di salah satu Universitas di Jakarta itu dihadapkan dengan keterbatasan biaya kehidupannya sebagai anak kost, mereka berusaha mencari tambahan uang saku sebagai pengisi acara kebudayaan penikahan tradisional, terkadang sebagai penari dan pesilat dalam pertunjukan.

• Igo mahasiswa keturunan berdarah Minang yang memiliki ide brilian untuk menambah uang saku dirinya serta ke empat temannya.
• Dapid mahasiswa keturunan berdarah Betawi yang mengantarkan teman-temannya kepada sanggar Nusantara milik Pak Bayu.
• Asep mahasiswa keturunan berdarah Sunda yang pandai desain grafis, tergabung sebagai anggota UKM Seni dan Budaya.
• Rajah mahasiswa keturunan berdarah Dayak yang berwibawa dan gagah berani, tak gentar oleh siapapun.
• Martin mahasiswa keturunan berdarah Papua yang jenaka selalu menghibur ke empat temannya. Selain hobi angkat barbel dan bertubuh bak binaragawan, Martin memiliki solidaritas yang sangat tinggi.

Di suatu kesempatan mereka pun mendapat tawaran untuk mengisi di acara pernikahan adat minang yaitu “Baralek Gadang” (pernikahan besar atau pesta besar) oleh salah satu anak pejabat di negeri ini. Mulai dari acara itulah mereka kembali mendapat tawaran dari salah satu pegawai yang bekerja di Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk menjadi peraga busana adat di acara Sea Games yang akan diselengarakan di negeri kangguru.

Setelah mereka sampai di salah satu stadion megah nan canggih di negeri kangguru tersebut, tidak disangka dan diduga, ternyata penyusup anggota separatis militan di negeri itu telah mensabotase stadion serta acara tersebut. Ratusan ribu pengunjung tersandera dalam stadion, penyanderaan terbesar pada abad ini. Seluruh warga sipil dan pejabat penting ikut di antaranya, aparat keamanan  di sekitar stadion pun telah dilumpuhkan.

Bagaimana kabar Igo, Dapid, Asep, Rajah dan Martin yang ikut dalam drama penyanderaan tersebut? Mampukah aparat keamanan gabungan di negara itu melumpuhkan para separatis yang menembak jatuh helikopter militer dengan bazooka dan berkeping-keping menjadi tontonan seisi stadion?

Temukan jawabannya di Novel Pendekar Nusantara.

Minggu, 28 September 2014

Sinopsis Novel Fiksi Ilmiah DETEKTIF ELMO

Elmo adalah seorang pemuda mandiri dan sederhana, dalam keseharian pemuda lulusan Sarjana Teknik Industri itu sibuk membantu aparat kepolisian untuk mengungkap berbagai macam kasus kriminalitas.

Herman Widodo adalah Kepala Penyidik Kriminal yang menjadi rekanan Elmo untuk mengungkap berbagai macam kasus yang sempat menghebohkan seluruh media khususnya ibukota, dan ia juga sekaligus sahabat ayahnya yang telah tiada.

Selain itu Elmo mempunyai kesibukan lain yaitu mengajar les privat musik kepada Aris yang masih duduk dibangku kelas 3 SD. Dalam kesehariannya ia selalu ditemani seekor burung Beo yang bisa berceloteh layaknya manusia, terkadang celoteh itu membuat kejenakaan tersendiri bagi Elmo.

Berjalannya waktu Elmo pun bertemu dengan seorang wanita yang berprofesi sebagai guru sekaligus menjadi wali kelas Aris, dengan mantap ia pun menyandarkan hatinya kepada Astrid. Tidak lama ia memantapkan hati kepada Astrid, ternyata Astrid meninggalkan Elmo tanpa kabar.

Dapatkah Elmo menyelesaikan masalah dalam dirinya? Mencari tambatan hati yang hilang tanpa kabar, membantu Aris yang tertimpa musibah kecelakaan dan mengungkap tiga kasus yang merenggut korban jiwa salah satunya Diplomat Indonesia.


Selamat Berpetualang.....!!!

   
      click here  ----->>






Serangan Jantung Diplomat
Pagi hari nan cerah pada hari senin dimana awal dari penduduk Jakarta beraktifitas, tampak kota Jakarta sangat sibuk untuk memulai aktifitasnya, segarnya pepohonan saat pagi hari ditaman seakan menyapa manusia yang lalu lalang untuk mengejar waktu. Pancaran sinar matahari terus memberikan semangat kepada siapapun yang merasakannya. Hiruk pikuk kota Jakarta yang terlihat dipagi hari, dimana masyarakat metropolis melaksanakan aktifitasnya untuk bekerja, dari kendaraan roda dua, roda empat maupun pejalan kaki semua sama bergerak dengan cepat semata-mata hanya untuk mengejar waktu agar cepat sampai tujuan, kemacetan pun terlihat sangat jelas sehingga membuat kota Jakarta sebagai kota terpadat di Indonesia.

Diatas jembatan penyebrangan seakan penuh dengan manusia yang berpakaian rapih untuk bekerja lalu lalang silih berganti, kepulan asap knalpot bus kota pun turut menghiasi kota Jakarta nan cerah ini. Tak henti-hentinya bus kota bergantian berhenti dihalte untuk menaikan atau menurunkan penumpang, terlihat penumpang-penumpang bus yang turun dihalte hampir semua pria menggunakan dasi serta membawa tas ransel maupun tas jinjing, dan wanita pun tak kalah modis menggunakan rok selutut serta tas bermerek untuk bekerja.

Tiba-tiba empat unit kendaraan dari satuan kepolisian melaju dengan kencang bak speedboat yang menghadang ombak dikemacetan, kecepatan 60-80 km/jam merupakan kecepatan yang sangat langka dijalan protokol Jakarta pada waktu pagi hari, semua mata terpana melihat laju kecepatan kendaraan dengan diiringi bisingnya suara sirene, kendaraan-kendaraan itu terdiri dari dua motor besar dan dua mobil kepolisian yang melaju dengan kecepatan tinggi diantara kemacetan tersebut, diposisipertamadua motor Ditlantas yang berwarna putih biru, diposisi kedua  mobil minibus dinas bak mobil offroad terlihat sangat garang dan posisi ketiga yaitu mobil sedan mewah layaknya mobil pejabat dengan warna hitam dan kaca yang sangat gelap sehingga menambah penasaran bagi siapa saja yang melihatnya.

Didalam mobil minibus offroaddengan keempat roda yang cukup besar, salah satu komandan lapangan yang duduk persis disebelah pengendali setir mengeluarkan sesuatu alat dari dasbor mobil seperti remote control dengan antena yang panjangnya 10 cm, terdapat tiga tombol dengan masing-masing warna yaitu merah, kuning dan hijau. Dibawah ketiga baris tombol tersebut tampak jelas layar kecil yang berfungsi sebagai GPS (Global Positioning System). Lalu komandan lapangan itu menekan tombol warna hijau kearah lampu lalu lintas yang berada jauh didepan mobilnya. Setelah komandan tersebut menekan tombol warna hijau, otomatis arus kendaraan dari arah lain yang akan melintaspun terhalang lampu lalu lintas yang tiba-tiba berubah menjadi merah. Serentak semua mobil dari arah lain diperempatan jalan besar itu berhenti seketika dengan menginjak pedal rem, rombongan kendaraan kepolisian pun leluasa untuk menjaga kecepatannya untuk segera sampai ketempat tujuan.

Pagi yang indah disalah satu perumahan dipinggir kota, sesosok pemuda dengan pakaian yang lecak sehabis tidur dan menenteng secangkir kopi panas keluar dari pintu depan rumah, menoleh kesisi kanan dan kiri rumah. Seakan masih terlalu panas kopi itu untuk ia minum, lalu gelas kopi tersebut ia taruh diatas meja teras, sedikit menggaruk perut sambil berjalan kearah sangkar burung yang tergantung diteras rumah, seperti rutinitas yang biasa dilakukan Elmo ia pun meraih sangkar burung Beo tersebut. Dengan perlahan sangkar itu ia lepaskan dari gantungan tangkai besi yang tetancap dilangit-langit terasnya, setelah sangkar itu terpisah dari tangkai besi lalu ia letakkan diatas rumput yang berada dihalaman rumah. Dengan selang air yang tak jauh dari pekarangan rumah lalu ia siram sangkar tersebut untuk membersihkan kotoran dari burung Beo kesayangannya. Sewaktu membersihkan sangkar tersebut Elmo tak henti-hentinya mengajak bicara burung peliharaannya, walau terkadang seperti orang yang kurang berakal sehat tetapi itulah hobi yang selalu ia lakukan.

Dilain sisi terlihat ruangan besar NTMC (Nasional Traffic Management Center) dengan dipenuhi oleh monitor-monitor  komputer dengan layar datar, sisi kiri ruangan terdapat sepuluh buah jam dinding yang terpampang secara berbaris yang menunjukan waktu dari berbagai Negara.Sisi depan ruangan terdapat layar yang sangat besar untuk memantau arus lalu lintas dari kemacetan atau kecelakaan dijalan-jalan Protokol Jakarta. Pagi ini adalah pagi yang berbeda bagi instansi kepolisian Jakarta, dimana anggota reserse dan Ditlantas dikejutkan dengan tewasnya salah satu diplomat yang sangat berpengaruh di Indonesia, satuan kepolisian seakan kebakaran jenggot mendengar kabar atas tewasnya seorang diplomat.  Petugas kepolisian sibuk mencari informasi dari identitas korban, salah satu petugas sibuk mencari data dari tumpukkan berkas-berkas dokumen, petugas lain sibuk berkordinasi dengan anggota kepolisian yang sudah berada di TKP.
“Siapkan semua rekaman CCTV dari dua hari sebelumnya dan data pendukung lainnya!” perintah salah satu coordinator NTMC. Untuk melihat siapa saja yang berkunjung ke gedung kantor itu dan mendeteksi semua nama-nama pengunjung yang pernah memasuki kawasan atau TKP tersebut. Kriiiinggg….krrrriiiing… suara telepon dari salah satu meja anggota petugas ahli dalam bidang IT, lalu petugas itu mengangkat gagang pesawat telepon tersebut.
“Selamat pagi, bidang IT kepolisian ada yang bisa dibantu?” ujar Pol. Budi
“Budi?Saya Herman…!” jawab Pak Herman Widodo yang menjabat sebagai Kepala Penyidik Polda Metro Jaya.
“Siap Komandan, ada yang bisa saya bantu?” dengan nada yang sedikit tegas karena sedang berbicara dengan atasan.
“Saya minta salinan data-data penelepon yang masuk keruangan korban, nanti ditaruh dimeja saya, soalnya data dari resepsionis kurang lengkap!” perintah Pak Herman.
“Siap Komandan, sebelum makan siang sudah saya taruh dimeja komandan, ada lagi komandan?
“Cukup, nanti saya kabari lagi!”
“Siap Komandan!”

Police Line atau garis polisi sedang ditarik untuk dipasang di TKP, diatas meja korban tim polisi dari forensik sibuk dengan kuas yang biasa digunakan untuk mencari bekas sidik jari, blits kamera dari pengolah TKP pun tak henti-henti menyilaukan mata untuk mendokumentasikan korban dan seisi ruangan, kerumunan karyawan ikut menyaksikan kejadian naas yang menimpa diplomat. Herman Widodo Kepala Penyidik mengangkat garis polisi untuk masuk ke TKP dan menganalisa korban dan sempat termenung sejenak, melihat posisi korban yang sepertinya terjatuh kesisi kanan dari kursi kebesaran seorang direksi, dan posisi meja dan seisi ruangan yang sangat rapih, tetapi hanya bagian terdekat dari meja kerjanya terdapat berbagai macam benda yang tidak semestinya. Seperti asbak yang tergeletak diatas lantai serta punting rokok yang berserakan dan pecahan-pecahan gelas.

Setelah membersihkan kandang burung, Elmo meraih secangkir kopi dan kembali menentengnya sambil berjalan kearah kursi yang berada persis didepan teras, ia pun duduk dan menaruh secangkir kopi tersebut Elmo melihat kotak papan catur dalam kondisi tertutup.Serentak ia ambil dan membuka papan catur itu, semua anak catur disusun dengan rapih. Mula-mula ia mengambil salah satu anak catur ia pindahkan dua langkah kedepan, ctaakk... bunyi papan dimainkan dengan semangat, sedang asyik-asyiknya Elmo bermain, burung Beo peliharaannya pun berkomentar.
“Orang gila…orang gila!” Suara Beo yang fasih berbicara layaknya seorang manusia.
Elmo pun melihat kearah sangkar burung yang tergantung dilangit-langit teras rumahnya, dan sontak menjawab “Briisiikk!” dengan nada yang sedikit sewot Elmo menjawab komentar dari seekor burung peliharaannya, mungkin karena sehabis bangun tidur Elmo menjadi sedikit sewot.
“Orang gila, main catur sendiri !” suara burung beo itu kembali berbunyi seakan berbicara dengan Elmo.
“Oooo…mau ngga dikasih makan ya? Jawab Elmo mengancam seekor Beo.
“Ampun….ampuuunn!” jawab Beo memelas.

Krrriiiinggg…ponsel Elmo berbunyi sangat keras dari dalam rumah, sontak ia pun terperanjak dari kursi dan berlari kedalam rumah, sesampainya diruang tengah dengan kepala menoleh kekiri dan kekanan Elmo mencari asal suara telepon genggam tersebut, terlihat diatas meja depan TV dan Elmo pun mengambilnya. Nama “Pak Herman” berkedip-kedip dalam layar ponselnya, Elmo bertaut alis, ia menjawab telepon genggam itu.
“Pagi Pak Herman!” ujar Elmo.
“Elmo sudah bangun kau? Ada korban tewas mengenaskan di jalan Perjuangan No.19. Olah TKP sedang dilakukan tetapi ada sedikit kejanggalan, bisa bantu saya?” penjelasan Pak Herman kepada Elmo.
“Siap Pak, saya akan segera kesana”. Elmo pun bergegas lari kekamar mandi dengan meraih dan menenteng handuk yang berada diatas sofa lalu ia letakkan ke pundak sebelah kanannya, dan masuk pintu kamar mandi.

Setibanya Elmo di TKP dengan motor tuanya yang bertenaga 600 cc standar motorpun diturunkan, helm yang mengikat kencang dikepalanya segera ia lepas dan disangkutkan diatas tangkai spion yang bercirikan klasik, dengan kemeja kotak-kotak lengan panjang yang digulung sampai siku dan celana Blue Jeans inilah pakaian sehari-hari Elmo. Dari sisi luar Elmo termasuk pemuda yang cuek akan penampilan tetapi selalu sopan dan bersahaja. Kerumunan karyawan menjadi layaknya pagar betis yang menghalangi jalannya Elmo menuju garis batas polisi untuk ke TKP, garis batas polisi pun diangkat Elmo dengan sedikit menunduk, melihat seisi ruangan TKP dan korban mencari apakah adanya kejanggalan seperti yang disebutkan Pak Herman, disaat Elmo menganalisa meja dan korban, pundak Elmo ditepuk sehingga membuat Elmo terkejut.
“Eh…pak Herman!” dengan nada terkejut Elmo menyapa.
“Ooh…sudah sampai kamu?” Tanya Pak Herman kepada Elmo.
“Baru saja sampai, ngomong-ngomong kronologisnya seperti apa pak?  Dari segi apa kejanggalannya? Tanya Elmo kepada Pak Herman.
“Dugaan sementara dari tim forensik, kalau korban ini terkena serangan jantung mendadak, sehingga membuat korban sampai jatuh kelantai. Saya juga sudah menginterogasi Office Boy yang mengantarkan minuman pada jam dua malam karena menurut keterangan OB, dialah orang terakhir bertemu dengan korban, petugas satuan pengamanan mengatakan kalau diplomat yang bernama Kuntoro itu masuk kerja pada minggu malam karena ada kerjaan yang harus ia diselesaikan,  selain itu ada karyawan yang bernama Alex yang bekerja sebagai assistant korban pun sangat terpukul atas kejadian ini karena ia satu-satunya karyawan yang mengenal dekat dengan korban” penjelasan panjang Pak Herman kepada Elmo.
”Mmhhh…!” membuat Elmoberfikir dan tanpa komentar.
“Tapi Pak, meja dan barang-barang lainnya yang diatas meja ini kenapa terlihat berantakan sekali?” Tanya  Elmo penasaran.
“Itulah kecurigaan kami, dan belum ada indikasi lain yang menjurus kearah selain serangan jantung” Jawab Pak Herman yang sempat menghela nafas.
“Apa ada perkelahian atau unsur kekerasan? Mengingat area sekitar meja kerja berantakan” tanya Elmo penasaran.
“Indikasi kearah itu pun juga tidak,karena hasil sementara tidak terdapat luka luar maupun luka memar, mudah-mudahan tidak ada kearah itu” penjelasan Pak Herman kepada Elmo.
“Okelah, kalaubegitu saya selidiki kejanggalan lainnya”
“Nanti kalau sudah menemukan indikasi lain segera hubungi saya secepatnya ya!” perintah Pak Herman kepada Elmo.
“Siap komandan!” dengan sedikit gaya candaan Elmo kepada Pak Herman, posisi sempurna tangan kanan diangkat diatas alis sebelah kanan layaknya gaya prajurit yang sedang menghormati bendera sangsaka merah putih.
Pak Herman pun tersenyum kecil lalu berjalan dan menghampiri salah satu koordianator tim Forensik untuk memberikan Elmo otoritas atas TKP yang sedang diselidiki oleh tim Forensik, lalu ia pun berjalan dan pergi untuk melanjutkan tugas ke Polda Metro Jaya.

Olah TKP saat ini menjadi olah TKPyang pertama semenjak lima tahun yang lalu ia sempat membantu Pak Herman untuk memecahkan salah satu kasus pembunuhan yang sulit dipecahkan dengan tim forensik.Semenjak itulah Elmo dan Pak Herman selalu berkomunikasi atau bertukar pikiran mengenai kasus-kasus kriminal  lainnya, bahkan tim forensik lainnya  sudah sangat akrab dengan Elmo, akhirnya Elmo pun dapat leluasa untuk menganalisa TKP yang berada dalam garis batas polisi, bisa dibilang Elmo merupakan bantuan independen yang mendapat kepercayaan dari tim forensik. Kembali ke pencarian Elmo di TKP yang masih menjadi misteri bagi tim forensik dan Elmo, ada beberapa indikasi-indikasi dan identitas yang dicatat oleh Elmo dengan buku kecilnya, salah satunya terdapat gelas besar dengan kondisi sudah terpecah belah diatas lantai, terdapat bekas cetakan gelas yang basah diatas kertas, adanya tiga buah bungkus obat diatas meja kerja, ditemukan dua buah butir obat yang berserakan diatas lantai. Dan Elmo pun tak lupa menuliskan identitas korban seperti, nama korban Kuntoro, profesi korban diplomat, dan fisik korban yang cukup gemuk pun ia tulis. Suatu ketika Elmo melihat jam tangannya untuk mencocokan waktu kejadian, memang sedikit membingungkan kasus ini sehingga Elmo harus mondar-mandir dan berkeringat mencari bukti-bukti yang ada, ketika ia melihat jam tangannya untuk kesekian kali Elmo tersentak kaget, karena waktu telah menunjukkan pukul 15.00 WIB dan Elmo pun bergegas untuk pergi, ia harus mengajar les privat untuk seorang anak yang masih duduk dikelas 3 SD.

Elmo mengendarai motor dengan santai layaknya seseorang yang baru mendapat motor baru, kedua kabel kecil terjuntai persis dibawah daun telinga yang tertutup helm, kabel kecil ini terkadang ia gunakan untuk mendengarkan musik disaat mengendarai motor.Sesekali motor tua tersebut mengeluarkan bunyi klakson karena kurang tertibnya pengendara lain yang semena-mena berhenti ditengah jalan, suara knalpotnya pun mengelegar maklum karena motor tua ini bertenaga 600 cc. 

***


Teman Kecil
Sesampainya didepan gerbang rumah yang cukup megah, Elmo menghampiri gerbang tersebut dan berdiri untuk sedikit mengintip-intip apakah pemilik rumah berada di rumah.
“Permisi...permisi!” suara Elmo melantangkan suara didepan gerbang rumah Aris, beberapa saat dirumah nan megah dan indah ini keluar sesosok perempuan paruh baya yang biasa dipanggil Bibi oleh Elmo.
“Arisnya ada Bi?” tanya Elmo kepada Bibi yang biasa bekerja sebagai pengasuh rumah tangga dirumah Aris.
“Eh mas Elmo, ada-ada Aris baru selesai mandi, silahkan masuk.” jawab Bibi dengan ramah.
“Iya, terimakasih Bi” jawab Elmo.

Lalu Elmo memasukan motor kedalam pagar rumah dan melepaskan helm, sambil membereskan pakaian kemejanya ia bercermin ke spion sebelah kanan untuk merapihkan rambutnya yang berantakan dan berjalan masuk ke pintu depan rumah dan duduk di ruang tamu, Elmo melihat kearah sekeliling dinding rumah tamu untuk melihat foto-foto yang terpanjang dipermukaan dinding, setelah sekian menit Elmo menunggu keluarlah orang tuaAris dari kamar utama yang dekat dengan ruang keluarga,mama Aris bernama Rina. Ia pun berkata.
“Sebentar ya mas Elmo, Aris sedang ambil buku dan alat tulis.” ujar Rina dengan ramah kepada Elmo.
“Oohh tidak apa-apa bu!” jawab Elmo dengan tersenyum. Lalu Rina pun duduk dikursi yang berhadapan persis dengan Elmo, diruang tamu ini seakan ada yang ingin Rinasampaikansecara serius kepada Elmo.
“Bagaimana Mas Elmo, apa Aris ada kemajuan dengan pelajarannya disekolah?” Elmo pun terkejut dengan alis sedikit mengkerut, dalam hati pun Elmo bertanya bahwa. Saya kan hanya sekedar guru les Aris bukannya guru sekolah Aris, jadi mana saya tau perkembangan disekolah? Bukankah seharusnya orangutanya sendiri yang lebih mengetahui perkembangan anak disekolah, karena sering berkonsultasi dengan wali kelasnya. Kalimat itu seakan ingin Elmo lontarkan tetapi ia takut menyinggung perasaan Rina yang baik terhadap dirinya. Tetapi dengan kalimat yang cukup sopan ia berkata.
“Kalau masalah perkembangganya disekolah saya kurang mengetahuinya Bu, tapi kalau pelajaran kesenian yang saya ajarkan ada ko perkembangannya! Sekarang saja Aris sudah pandai bermain suling dan menyanyikan lima lagu, padahal sebelumnya susah sekali.” ujar Elmo kepada Rina menjelaskan.
“Yaa, begitulah memang Aris agak sedikit tertutup belakangan ini, semenjak ditinggal ayahnya tiga bulan yang lalu, komunikasi dengan dia pun jarang.Karena sebelum matahari terbit saya harus berangkat kekantor Aris belum bangun, ketika malam saya baru pulang ia sudah tidur, untung hari ini saya sedang libur jadi saya bisa meluangkan waktu untuk Aris” jelas Rina.
“Maaf  bu, bukan maksud saya untuk menggurui tapi mungkin ia butuh sosok orang tua yang selalu bisa memberi perhatian lebih dan memberikan kasih yang penuh, apalagi baru ditinggal ayahnya” ujar Elmo.
“Memang sih, tapi sayakan juga harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan Aris dan yang lainnya” bantahRinasambil menghela nafas dan bingung dengan kondisi yang sedang ia alami.

Tak lama Rina dan Elmo hanyut dalam perbincangan, Aris pun keluar dari kamar dan berjalan kearah ruang tamu dengan wajah yang sedikit tertunduk malu itu menandakan ia siap untuk memulai les nya. Berhadapan dengan Elmo pun ia masih tersipu malu, maklum baru tiga kali pertemuan Aris masih sungkan dengan Elmo. Elmo dan Rina beranjak ke ruang keluarga yang berada di ruang tengah untuk memulai les. Tetapi Rina berjalan terus kearah kamarnya, dan berkata.
“Mas Elmo saya tinggal dulu ya!” lalu iapun memasuki pimntu kamarnya.
“Oohh,ya silahkan Bu!” jawab Elmo.
Sesampai di ruang keluarga Elmo dan Aris sama-sama duduk bersila dengan posisi berhadapan diatas karpet yang berbulu tebal dan indah. Dalam pikiran Elmo berkata pasti ini karpet mahal nih, bagus sekali!Setelah keduanya duduk manis, dibelakang Elmo ada sebuah white board, satu buah spidol biru dan penghapus white board yang biasa digunakan Elmo untuk les.Elmo mengeluarkan dua buah harmonika untuk memperkenalkan alat musik yang baru akan diajarkan Elmo kepada Aris, karena Elmo yakin Aris belum pernah mengetahui sbelumnya.LaluAris mengeluarkan pensil dari kotak pensil dan diletakkan diatas meja kecil berdampingan dengan satu buah bukunya. Tampak tangan Elmo mengenggam masing-masing harmonika, tangan sebelah kanan sedang menggenggam sebuah harmonika lalu dijulurkan kearah Aris.
“Nih ambil!” perintah Elmo sambil tersenyum yang memberikan harmonika itu kepada Aris.
“Apa ini kak?” tanya Aris dengan wajah lugu dan penasaran karena baru pertam kali Aris melihat alat musik harmonika.
“Namanya har-mo-ni-ka” untuk memperjelas ucapannya Elmo pun mengeja nama alat musik itu agar dapat dipahami oleh anak yang baru duduk dibangku kelasa tiga Sekolah Dasar.
“Har-mo-ni-ka.” Aris pun mengikuti ejaan yang diucapkan oleh Elmo tanpa melepas pandangan ke arah alat tersebut, dan nyaris tanpa suara ia ucapkan karena terlalu antusias.
“Sekarang liat kakak dulu ya!” pintaElmokepada Aris.

Elmo memperagakan cara penggunaan harmonika tersebut dan memainkan lagu nasional Satu Nusa Satu Bangsa hingga usai.Terlihat Aris antusias danmencoba cara menggunakannya, “Huuff..huuff” Aris terus mencoba meniup harmonika tapi belum menghasilkan suara, setelah berusaha dengan semangat akhirnya Aris bisa mengeluarkan suara tapi belum seirama, bahkan bukannya mengikuti irama malah merusak irama lagu tersebut. Maklum karena Aris baru mengenal alat musik tiup yang menurut ia sangat unik, sebelumnyaia pernah memainkan alat musik, tiup yang bernama suling tetapi tidak seantusias harmonika. Berjalannya waktu ternyata sudah pukul 16.30 wib tanpa terasa oleh Elmo dan Aris, padahal les hanya sampai jam 16.00 wib, mereka berdua terlalu asik berman musik, apalagi Aris sangat senang dengan mainan barunya. Elmo pun berbenah untuk pulang dan berdiri untuk membawa tasnya.
“Wah, sudah jam setengah lima, besok kita lanjutin lagi Ris” ujar Elmo.
“Yaaa kak, padahal aku baru bisa nih!” dengan nada memelas Aris merasa berat ditinggalkan Elmo.
“Ngga apa-apa, besok kita lanjutin lagi. Kan kamu bisa belajar sendiri untuk mencoba lagu-lagu lainnya” ujar Elmo menenangkan Aris.
“Gimana bisa, kan harmonika ini punya kakak, kalo dibawa gimana Aris bisa belajar lagu-lagu lain” keluhAris.
Sedikit menunduk kearah Aris yang sedang duduk sila dan berbicara sedikit berbisik,
“Kalau kamu suka pegang saja, gimana kalo harmonika itu untuk kamu” tawaran Elmo kepada Aris.
“Untuk saya kak?” tanya Aris tidak yakin.
“Iya untuk kamu!” jelas Elmo kembali.

Aris pun langsung berdiri dan loncat-loncat sambil menyanyikan yel-yel,”Aaaasssikkkk...aaassssikkkkk.....aaaasssssikkkk...aaassssiikkkkk” tampak jelas wajah Aris begitu gembira mendengar tawaran Elmo.
“Ya sudah kalau begitu kakak mau pamit dulu sama mama Aris!”Aris pun berlari kearah kamar ibunya untuk memanggil ibunya keluar, pintu kamar ibunya ditabrak dengan dorongan badannya, karena ia terlampau senang dengan mainan baru. Beberapa detik kemudian, Aris beserta mamanya bergandengan keluar dari kamar. Terlihat mamanya Aris menggunakan pakaian dress yang sangat rapih dan terlihat elegan, layaknya wanita yang akan pergi keluar rumah untuk mengahadiri suatu pesta. Hati kecil Elmo pun bertanya-tanya tanpa berani berkomentar atau bertanya langsung untuk basa-basi. Kalimat yang terlintas dibenak Elmojangan-jangan ibu Rina mau pergi lagi?
“Bu, saya pamit dulu!
“Oh iya..iya, kapan mas Elmo datang untuk les lagi?
“Seperti biasa setiap senin, rabu dan jumat saya mengajar Bu” jawab Elmo.
“Oohh, saya lupa seminggu tiga kali ya?” sambil mengangguk-angguk karena telah mengingat.
“Ngomong-ngomong apa itu yang dipegang Aris?” tanya Rina kepada anaknya Aris yang sedang bersandar  dipinggang Rina, sambil mengenggam harmonika.
“Itu harmonika, yang baru dipelajari Aris tadi” jawab Elmo spontan.
“Nih ..mah liat, dikasih nih sama kak Elmo, baik kan!” Aris pun ikut menjawab. Lalu Elmo dan Rina tersenyum melihat Aris memamerkan harmonika dengan senang.
“Bilang apa dong, sama mas Elmo?” tanya Rina kepada Aris, agar Aris mengucapkan terima kasihkepada Elmo yang telah memberikan harmonika. Tetapi Aris merasa malu untuk mengucapkannya dan menunduk tanpa kata-kata karena masih asik memegang harmonika.
“Yaudah bu, saya pamit!”
“Ohh iya, rumahnya jauh tidak dari sini?” tanya Rina kepada Elmo.
“Dekat ko, jaraknya hanya tiga rumah dari sini.Mari bu!” pamit Elmo kembali.
Rina dan Aris berjalan menuju pintu depan rumah untuk mengantarkan Elmo pulang, setibanya Elmo menghampiri motornya , ia pun memakai helm dan Bibi membuka gerbang pagar, Elmo perlahan mendorong mundur motor tuanya yang sedikit berat karena motor dengan kecepatan 600cc, setelah Elmo keluar dari gerbang pagar.
“Dadah tuh sama Mas Elmo!” ujar Rina kepada Aris, sambil melambaikan tangan kanan dan menyuruh Aris untuk ikut melambaikan tangan walau agak  berat karena belum begitu akrab dengan Elmo.

Sesampainya dirumah yang sangat sederhana Elmo pun terdiam dengan mengangkat kedua tangan diatas sejadah yang berwarna merah, menggunakan sarung kotak-kotak dan kaus oblong putih tak lupa pula kopiah usang yang awalnya berwarna hitam sekarang menjadi kemerahan, seakan banyak permintaan kepada Yang Maha Esa doa pun belum berhenti. Setelah berdoa usai Elmo berdiri dan merapihkan sajadah dan kopiahnya ia taruhdiatas meja kecil yang terletak persis disebelah ia sholat.
Elmo berjalan menuju ruang TV dengan membawa tas kecil dan mengeluarkan buku kecil serta pulpen lalu ia letakkan diatas meja dan menyalakkanya. Cuplikan berita yang disiarkan TV menyangkut masalah tewasnya seorang diplomat, ia pun berpaling dan meraih buku kecil yang ada dimejanya, untuk menganalisa kronologis tewasnya seorang diplomat yang menurutnya agak sedikit ganjil. Ia pun menganalisa bukti-bukti yang ia catat seperti, salah satunya terdapat gelas besar dengan kondisi sudah terpecah belah diatas lantai, terdapat bekas cetakan gelas yang basah diatas kertas, adanya tiga buah bungkus obat diatas meja kerja, ditemukan dua buah butir obat yang berserakan diatas lantai.
Kepulan asap satu persatu keluar dari mulut Elmo, sebatang rokok yang diapit kedua jari telunjuk dan jari tengah menjadi saksi keseriusan Elmo untuk membantu memecahkan kasus ini, puntung rokok bertumpuk didalam asbak, air putih dalam gelas pun tinggal seperempat, tak sedikit ia menghela nafas untuk mencari kebenaran dari kasus ini. Waktu menunjukan pukul 21:00 WIB tak lama ia pun terlelap diatas kursi panjang dengan posisibadan sedikit miring dan masih mengenakan sarung.

Pagi sekitar jam 07.00 wib sehabis bangun tidurElmo berjalan keluar pagar dengan menggunakan kaos oblong warna putih dan celana pendek, rambut masih berantakan sekali walau sempat merapihkan tanpa sisir hanya dengan tangan, langkah demi langkah terasa sangat berat baginya untuk keluar rumah, sesampainya di warung Ibu Minah yang berada tidak jauh dari rumahnya, ia pun berkata.
“Bu Minah, beli bu!” panggil Elmo kepada pemilik warung, ia pun sedikit berlari kecil menuju warung dari dalam rumahnya, karena terdengar ada pembeli. Sebelum bu Minah sampai kedepan warung ia pun membalas panggilannya. “Beli apa?” sambil bertanya kepada pembeli dari kejauhan, dan akhirnya bu Minah pun sampai kedalam warung yang berada persis di depan rumahnya dan berkata.
“Eehhh Mas Elmo, tumben nih pagi-pagi udah belanja” Sapa bu Minah kepada Elmo. Mendengar sapaan bu Minahia pun tersenyum dengan wajah setengah sadar dan raut muka yang sehabis bangun tidur.
“Beli kopi dong bu, sama rokoknya ya!” pinta Elmo kepada bu Minah.
“Kopinya berapa?” sambil meraih bungkus sachet kopi yang tergantung di depan warung.
“Tiga deh! Jawab Elmo.
“Kasian ya kalo bujangan bikin kopi sendiri, bangun tidur sendiri, mao ngapa-ngapain sendiri” candaan bu Minah kepada Elmo, mengingat status Elmo yang masih lajang sambil menggunting sachet kopi. Elmo pun membalas candaan bu Minah dengan senyuman, walau sempat terbesit olehnya, kalau saja ia sudah memiliki pendamping pasti hidupnya terasa lebih lengkap seperti layaknya pria seusianya. Lalu bu Minah memasukkan kopi sachet dan rokok kedalam kantong plastik berwarna hitam.
“Emangnya, cewek-cewek pada ga ngelirik apa, sama mas Elmo yang ganteng ini?”. Sedikit pujian bu Minah lontarkan kepada Elmo.
“Bangun tidur aja masih ganteng, apalagi kalo udah mandi, ya ngga mas?” sambil tersenyum dan sedikit cengengesan bu Minah mulai gombal kepada Elmo, maklum karena watak bu Minah yang terlalu blak-blakandan apa adanya setiap berbicaradengan orang lain. Elmo tersenyum lebar karena mendengar komentar bu Minah yang memujinya dengan dialekdaerah.
“Nih mas, semuanya jadi delapan belas ribu!” Elmo pun langsung mengeluarkan uang dua puluh ribu dari saku celananya, lalu ia berikan dengan tangan kanannya kepada bu Minah.
“Ini bu, sisanya simpan dulu aja ya!” ujar Elmo kepada bu Minah. “ooh ya mas, makasih ya!” dengan raut wajah sumringah bu Minah menerima uang dari Elmo.
Lalu ia pergi meninggalkan warung dekat rumahnya itu dan kembali terpikir oleh nya tentang ucapan bu Minah kepadanya, seakan bu Minah sangat mengerti perasaanya yang selalu dipendamnya yaitu dengan umur sekianElmo belum melangsungkan pernikahan, bagaiman bisa menikah pacar pun Elmo belum memiliki. Krrreeeeekkkk.....Elmo menutup pagar dan berjalan masuk ke pintu rumahnya.

Tteeeeennnggg...tteeengg suara bel sekolah berbunyi, Aris yang sedang digandeng Bibi pun bergegas untuk masuk ruang kelas, pagi ini Aris agak telat berangkat kesekolah mungkin Aristerlalu asik mai harmonika hingga larut malamn, bocah yang menggendong tas bergambar salah satu tokoh kartun dalam film anak-anak, akhirnya samapai di depan pintu kelasnya ia pun langsung duduk dan memandang kearah depan kelas dimana seorang gurunya yang bernama Astrid berdiri, Astrid adalah guru baru disekolah ini dan guru satu-satunya yang termuda. Karena Astrid baruy saja lulkus kulaih dan berkesempatan mengajar di sekolah ini.
“Pagi anak-anak!” sapa guru Astrid kepada semua murid yang berada di dalam kelas.
“Pagi buuuuu!” jawab murid serentak.
“Sebelum kita memulai pelajaran pertama kita, kita berdoa dulu yuuk!! Menurut agama masing masing ya, berdoa mulai” Astrid menunduk kepalanya tanda berdoa dimulai.
“Berdoa selesai!” kepala Astrid diangkat tanda doa telah selesai.
“Sebelumnya ibu mau tanya, sekarang pelajaran apa yah? Ada yang tau?” tanya Astrid kepada murid kelasnya.
“Pelajaran keterampilan, bu guru” jawab murid serentak.
“Pintaaarrr!” senyuman yang sangat lebar karena senang dengan antusias murid-murid. Berjalanya waktu pelajaran pun usai, dan Astrid mengingatkan kepada murid-muridnya bahwa pekerjaan rumah yang telah diberikan harap segera dikumpulkan dalam waktu dua hari lagi, ia pun berkata.
“Anak-anak, PR kemarin yang ibu kasih apa sudah selesai?” tanya Astrid.Sebagian murid menjawab sudah dan sebagian menjawab belum Aristermasuk murid yang menjawab belum.
“Bagus nanti yang belum lekas diselesaikan ya! Karena dua hari lagi akan dikumpulkan.” Pinta Astrid kepada murid agar tidak ada muridnya yang terlupa atastanggung jawabnya masing-masing.

Teeennggg...teeeng bel pun berbumnyi kembali tanda pelajaran sudah usai semua murid pun keluar kelas untuk bergegas pulang, terlihat Aris duduk disisi kiri kelas dekat dengan jendela ruangan, dan mengeluarkan sesuatu dari tasnya.Astrid yang sedang merapikan meja guru hendak beranjak untuk keluar ruangan menoleh kearah Aris, Astrid pun bertanya.
“Aris kamu ko tidak pulang?” tanya Astrid penasaran.
“Iya bu saya mau pulang tapi mau main ini sebentar!” dengan posisi kepala menunduk kearah tas dan tangan kananya merogoh kedalam isi tas.
“Apa itu Ris?” tanya Astrid kepada Aris dengan raut muka yang penuh tanda tanya sambil memeluk buku besar ditangan kirinya.
“Ini dia” jawab Aris sambil memamerkan benda yang telah ia keluarkan dari dalam tasnya.
“Oohh harmonika, memang kamu bisa memainkannya?” tanya Astrid.
“Bisa dong, tapi baru bisa satu lagi doang!” jawab Aris dengan sedikit pamer.
“Nih, dengerin ya bu!” ujar Aris. Aris pun memainkan lagu nasional Satu Nusa Satu Bangsa dengan penuh antusias, walau iramanya kurang harmonis maklum karena Aris baru bisa menggunakan harmonika, sambil menganguk-angguk tanda ia sedang menikmati lagu tersebut.
Setelah Aris melantunkan satu lagu Astridpun bertanya.
“Siapa yang mengjari kamu Aris? Sepertinya kamu sering latihan ya?” “KakElmo dong!” jawab Aris.
“Siapa itu kakElmo? Tanya Astrid penasaran.
“Itu yang ngajarin Aris les dirumah, orangya baik Bu.Harmonika ini aja dikasih sama kak Elmo” dengan intonasi suara Aris layaknya seorang bocah yang memamerkan mainan baru kepada teman sebayanya. Astrid pun terdiam, memikirkan kalau ternyata ada seorang guru les yang baik yang dibayar mungkin tidak seberapa, tetapi memberikan harmonika yang harganya juga tidak murah.

***

Terpanggang Oleh Api
Tampak sore ini lingkungan komplek perumahan mewah dengan taman bermain yang dihiasi pepohonan dan rumput yang hijau, arena bermain seperti perosatan, jungkat-jungkit dan lain-lain seakan diisi oleh kecerian anak-anak kecil bermain sepeda roda tiga bersama babysitter (pengasuh anak) sedang mendorong sepedanya. Tiba-tiba Bbooooooommmmm suara ledakan sangat dahsyat yang menusuk telinga bagi para penghuni kompleks perumahan, warga yang berada dilingkungan pun tiarap seakan ada suara bom, semburan api menjulang tinggi kelangit dengan menembus atap salah satu rumah, kaca-kaca jendela pun berhamburan hingga keluar rumah, daun pintu bahkan jebol dari tempat semestinya, api tak henti-hentinya melahap tembok dan atap rumah. Warga kocar-kacir atas kejadian ini ada yang berusaha memadamkan dengan seember air, ada yang sibuk keluar rumah untuk menyaksikan ledakan, ada yang memperkirakan aksi dari bom teroris. Selang beberapa menit satpam kompleks menelepon pemadam kebakaran.

Suara jangkrik terdengar bersautan, rumah yang sederhana itu tampak sedikit redup karena lampu yang menyinari teras hanya menggunakan bohlam 5 watt, dari sela-sela jendela terlihat Elmo didalam rumah sedang membuat sketsa tentang tewasnya diplomat yang bernama Kuntoro. Dengan menggunakan meja yang terdiri dari dua buah penggaris berbentuk siku, layaknya seorang arsitek yang sedang merancang gedung, maklum karena Elmo sarjana lulusan teknik industri.Lututnya pun tak gemetar walau sudah berdiri sekian jam dengan posisi yang sedikit menunduk, pensil diatas kuping, sewaktu-wakutu juga menggaruk bokongnya. Sketsa ruangan kerja Kuntoro hampir selesai ia pun meraih gelas yang berisi kopi hitam dan sebatang rokok, ia pun tak pernah melapas pandangan ke arah kertas yang sedang ia kerjakan. Keseriusan Elmo membantu Pak Herman dalam mengembangkan kasus ini seakan tak kenal lelah ia jalani, walau jam dinding telah menunjukan pukul 23:34 WIBia terus menggambar sketsa dengan detil. Tiba-tiba suara ponselberbunyi, menoleh ke arah ponsel yang berada diatas meja yang berada disebelah kanannya dimana ia berdiri, lalu iapun meraihnya, sempat memandangi layar ponsel yang bertuliskan Pak Herman dan berkata.
“Ada apa Pak? tumben malam-malam telepon” ujar Elmo meledek.
“Maaf nih sedikit menggangu!” jawab Pak Herman.
“Oooohnh... ngga apa-apa, ada kabar apaPak?” tanya Elmo kembali.
“Ya Elmo, bagaimana sudah ada indikasi yang kamu temukan dalam kasus tewasnya diplomat?” tanya Pak Herman kepada Elmo yang mendapat mandat penting dari Kepala Reserse Kriminal.
“Hampir selesai, tapi saya harus konfirmasi terlebih dahulu kepada tim forensik”. Jawab Elmomeminta waktu untuk menyelesaikan tugasnya.
“Mmhh, oke kalau begitu. Besok pagi kamu ada waktu luang?” tanya Pak Herman.
“Besok pagi...” Elmo sedikti terdiam dan mengingat apakah ia punya waktu luang atau tidak dengan jadwal aktifitasnya, lalu ia sontak menjawab,
“Bisa-bisa memangnya ada Pak? Sore tadi ada kejadian menghebohkan, yaitu meledaknya salah satu rumah eliteyang menewaskan satu orang wanita, kronologisnya belum diketahui, kalau melihat kondisi rumahnya cukup parah. Kejadiannya di jalan Sejahtera No.2, kalau bisa kamu datang pagi-pagi sekali ya!” jelas Pak Herman.
“Oke, kalau begitu saya akan datang lebih pagi!” ujar Elmo.
“Terima kasih Elmo, saya tunggu ya!”
“Sama-sama pak” jawab Elmo.

Keesokan harinya setelah Elmo sampai di TKPjalan Sejahtera No. 2 pada pagi ini, ia pun bergegas masuk kedalam rumah. Pecahan kaca, perabotan rumah, genteng yang jatuh kelantai dan sebagian kayu hitam bekas tebakar pun masih mengeluarkan asap, layaknya kapal pecah yang memporak-porandakan rumah ini. Langkah demi langkah Elmolalui dengan sangat hati-hati, tak lupa ia menunduk dari balok yang jatuh miring dimana pintu masuk berada. Setibanya Elmo diruang tengah dan menegur Pak Herman.
“Apa yang telah terjadi pak?” dengan posisi badan pak herman sedang jongkok karena sedang melihat bentuk posisi korban yang telah digambar dengan kapur, lalu berdiri mendengar suara Elmo, dengan posisi tangan kiri mebentang didepan perut dan posisi tangan kanan menyanggah dagu seakan memberikan bahasa tubuh yang membingungkan atas kasus ini.
“Kebakaran yang sangat besar, saksi mata menjelaskan rumah ini meledak seperti ledakan bom, tapi saya belum menemukan pemicu ledakannya berasal darimana? Arus pendek atau tabung gas yang bocor. Sedangkan bom seperti diungkapkan saksi mata juga tidak ditemukan?” jawab Pak Herman menjelaskan kronologis kepada Elmo.
“Mmmhhhh....seperti itu” ujar Elmo, seakan ia juga terbawa oleh kebingungan yang telah terjadi.
“Jasad korban sudah dievakuasi?” tanya Elmo.
“Sudah dievakuasi semalam, sekujur tubuhnya luka bakar yang sangat parah, bahkan bisa dikategorikan sudah tidak berbentuk.” Jawab Pak Herman. Setelah mendengar penjelasan Pak Herman, Elmo sedikit mengangguk karena prihatin terhadap korban yang tewas dengan kondisi sangat mengenaskan.
“Ya sudah kalaubegitu saya liat-liat kedalam dulu Pak!” pinta Elmo kepada Pak Herman. Satu persatu Elmo memeriksa bukti-bukti yang menjadi indikasi pemicu ledakan rumah ini, dengan menggunakan pulpen berwarna biru ia mengangkat materi-materi yang telah hancur.Setelah semua bagian bawah telah ditelusuri Elmo, lalu ia pun melangkah keanak tangga setelah sampai anak tangga terakhir Elmo pun terkejut, ternyata lantai sudah ambruk sia-sia ia berjalan keatas ternyata lantai sudah amblas dan rata di bawah. Seketika tim forensik pun berteriak kepada Pak Herman W.

“Komandan pemicunyatelah ditemukan!” teriak salah satu tim forensik kepada Pak Herman, mendengar anak buahnya yang telah menemukan pemicu Pak Herman pun bergegas ke arah dapur. Elmo pun tidak tinggal diam dan ikut menyusul Pak Herman untuk melihat bukti apa yang ditemukan, sesampai didapur tim forensik memperlihatkan bercak hancurnya tembok dan lantai kepadaPak Herman dan Elmo.
“Apa pemicunya?” tanya Pak Herman penasaran.
“Kebocoran tabung gas, komandan” jawab tim forensik.
Dimana posisi tabung gas itu berdiri dalam keadaan pecah, pak herman langsung menganalisa dan mencari asal muasal ledakan, dari tabungkah?Atau dari selang yang bocor?Atau kurang rapat antara selang dengan mulut tabung?Sehingga mengakibatkan gas keluar. Elmo juga ikut menganalisa tempat asal muasal terjadinya ledakan, ia memulai dari meja dapur yang tertutup reruntuhan gipsum, satu persatu gipsum diangkatnya untuk mencari tau apakah pemilik rumah sedang memasak?, Gipsum terakhir pun diangkatnya. Ternyata disinilah awal mula kecurigaan Elmo, ia pun langsung mengeluarkan buku kecil dan pulpen untuk mencatat indikasi-indikasi. Yaitu dibalik gipsum ia menemukan sebungkus korek api kayu yang sedikit terbakar dan sepuntung rokok disebelahnya, melihat tombol kompor gas yang masih menyala sampai saat ini, dan posisi jasad korban telungkup diatas lantai.

Setelah Elmo mencatat semuanya dengan seksama, lalu Elmo melihat jam tangannya lalu berjalan dan sedikit tergesa-gesa keluar dari TKP sambil berkomentar dengan pak herman.
“Pak Herman, saya duluan ya!” ujar Elmo yang terlihat tergesa-gesa.
“Iya...iya, nanti kabari saya ya!” jawab Pak Herman yang sedang sibuk menganalisa ruang dapur beserta isinya, untuk membuat laporan hasil pengembangan kejadian ini.
“Siapppp!” jawab Elmo dengan teriakan balasan kepada Pak Herman karena Elmo sudah berjarak kurang lebih lima meter dari dimana ia berdiri dengan Pak Herman sebelumnya.

Dalam ruangan besar yang biasa disebut ruang keluarga atau ruang tengah, terdapat Aris dan Elmo yang sedang asyik belajar tentang not-not balok, papan tulis berwarna putih itu pun penuh dengan not-not balok yang telah ditulis Elmo. Walaupun Elmo sarjana lulusan teknik industri tetapi ia mumpuni dalam seni musik, karena ia sangat hobi dan menyukai semua jenis musik. Hari ini Aris mendapat pelajaran lagu baru yang akan diuji oleh Elmo nantinya, karena Aris sangat antusias dengan harmonika maka Aris mencoba satu persatu not balok untuk dilantunkan yang akan menjadi rangkaian irama lagu daerah. Suatu ketika Aris mengambil bukunya untuk mencatat not-not balok yang telah ditulis Elmo dipapan tulis, setelah membuka lembar demi lembar ternyata Aris salah mengambil buku, ia pun terperanjak untuk mengambil buku les yang berada didalam tasnya. Melihat gerak-gerik Aris yang sibuk dengan menukar bukunya, Elmo pun berkata.
“Kenapa Ris, salah buku?” tanya Elmopenasaran, sambil sibuk mencari bukunya didalam tas, Aris menjawab.
“Iya kak, mau ngambil buku les malah buku keterampilan, mana ada PR lagi!” jawab Aris dengan nada sedikit menggerutu.
“PR apa?” Tanya Elmo kembali.
“PR keterampilan lah!” dengan intonasi kalau Aris sedang bingungdengan dengan PR-nya yang sama sekali belum sempat ia kerjakan.
“Kenapa ngga bilang sama mama kalau Aris punya PR, mungkin bisa dibantu sama mama? Ujar Elmo menasehati karena prihatin dengan Aris.
“Aaahhh...mama kan kerja, ngga pulang-pulang!” nada jengkel dan polos seakan Aris kurang dapat perhatian dari mamanya, ia pun tak mau menaruh harapan lebih kepada ibu yang pernah melahirkannya.
“Ya sudah, mana sini kakak lihat!” Elmo pun melihat buku keterampilan yang terdapat tulisan tangan Aris atas pekerjaan rumah yang menyatakan, Siswa diwajibkanmembuat sebuah karya keterampilan dan perlu dukungan dari orang tua karena kelas tiga SD belum cukup memahami tentang karya keterampilan.
“Oooohhh ini tugasnya!” ujar Elmo kepada Aris. Lalu Elmo kembali bertanya.
“Kira-kira kamu ingin membuat apa?”
Dengan kepolosan bocah yang baru duduk di kelas tiga SD, ia pun menjawab “Taaauuuuu!”. Mendengar intonasi dan ekspresi Aris sontak Elmo tersenyum lebar, lalu Elmo pun berkata.
“Nanti kakak bantuin deh, tenang aja ya boss!”

Didalam ruangan kelas yang sepi dimana detak jam dinding pun terdengar, seorang guru duduk dengan serius, seakan pandangan tak pernah lepas dari buku besar yang bertuliskan DATA PERKEMBANGAN SISWA diatas meja guru.Astrid melihat ada sedikit data prestasi muridnya yang menurun drastis, maklum karena Astrid wali kelas baru disekolah ini jadi sedikit perfeksionis untuk masalah kwalitas muridnya, takut-takut jika kwalitas murid menurun dapat mempengaruhi hasil kinerjanya sebagai wali kelas baru. Hanya satu muridnya dengannilai sangat menurun drastis yaituAris, padahal sebelumnya Aris termasuk murid yang berprestasi dan selalu ada peningkatan dalam masalah pelajaran. Rasa penasaran ini sedikit mengguncang hati Astrid dan seolah terdapat tanda tanya besar diatas kepala Astrid, lalu ia pun beranjak dan bergegas dari tempat duduknya untuk mendatangi rumah Aris berniat bertemu dengan orang tua Aris dan membicarakan apa penyebabmenurunnya nilai Aris disekolah.
***
First Impression
Sesampainya Astrid didepan pagar rumah Aris, Astrid menekan tombol bel Tteeeett...Tteeeettttt sambil menekan bel, ia berteriak dengan suara lembutnya, “Assalamuaikum....Assalamualaikum” setelah beberapa detik, terdengar suara balasan yang menjawab dari dalam rumah. “Iyaaa...Walaikumsalam” ternyata Bibi bergegas dengan berlari kecil menuju gerbang, ketika sampai didepan gerbang pagar, ia langsung membukakan pintu pagar.
“Ehh...bu guru, masuk bu!” sapa Bibi dengan ramah.
“Ya Bi, orangtua Aris ada Bi? Sambil memasuki pagar.
“Waahhh, mamanya Aris sedang kerja bu, pulangya sih malem, tapi kalo Arisnya ada tuh lagi les sama mas Elmo” jawab Bibi.
Langkah Astrid terus mengikuti langkah Bibi yang hendak mengantarkan kedalam rumah, tetapi Astrid teringat sejenak karena pernah mendengar nama yang menurut ia sudah tidak asing lagi yaitu Elmo. Astrid dan Bibi berjalan menuju kedalam rumah selain Astrid berjalan ia pun melihat-lihat bangunan rumah yang megah ini, sesampainya Bibi di depan pintu rumah yang terbuka Astrid dengan posisi dibelakang Bibi pun masuk dan Astrid mengucapkan “Assalamualaikum” dengan nada suara sedikit rendah. Serentak Elmo dan Aris menjawab “Walaikumsalam”.

Kejadian yang sangat-sangat mengejutkan untuk Elmo. Dimana Elmo terpana melihat paras seorang wanita muda yang memiliki kedua bola mata yang berbinar-binar, sungguh makhluk Tuhan yang sangat sempurna, cantik, indah dan anggun. Walau Astrid masih menggunakan pakaian mengajar layaknya seorang guru lainnya, dan hal-hal lain yang Astrid kenakan seakan sempurna dimata Elmo, seakan-akan Elmo terbuai oleh bidadari yang datang dan mampir kerumah Aris. Padahal sebenarnya paras dan penampilan dari seorang Astrid hanya wanita yang sederhana tanpa make-up berlebih, sopan, tutur kata lembut, dan sedikit tersirat pancar keibuan dari seorang Astrid, memandangi Astrid hingga membuat Elmo tercengang cukup lama, dan Aris pun menegurnya.
“Kak Elmo, inikan bu guru Aris! ko malah bengong?” Aris merasa heran melihat tingkah laku Elmo yang tetap duduk bersila diatas karpet berbulu dan terus memandangi wajah Astrid. Mendengar teguran dari Aris, sontak Elmo langsung berdiri hendak bersalaman untuk mengikuti Aris yang telah bersalaman terlebih dahulu. Setelah hampir mendekati AstridElmo lalu menjulurkan tangan kanannya dan berkata.
“El-mo!” perkenalan diri Elmo yang sedikit salah tingkah karena berhadapan langsung dengan wanita yang menurutnya berparas anggun, bahkan dari wajah Elmo terpancar wajah sumringah.
“Siapa?” tanya Astrid kepada Elmo yang kurang mendengar suara Elmo karena terlalu pelan.
“Eeell-moo” mengeja namanya agar terdengar jelas, dengan raut muka sedikit malu-malu.
“Oohh, ini yang namanya mas Elmo!” sontak Elmo pun terkejut, raut muka Elmo yang sumringah berubah seketika menjadi sangat penasaran, dan bertanya.
“Memangnya kenapa bu Astrid, apa ada yang salah dengan nama saya?” tanya Elmo dengan penuh penasaran.
“Oh tidak-tidak hanya saja Aris sering bercerita tentang guru lesnya” jelas Astrid. Elmo sempat tersipu malu oleh karena ternyata Astrid telah terlebih dahulu mengetahui tentang dirinya dari Aris, ia pun membalas dengan senyuman walau hatinya sedikit berbunga-bunga.
“Kalau begitu silahkan melanjutkan lesnya kembali!”ujar Astrid kepada Elmo.
“Tidak ko, kami sudah selesai karena saya hanya mengajar sampai jam empat saja” Jelas Elmo kepada Astrid sambil menunjuk jam dinding yang terpasang di ruangan tersebut. Lalu Elmo pun bertanya kembali kepada Astrid.
“Ngomong-ngomong ada apa ya bu, repot-repot datang kerumah Aris”rasa penasaran Elmo terhadap datangnya guru kelas Aris yang jarang terjadi.
“Sebenarnya saya ingin bertemu dengan orang tua Aris, karena ada penuruan nilai sekolah Aris yang drastis. Jadi saya selaku wali kelasnyaharus bertanggung jawab, kalau tetap dibiarkan takut-takut Aris mendapat hasil rapor yang jelek. Mendengar kabar yang disampaikan AstridElmo pun turut prihatin, ternyata adanya masalah yang cukup serius tentang Aris dan nilai sekolahnya. Lalu Elmo mengajak dn mempersilahkan Astrid untuk duduk disofa yang berada disebelah mereka.
“Kebetulan mamanya Aris jarang sekali berada dirumah karena bekerja seharian untuk menopang keluarga, kalau pun pulang sudah larut malam” penjelasan Elmo terhadap padatnya kerja orang tuaAris. Tiba-tiba Astrid bertanya kembali untuk mendapatkan harapan lebih dan berkata.
“Kalau ayahnya Aris ada?” tanya Astrid dengan antusias untuk bertemu dengan ayahnya Aris. Terlihat Elmo sedikit menghela nafas mendengar pertanyaan Astrid yang baru saja ia tanyakan, dan Elmo pun berkata.
“Tiga bulan yang lalu Aris baru saja ditinggal ayahnya, karena kecelakaan. Bisa dibilang belakangan ini Aris sangat membutuhkan perhatian lebih dari mamanya karena telah ditinggal ayahnya, tetapi mamanya juga harus bekerja untuk menafkahkan Aris dengan jam kerja yang sangat padat” Jelas Elmo kepada Astrid, terlihat Aris masih asik memainkan harmonika dengan melantunkan beberapa lagu, sesekali melihat kearah Elmo danAstrid.
Ternyata harapan Astrid hari ini untuk bertemu dengan orang tua dari Aris pun tidak terkabul, lambat laun perbincangan Elmo dan Astrid semakin mendalam sehingga membuat mereka prihatinatas perasaan yang sedang dialami Aris saat ini.

Matahari telah tenggelam, langit pun berganti malam, malam ini Elmo bergegas seakan ingin keluar dari rumahnya.Setibanya ia dekat rumah Aris lalu ia berjalan memasuki pagar rumah dan melihat jam tangan yang menunjukkan waktu pukul 19.00 WIB, setelah didepan pintu rumah, ia melihat Aris yang sedang serius belajar dengan posisi telungkup sambil mengayun-ayun kedua kaki, menggigit pensil, mata tak pernah berpaling dari buku yang berada persis didepan wajahnya dan seakan tidak sadar dengan dinginnya lantai keramik putih tersebut. Elmo tersenyum simpati melihat kegigihan Aris sudah mulai belajar kembali, terlintas pikiran Elmo untuk mengejutkan Aris untuk memberitahukan kedatangannya, terlihat sehelai kain taplak meja putih diatas meja teras lalu ia pun meraihnya dan ia tutup mukanya dengan taplak meja berwarna putih tersebut. Kedua tangan Elmo pun diangkat keatas kepala dan berloncat-loncat kecil layaknya tokoh karakter dalam film misteri, lalu ia masuk pintu rumah dan berkata.
“Hhiiiyyy...hihihihi, hiiiyyy hihihih!” menirukan gaya suara tawa hantu-hantu film misteri. Sontak Aris kaget, terkejut, dan panik hendak berdiri untuk kabur karena mendengar suara aneh, dan berkata.
“Aaahhhgggg... kak Elmo, kirain hantu beneran!” ujar Aris yang hampir copot jantungnya karena dikejutkan dengan penampakan sesosok mirip hantu.
Melihat ekspresi Aris yang sangat terkejut dengan kejailannya, sontak Elmo cekikikan dengan rasa senang sambil memegang perut seperti ingin tertawa terbahak-bahak tetapi ia tahan karena takut mengganggu seisi rumah, walau seisi rumah saat ini hanya dihuni olehAris dan Bibi.
“Hahahahahahahaaa....ada-ada aja kak Elmo!” komentar Aris dengan nada sedikit kesal dan merasa senang atas kedatangan Elmo yang bisa menemaninya dimalam hari karena mamanya belum pulang kerja, dan berkata.
“Tumben kak Elmo kesini, ada apa?” tanya Aris kepada Elmo. sedikit menahan tawa panjangnya dan berusaha menjawab pertanyaan Aris.
“Hhhmmmmmm....ngga, kak Elmo mau bantuin kamu ngerjain tugas yang dikasih sama bu guru Astrid!” jawab Elmo.
“Lah itukan PRaku, masa mau dikerjain sama kak Elmo, entar dimarahin bu Astrid lho” ujar Aris menasehati Elmo.
“Lah kan, tugas prakarya itu harus dibantuin sama orangtua murid, kalo ngga percaya liat aja bukunya´jawab Elmo untuk menjelaskan tugas Aris sebenarnya.
“Ooh..iya, kira-kira bikin prakarya apa kak?” mendengar pertanyaan ArisElmo pun berpikir sejenak, karena ia pun belum sempat merencanakan sesuatu tentang prakarya Aris. “Apa yaa??” sambil menempelkan telunjuk kanannya ke kening sebelah kanan.
“Ya sudah, kamu kerjain aja dulu PR kamu yang sekarang, sambil kakak pikirin tugas prakaryanya!” perintah Elmo kepada Aris, agar Aris tenang dan dapat melanjutkan PR nya yang sedang ia kerjakan. Selagi Aris mengerjakan PRElmo pun sibuk mengambil salah satu buku yang ada di dalam tas Aris. Seakan dua kakak beradik ini sibuk dengan tugasnya masing-masing, Aris sedang sibuk dengan PR bahasa indonesianya, Elmo pun sibuk mengutak-atik rumus fisika dan kimia. Sesekali mereka pun melihat tugas masing-masing, waktu pun telah menunjukan pukul 20.00 wib, dan Aris berkata.
“Selesai juga tugasnya, hhuuufff...” sedikit menghela nafas karena Aris mulai mnengantuk dan mulutnya pun menguap.
“Kak Elmo juga sudah selesai!” dengan nada sedikit pamer karena tak mau kalah dengan Aris yang telah menyelesaikan tugasnya. Aris pun menoleh kearah bukunya yang dipinjam Elmo untuk mengerjakan PR prakarya Aris, banyaknya coretan rumus fisika dan kimia dibukunya, dengan raut muka tercengang dan heran Aris pun berkomentar.
“Kok buku Aris dicoret-coret, apanya yang selesai?” tanya Aris terheran-heran.
“Ini namanya RUMUS!” jawab Elmo menjelaskan sambil memamerkan halaman demi halaman buku kepada Aris.
“Apa itu kak? Kirain kak Elmo sedang menggambar untuk tugas prakarya besok, taunya cuma corat-coret!” ujar Aris menggerutu yang belum mengerti benar apa itu RUMUS.
“Oooh , kamu masih belum mengerti ya, nanti kamu juga belajar ko! Apa itu namanya RUMUS” sambil merangkul pundak Aris.
“Ya sudah, kalau kamu sudah ngantuk tidur aja sana, sekalian panggil Bibi, soalnya kakak mau pamit” pinta Elmo kepada Aris.
“Tugas Aris kapan dong kak?” Seakan Aris belum tenang dengan tugas prakarya yang membebaninya.
“Besok aja ya, besok Kakak kesini lagi, oke Boss!” dengan nada yang meyakinkan untuk memberikan ketenangan Aris atau tugasnya. Dan mereka berdua pun tersenyum karena saling optimis.

Sesampainya dirumah Elmo ia pun langsung mencari alat-alat tulis dan satu kertas yang biasa ia gunakan untuk mendalami bukti-bukti yang telah ditemukan di TKP kedua, atas tewasnya wanita dewasa yang bernama Cathrin, karena kasus tewasnya seorang wanita yang hangus terbakar beserta seisi rumahnya sedikit membuat misteri dibenak Elmo. Seperti sebelumnya pertama-tama ia membuat sketsa, sepanjang analisa Elmo tentang tewasnya Cathrin di TKP kedua sempat ia tersenyum-senyum kecil beberapa kali. Entah apa yang sedang Elmo pikirkan, sebatang rokok dan segelas kopi selalu menjadi teman setia Elmo dimalam panjang ini. Jam demi jam pun berlalu, sketsa lokasi pun hampir rampung Elmo gambar, lalu ia pun istirahat sejenak dari aktifitas menggambarnya. Duduk dan bersandar dikursi panjang sambil menengadah kelangit-langit ruangan. Sebatang rokok yang ia apit dengan telunjuk dan jari tengah tangan kirinya, asbak yang berada diatas meja dihadapannya terlihat penuh dengan puntung rokok. Elmo pun kembali tersenyum dengan wajah menengadah keatas sambil menghembuskan asap rokok yang keluar dari mulutnya. Beberapa menit ia bersandar dikursi panjang tersebut, sebatang rokok yang berada ditangan kirinya pun mulai habis, lalu ia taruh dan ia matikan kedalam asbak, hembusan asap terakhir tak lupa ia keluarkan dari mulutnya. Hendak berbaring sejenak diatas kursi panjangnya, setelah ia berbaring dengan tatapan kosong keatas langit-langit ruangan ia pun berkata. “Astrid….Astrid!” ternyata selama ia membuat sketsa TKP kedua ia memikirkan Astrid Guru dari Aris yang pernah bertemu dengannya, sungguh kelakuan yang cukup aneh dari seorang Elmo tersenyum-senyum sendiri bak orang yang tidak waras. Tak lama dari berbaring, rasa kantuk pun datang menghampirinya, kedua matanya pun perlahan mulai menutup, merasakan kantuk yang luar biasa menjadikan ia cepat terlelap.

Setelah Elmo terhanyut lelap dengan tidurnya ia pun bermimpi, didalam mimpi tersebut Elmo seakan berada ditempat resepsi pernikahan dimana suasana itu ramai sekali dipenuhi oleh para tamu undangan. Tampak antara tamu undangan dengan tamu undangan lainnya memancarkan wajah kebahagian. Ada diantara mereka sedang menikmati hidangan yang telah disajikan dan ada yang sedang berbincang-bincang antar tamu, semua tamu undangan seakan menikmati acara tersebut. Didalam mimpi Elmo memandangi wajah tamu satu persatu, terlihat mereka berjabat tangan dengan Elmo dan mengucapkan “Selamat menempuh hidup baru” kepada Elmo. Diantaranya, Pak Herman, Bibi, Aris dan Ibu Rina bergantian untuk berjabat tangan dan mengucapkan selamat, Elmo pun semakin bingung dibuatnya. Setelah Elmo melihat sekeliling ruangan gedung pernikahan ini ternyata ada sesosok wanita muda yang berdiri disebelah Elmo sesosok wanita cantik dengan pakaian pernikahan yang indah dan elegan, ternyata Elmo sedang berdiri bersanding dipelaminan dengan seorang wanita idamannya yang bernama Astrid. Tiba-tiba Elmo terbangun dari mimpinya dan menarik nafas dalam-dalam beberapa kali dengan posisi duduk diatas kursi panjangnya, entah Elmo merasa mimpi ini sangat mengejutkannya dan terpancar senyuman di wajahnya. Lalu ia hempaskan kembali kepalanya keatas kursi nan empuk itu untuk melanjutkan mimpi indahnya, ternyata mimpi itu tak kunjung berlanjut sesuai dengan harapannya sampai pagi datang menerangi seisi bumi.

Seperti kebiasaan Elmo yang sudah-sudah, terbangun dari tidur panjangnya semalaman ia pun langsung membuat kopi tanpa mencuci muka terlebih dahulu, secangkir kopi panas ditenteng Elmo yang berjalan menuju teras depan rumahnya, sesampainya diteras depan secangkir kopi pun diataruh diatas meja dan duduk termenung, tiba-tiba burung beo pun bersenandung.
“Bangun-bangun sendiri, minum-minum sendiri, makan-makan sendiri, hidupku merana sekali” lantunan lagu yang dinyanyikan seekor Beo dengan sangat fasih mengucapkannya, Lalu Elmo pun berkata.
“Beriiissiiik, pagi-pagi udah nyanyi!” jawab Elmo sewot.
Elmo terperanjak kearah sangkar burung berniat untuk memberi makan dan membersihkan sangkar tersebut, setelah memberi makan dan membersihkan sangkar selesai ia pun menggantungkan kembali sangkar diatas paku, dan berjalan kearah tempat duduk teras.
Duduk dimukateras sambil menikmati kopi hangat dan sebatang rokok ia pun membaca surat kabar, lembar demi lembar ia baca. Ketika abu rokok sudah panjang ia pun mencari asbak untuk membuang, ternyata tidak ada asbak dimeja teras lalu ia membuang disalah satu pot bunga yang berada diteras. Setelah itu Elmo bingung mau menaruh rokoknya yang masih menyala jika tidak ada asbak, tanpa ragu-ragu ia menaruh rokoknya yang sedang menyala diatas korek gas dan langsung berpaling kehalaman surat kabar yang belum selesai ia baca, beberapa saat Elmo terlalu serius membaca dan Pppphhhsssssssssssttttttt terdengar suara yang sangat nyaring seperti suara gas yang bocor dan membuat Elmo loncat dari tempat duduknya. Sambil menoleh kekanan dan kiri untuk mencari asal suara tersebut, dan ternyata ia pun melihat kearah meja dan sadar kalau tadi ia menaruh rokok yang sedang menyala diatas korek gas warna hijau yang sekarang sedang berputar-putar karena bocor dan terus mengeluarkan gas dari dalam tabungnya, lalu Elmo berkomentar.
“Aduuuhh… ada-ada aja kerjaan!” Atas kejadian ini Elmo teringat dengan kasus tewasnya Cathrin di TKP kedua, setelah ia membenahi meja tersebut ia pun terperanjak kedalam rumah untuk mandi.

Pagi nan cerah Elmo berangkat dari rumah hendak menemui Pak Herman, setelah ia mandi pagi dan berpakaian kemeja kotak-kotak dengan lengan panjang yang digulung sampai siku, celana blue jeans pun selalu menjadi pasangan kemejanya. Elmo bergegas keluar dari rumah, motor 600 cc kesayangannya terparkir digarasi dengan kondisi sangat bersih karena sebelumnya ia sempat mencuci setiap sore hari. Setelah ia hampir sampai ditempat Pak Herman bekerja terlihat kesibukkan di pintu gerbang Polda Metro Jaya, lalu lalang anggota kepolisian yang memakai seragam sedang bertugas di area Polda, anggota polisi baru saja selesai melaksanakan apel pagi lalumembubarkan diri untuk melanjutkan tugasnya masing-masing, satuan kepolisian Ditlantas hendak konvoi dengan kendaraan roda dua dan roda empat keluar dari gerbang untuk melaksanakan tugas menertibkan lalu lintas kota Jakarta, setelah semuasatuan Ditlantas keluar dari pintu keluar dengan menggunakan sirene, terlihat sesosok pemuda yang sedang mengendarai motor berhenti dipinggir jalan menyaksikan konvoi anggota kepolisian, pemuda tersebut adalah Elmo yang mengendarai motor tuanya seakan ia merasa kagum melihat motor-motor besar yang digunakan anggota kepolisian tersebut. Karena salah satu impian Elmo adalah ingin sekali mempunyai motor besar untuk menggantikan motor kesayangannya yang semakin tua.
Motor yang selalu ia gunakan sampai saat ini adalah motor dari sepeninggalan ayahnya, bisa dibilang usia motor tua itu sebaya dengan usia ayah Elmo. Tetapi ayah, ibu dan adik Elmo sekarang telah tiada karena tertimpa musibah kecelakaan pada saat mereka keluar kota dengan menggunakan pesawat udara dua tahun yang lalu, sempat terbesit dan terenyuh oleh Elmo tentang harmonisnya keluarga mereka, tak mau lebih dalam memikirkan kesedihan itu lalu Elmo pun masuk pintu gerbang Polda Metro Jaya hendak menemui Pak Herman.

Ia berjalan kedalam salah satu gedung, setelah berada dalam gedung itu ia langsung menuju ke meja di mana bertuliskan “Resepsionis” dan hendak menanyakan ruang kerja Pak herman.
“Permisi mba, mau tanya ruang Pak Herman Widodo Kasat Serse dimana ya?” Tanya Elmo kepada salah satu staf wanita yang berada dibalik meja resepsionis tersebut.
“Sudah ada janji sebelumnya?” Tanya staf wanita kepada Elmo. Elmo pun langsung menjawab “sudah!” jelas Elmo.
“Lurus nanti belok kiri!” sambil mengarahkan dengan lengan kanan dan melayani dengan senyuman, tanda keramahan staf Kepolisian yang selalu mengayomi dan melayani masyarakat.
Sesampainya didepan pintu ruangan kerja Pak Herman, Elmo membaca tulisan yang terpampang didepan pintu, bertuliskan “KEPALA PENYIDIK HERMAN WIDODO, SH,MH” ia pun mengetuk dan masuk kedalam ruangan. Terlihat Pak Herman sedang sibuk membaca dan menganalisa berkas-berkas yang berada diatas mejanya, maklum karena tanggung jawab yang diemban Pak Herman sebagai Kasat Reskrim Polda Metro Jaya tidak sedikit, tidak hanya kasus-kasus dikota Jakarta saja bahkan bertaraf nasional pun ada diatas meja Pak Herman.
“Eh Elmo, tumben kamu datang, ada kabar apa?” Tanya Pak Herman
“Ada yang ingin saya bicarakan!” jawab Elmo, sambil berjalan kearah kursi yang berada didepan meja Pak Herman lalu ia pun duduk.
“Tentang apa?” Tanya Pak Herman kembali, dengan raut sedikit heran dan penasaran.
“Mengenai kasus korban yang bernama Cathrin yang rumahnya terbakar hebat!” jelas Elmo.
“Iya, kenapa memangnya?” Pak Herman pun semakin penasaran.
“Analisa saya sejauh ini, ada kejanggalan dalam kasus ini!” dengan yakin Elmo menjelaskan.
“Coba-coba kamu ceritakan kronologisnya!” Pak Herman merasa sangat penasaran sekali sehingga membuat ia antusias kepada pernyataan Elmo dan sempat menggeser bangkunya kedepan untuk lebih dekat mendengarkan cerita Elmo.

***

Prakarya Aris& Tekanan Media
Seperti aktifitas biasanya Elmo mengajarkan les musik kepada Aris, ada materi baru yang akan diajarkannya kepada Aris yaitu musik daerah yang akan dimainkan dengan harmonika kesayangan Aris.Setelah les selesai Elmo sempat mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya, buku Aris yang sempat ia pinjam, lembar demi lembaran buku itu ia buka dan tampak tulisan-tulisan layaknya rumus sepertidalam ilmu fisika atau kimia. Tapi kali ini Elmo hanya hendak mengembalikan buku yang pernah dipinjamnya kepadaAris.
“Ini Ris buku yang kakak pinjam kemarin, tapilembar yang ini kakak sobek ya?” pintaElmo kepada Aris sambil merobek salah satu lembar yang penuh tulisan rumus, lalu ia pun memberikan buku itu kepada Aris, melihat Aris sedang asik memainkan harmonikanya lalu buku itu Elmo letakkan dekat dimana Aris sedang duduk. Sempat Aris tercengang mendengar komentar Elmo, dan berkata.
“Terus, tugasnya gimana kak?” Tanya Aris memelas.
“Nanti malam baru kakak kerjain tugasnya, gimana? Sekarang kertas ini kakak bawa pulang dulu, yang pasti besok tugasnya sudah selesai deh” Jelas Elmo untuk menenangkan Aris.
“Gimana kalau besok pagi kakak anterin tugasnya kerumah Aris, sekalian nganterin Aris kesekolah naik motor, mau ngga? Tanya Elmo untuk menawarkan diri. Sontak Aris pun senang sambil berkata.
“Asiiikk…besoksekolah naik motor kak Elmo!” Aris kegirangan karena baru kali ini Elmo menawarkan Aris untuk diantar kesekolah. Setelah keceriaan itu berlalu, tampakAris kembali asik memainkan harmonika. Ada sedikit kebingunan dalam benak Elmo atas tugas apa yang nanti malam akan Elmo kerjakan, sampai saat ini pun ia masih bimbang. Setelah Elmo selesai mengajar les dirumah Aris ia pun pulang kerumah untuk beristirahat sambil memikirkan PR prakarya Aris.

Sesampainya Elmo dirumah lalu mandi dan berganti pakaian, ia pun duduk diatas kursi panjang yang berhadapan dengan TV, memegang kertas sobekan dari buku Aris dan kosentrasi membaca. Lembaran putih itu penuh dengan tulisan rumus, rumus demi rumus ia hubungkan untuk mencari titik temu sebagai dasar prakarya yang akan ia ciptakan untuk Aris, coretan demi coretan ia torehkan dalam selembar kertas itu. Dengan ditemani sebungkus rokok dan segelas kopi Elmo pun bertahan diatas tempat duduk tersebut, kaos putih dan sarung selalu ia pakai untuk pakaian santainya. Sejenak Elmo menegakkan badannya untuk merenggangkan otot karena pegal, ia pun beranjak dan mengambil gelas kosong dari dapur, pintu rumah ia buka karena ia ingin keluar rumah, Elmo berjalan kehalaman rumah dan mencari semak belukar tanaman yang penuh dengan daun, dan tiba-tiba ia menaruh gelas kosong dibawah rimbunnya dedaunan. Lalu Elmo kembali berjalan kearah pintu rumah untuk masuk karena dinginnya udara malam. Sesampainya didalam rumah, ia beranjak kekamar tidurnya dan menghempaskan seluruh tubuhnya diatas kasur karena lelah dan mengantuk.

Jam dinding menunjukan pukul 05:54 WIB, diatas kasur nan empuk itu Elmo masih tertidur lelap dengan posisi badan telungkup, tiba-tiba Elmo tersentak dan bangun walau ia belum sadar betul tetapi Elmo tetap berusaha duduk diatas ranjangnya.Ia pun berjalan keluar kamar dan meraih gelas yang berisi air kopi semalam dan meminumnya sedikit, dan melangkah kembali untuk keluar rumah, sambil melihat kekanan kiri yang ternyata matahari baru sedikit memancarkan sinarnya kebumi lalu ia melanjutkan perjalannya kehalaman rumah dan meraih gelas yang berisi air dari semak belukar dedaunan. Sedikit senyuman terpancarkan oleh Elmo, entah ia merasa senang dengan apa yang ia lihat. Elmo bergegas masuk kedalam rumah dan mencari telur ayam dalam kulkasnya, ujung telur ayam yang berada dalam genggamannya ia pecahkan sedikit kesudut meja dan ia kelurkan isi telur tersebut.Setelah isi telur keluar semua melalui lubang kecil dari kulit telur itu, lalu ia tuangkan air yang berada didalam gelas yang semalaman ia taruh dihalaman sebanyak setengah isi telur, lalu ujung telur ia tutup dengan solasi transparan dan ia simpan dalam laci meja yang berada persis dibawah TV, lalu Elmo bergegas untuk mandi.

Setelah selesai mandi iapun berjalan kearah kamarnya sambil bersiul-siul, entah kenapa pagi ini Elmo merasa sangat senang. Didepan cermin Elmo memakai kemeja yang bisa dibilang kemeja kesayangannya, konon kemeja ini hanya dipakai jika Elmo pergi malam mingguan dengan mantan-mantan kekasihnya, tidak sedikit parfum yang ia semprotkan kearah kemeja, ternyata selain ingin mengantarkan Aris kesekolah Elmo mempunyai maksud lain. Yaitu siapa tahu bertemu dengan guru Astrid nan cantik yang menjadi bayangan dalam hidupnya, sungguh cerdik Elmo memanfaatkan keadaan. Setelah semua dandanan Elmo selesai ia pun berjalan kearah TV diruang tengan dan menarik laci yang berada persis dibawah TV lalu mengambil telur yang telah diisolasi dan bergegas untuk pergi.

Dengan pakaian seragam putih merah terlihat Aris sudah siap untuk berangkat kesekolah, diruang tengah Aris sedang sibuk memasukkan bekal kedalam tas yang dibantu Bibi, tiba-tiba terdengar suara dari depan pagar rumah Aris.
“Assalamualaikum….!” Teriak Elmo dari balik pagar rumah Aris. Pagi ini Elmo ada rencana mengantarkan Aris kesekolah sekaligus mengantar tugas Aris agar ia dapat membawa PRnya yang nanti akan dikumpulkan.
“Ayo cepat, mas Elmo sudah datang!” perintah Bibi kepada Aris. Lalu Bibi dan Aris pun segera keluar dari rumah setelah mempersiapkan semua bekal dan peralatan Aris untuk sekolah, Aris menggendong tas ranselnya dan berlari keluar rumah dengan antusias. Sesampainya Bibi dan Aris keluar pagar melihat Elmo dengan duduk diatas jok motor tua, Aris pun langsung menaiki motor Elmo.
“Hati-hati ya Ris!” pesan Bibi kepada Aris, Bibi sedikit khawatir karena biasanya Bibi lah yang mengantarkan Aris kesekolah, dan baru kali ini tanggung jawab itu diemban oleh Elmo.
“Iyaa Bi” jawab Aris untuk menyakinkan orang tua yang tidak pernah absen untuk mengasuhnya.
“Siap Ris?” Tanya Elmo kepada Aris.
“Udah dong!” jawab Aris.
“Ya sudah kalau begitu saya jalan dulu ya Bi!” pamit Elmo kepada Bibi.
“Iya mas Elmo, sebelumnya terimakasih ya sudah mau mengantarkan Aris kesekolah!” simpati Bibi kepada Elmo yang sudah berbaik hati.
“Aahh, ngga apa-apa bi!” sambil tersipu-sipu, lalu Elmo pun langsung menyalakan mesin motornya Whhuuueeeerrrr….wwhhhuuueeerrr suara knalpot motor tua 600 cc yang sedang digeber Elmo agar tidak mogok, maklum karena motor tua.
“Ngebut ya kak!” perintah Boss kecil karena takut telat sampai disekolah.
“Siaaap, pegangan ya!” perintah Elmo yang seakan ingin bergegas untuk melaju.
“Hati-hati ya Aris!” ujar Bibi sambil melambaikan tangan kearah Elmo dan Aris.
Motor pun berjalan dan Aris membalas lambaian tangan Bibi dengan tangan kanan, tampakElmo berbincang-bincang dengan Aris diatas motor yang sedang melaju dan meninggalkan Bibi, entah apa yang sedang mereka perbincangkan.  Mungkin tidak jauh dari masalah PR prakarya Aris.

Pagi nan cerah disekolah, lalu lalang kendaraan melewati pintu gerbang, murid-murid berbondong-bondong memasuki ruang kelas, lapangan basket pun penuh dengan siswa-siswi  SD beserta orangtua yang mengantarkan kesekolah. Semua siswa seakan antusias menyambut pagi disekolah ini, terlihat Elmo dan Aris baru saja datang dan memasuki gerbang sekolah. Kuda besi yang bertenaga 600 cc itu pun memasuki area sekolah, dari kejauhan terdengar raungan suara knalpot yang menjadikan Elmo dan Aris menjadi pusat perhatian bagi siapapun yang mendengarnya. Motor itu ia parkir disisi sebelah ring basket, dimana motor-motor pengantar siswa yang lain parkir. Setelah Elmo dan Aris turun dari motor, terpancar raut wajah ceria dari parasElmo. Apakah karena nanti akan bertemu dengan Guru Astrid, yang menjadikan Elmo sedikit aneh pagi ini? Lalu Elmo dan Aris pun bergandengan berjalan hendak keruang kelas Aris. Aris pun sontak melihat wajah Elmo, entah kenapa Aris melihat wajah Elmo? Mungkin Aris mengingat tiga bulan yang lalu ia sering diantar oleh ayahnya pergi kesekolah dan selalu bergandengan tangan sampai ruang kelas.

Sesampainya mereka di ruang kelas Aris, tiba-tiba Elmo berkata. “Masih ingatkan rumusnya?” Tanya Elmo kepada Aris.
“Masih dong kak!” jawab Aris antusias.
“Nanti kalau kamu lupa, jelasin yang kamu ingat aja kepada bu guru Astrid.” Nasihat Elmo
“Siip deh kak!” jelas Aris.
“Ya sudah masuk gih, kak Elmo tunggu diluar mau ketemu dengan bu guru Astrid!” perintah Elmo kepada Aris.
Aris pun masuk kedalam ruangannya dan memberikan lambaian tangan kepada Elmo, dan Elmo membalas. Lalu Aris pun duduk dikursi dan mejanya. Terlihat didalam ruang kelas Aris belum begitu banyak siswa yang sudah masuk kelas, bahkan gurunya pun belum memasuki rungan.Elmo yang berada diluar ruang kelas pun menolehkan kepalanya kekiri dan kanan, hendak mencari guru Astrid untuk sedikit basa-basi atau membuka perbincangan agar ia dapat lebih akrab mengenal Astrid, dan sekaligus dapat mengetahui perkembangan Aris disekolah. Lalu ia duduk dikursi panjang yang telah disediakan diluar kelas, kursi panjang ini memang disediakan untuk orangtua yang menunggu anaknya yang sedang belajar didalam kelas. Selama lima belas menit Elmo menunggu wali kelas Aris, ternyata Astrid pun tak kunjung datang. Tak tahan menunggu Astrid, ia pun beranjak dan pergi untuk bertemu dengan Pak Herman.

Selang beberapa detik ia beranjak dari kursi panjang untuk menunggu wanita idamannya, ternyata Astrid pun datang dari arah berlainan lalu memasuki ruang kelas dengan tergesa-gesa. Sungguh malang nasib Elmo yang telah menunggu cukup lama untuk berbasa-basi dengan Astrid, ternyata ia pun tidak sadar kalau baru saja Astrid melintas dibelakangnya persis.
“Selamat pagi anak-anak!” sapa guru Astrid kepada siswa dikelas sambil menghela nafas, karena letihnya berlari kecil.
“Selamat pagi bu!” jawab siswa serentak.
“Maaf ibu sedikit telat terkena macet, bagaimana prakaryanya, sudah selesai semua?”
“Sudah bu!” jawab siswa dengan penuh antusias
“Kalau begitu ibu absen satu-satu.Siapa yang dipanggil, sekalian ditunjukkan prakaryanya didepan kelas!” ujar Astrid kepada siswa.
Astrid pun berjalan kearah meja guru dan duduk lalu membuka buku absen yang berukuran sedikit besar dari buku-buku biasanya, satu persatu Astrid menyebutkan nama siswanya.
“Adi!” dengan suarasedikit lantang agar semua siswa dapat mendengar panggilannya.Adi pun berdiri dari bangku yang sedang ia duduki,terlihat dimejanya terdapat papan berukuran 30x30 cm sebagai alas dari rangkaian sirkuit elektronik yang terdiri dari lempengan-lempengan beberapa logam yang tersambung rapi, sudut kiri bawah terdapat dua buah baterai besar, dan di sudut kanan atas papan terdapat satu buah lampu bohlam pijar, sebelum Adi berjalan kedepan kelas ia sempat membetulkan kacamatanya, maklum karena Adi termasuk murid yang gemar membaca dan termasuk murid yang paling pintar dikelas. Seakan kesulitan ia membawa papan  yang berukuran 30x30 cm kedepan kelas, dan akhirnya Adi pun sampai kedepan kelas dan meletakkan prakaryanya diatas meja yang telah disediakan persis didepan kelas. Sebelum Adi mempraktekan prakarya hasil buatannya, Astrid pun bertanya.
“Adi, coba kamu jelaskan apa yang kamu bawa!” ujar Astrid, agar semua siswa dapat memahami sebelumnya. Lalu Adi pun mengangguk dan berkata.
“Saya membawa rangkaian sirkuit listrik, lempengan logam ini tersambung dengan baterai dan lampu, kalau saya tempelkan lempengan yang terputus ini maka…”
Lampu bohlam yang padam itu pun langsung menyala, sontak teman-teman Adi pun tercengang dan sebagian ada yang tepuk tangan. Astrid yang sedang duduk dimeja guru pun ikut bertepuk tangan dan berjalan kearah Adi lalu bertanya.
“Siapa yang membantu kamu membuatkan prakarya ini?” Tanya Astrid kepada adi
“Ayah saya bu!” jawab Adi dengan polos.
“Bagus, berapa lama kamu belajar tentang sirkuit ini?” Tanya Astrid dengan senyuman atas puasnya terhadap murid yang memiliki karya baik.
“Saya diajarkan ayah saya selama seminggu bu!” jawab Adi. Lalu Astrid merubah posisi badannya yang sebelumnya berbicara dengan Adi sekarang Astrid menghadap kearah siswa-siswi yang sedang duduk. Sedikit memberi penjelasan kepada siswa terhadap komponen-komponen yang terdapat dalam rangkaian sirkuit listrik dan prosesnya sampai lampu pijar tersebut menyala. Lalu Astrid bertanya.
“Jadi anak-anak, kenapa lampu bisa menyala?” Tanya Astrid kepada semua siswa. Seluruh siswa pun masih tercengang dengan pertanyaan Astrid, karena sebagian siswa banyak yang belum mengerti kenapa bohlam itu bisa menyala.
“Karena ada aliran listrik!” jawab Astrid, lalu ia kembali menjelaskan “Batu batrei yang tidak tersambung dengan logam, menandakan tidak adanya arus listrik yang mengalir ke lampu. Jika logam tersebut ditempelkan ke batrei, otomatis arus listrik mengalir ke lampu dan menyebabkan lampu itu menyala. Itu lah sifat energi listrik terhadap lampu-lampu yang ada dirumah kalian atau yang berada didalam kelas ini” penjelasan Astrid kepada seluruh muridnya sambil mempraktekan langsung.
“Ya sudah kamu boleh duduk!” perintah Astrid untuk mempersilahkan Adi duduk kembali.
Lalu Adi meraih sirkuit tersebut untuk dibawa ke meja dimana ia duduk, berjalannya Adi ketempat duduknya  serentak teman-teman dan guru Astrid bertepuk tangan atas hasil karya Adi. Wajah Astrid sangat senang melihat antusias siswa-siswi atas tugas prakarya yang ia berikan kepada anak muridnya yang masih duduk dibangku kelas tiga, walaupun sebelumnya ia sempat pesimis dengan tugas prakarya ini. Astrid pun berjalan ke meja guru untuk memanggil kembali murid lainnya agar maju kedepan.

Dilain sisi Elmo yang baru tiba di Polda Metro Jaya, setelah mengantar Aris. Ia pun berjalan memasuki salah satu gedung Polda untuk menuju ruang kerja Pak Herman, belum sampai Elmo keruang kerja Pak Herman ia pun menghentikan langkahnya. Melihat Pak Herman dari kejauhan berada didalam ruang meeting, dimana didalam ruang tersebut terdapat Pak Herman dan tiga orang petinggi kepolisian yang jabatannya lebih tinggi dari Pak Herman. Tampak seakan ketiga petinggi kepolisian tersebut berbicara sedikit keras kepada Pak Herman, entah apa yang sedang mereka bicarakan. Elmo pun mengendap-endap dan bersembunyi dibalik pintu untuk mengintip dari kejauhan, melihat perbincangan tersebut seakan ada masalah yang serius yang dibahas oleh petinggi kepolisian kepada Pak Herman.

Tak lama kemudian ketiga petinggi kepolisian itu pun berjalan keluar dari ruang meeting, setelah itu Pak Herman yang masih berada diruangan tersebut tiba-tiba keluar. Elmo yang melihat dari kejauhan pun berlari mengejar Pak Herman, dengan langkah tergesa-gesa ia terus mengejar, ketika hampir mendekati Pak Herman ia pun memanggil.
“Pak Herman!” ujar Elmo sambil berlari, lalu Pak Herman pun membalikkan badan dan menghentikkan langkahnya untuk mencari suara yang memanggil namanya. Setelah memperjelas penglihatannya, ternyata ada sesosok anak muda yang tidak asing berlari kearahnya lalu ia pun tersenyum dan berkata.
“Elmo, sudah sampai kamu!” sapa Pak Herman dengan ramah.
“Sudah, sudah dari tadi” jawab Elmo dengan nafas terengah-engah setelah berlari mengejar Pak Herman, lalu mereka pun berjalan sambil berbincang menuju ruang kerja Pak Herman.
Sempat terbesit oleh Elmo terhadap tingkah laku Pak Herman yang selalu ramah dan bersahaja ketika bertemu dengan semua orang. Kali ini Elmo sangat mengetahui kalau ada masalah serius yang sedang dihadapi oleh Pak Herman. Tapi Pak Herman begitu profesional menutupi semua masalah-masalahnya bahkan ia sempat tersenyum dan menyapa Elmo dengan hangat seakan Pak Herman  tidak sedang menghadapi masalah.

Kembali ke suasana kelas Aris. Astrid yang sedang memegang buku Absen lalu memanggil nama dari salah satu siswa berikutnya untuk maju kedepan kelas.
“Angel!” panggilguru Astrid.
Terlihat dimeja depan kelas Angel meletakkan dua buah gelas plastik transparan,kedua gelas itu memiliki ukuran yang berbeda yang satu lebih besar dan tinggi, yang satu lebih kecil dan pendek, dan ada satu botol yang berisi sirup berwarna merah yang telah dicampur air.Lalu air dalam botol sirup tersebut ia tuangkan kedalam gelas yang berukuran besar, setelah terisi hampir penuh lalu kedua gelas itu ia dekatkan satu sama lain. Angel pun bertanya kepada teman-temannya yang sedang duduk dan serius menyaksikan.
“Ada yang bisa mindahin air dari gelas yang besar kegelas yang kecil?” Tanya Angel kepada teman-temannya.
“Saya bisa...saya bisa!” jawab teman-teman Angel, yang berlomba-lomba mengangkat tangan untuk membantu Angel menuangkan air dari gelas satu kegelas yang lain.
“Eeeiitt…tapi tidak boleh menuangkan gelas yaa!” persyaratan Angel kepada teman-temannya. Sontak semua terdiam heran dan tercengan, teman-teman Angel pun langsung mengurungkan niat untuk membantu karena bingung memindahkan air tanpa menuangkannya, bahkan raut wajah guru Astrid pun ikut bingung.
“Tenang, mau tau caranya?” seakan Angel memberikan teka-teki kepada teman-temannya dan guru Astrid. Lalu Angel mengeluarkan selembar tisu putih terlipat dari dalam saku bajunya, Tisu putih tersebut ia bentangkan dan ia gulung sehingga membuat tisu menjadi panjang dan ia pun berkomentar.
“Ini dia caranya!” jawab Angel dengan penuh antusias.

Wajah para siswa pun tercengang dan masih bingung terhadap apa yang akan dilakukannya, karena tisu putih tersebut adalah tisu biasa yang mudah didapat dimana saja. Banyak yang bertanya-tanya apakah tisu putih itu akan membantu Angel untuk menuangkan air dari gelas besar kegelas yang lebih kecil? Seakan Angel akan bermain sulap layaknya Pesulap di Televisi.Lalu seluruh tisu tersebut ia masukkan kedalam gelas yang berisi air hingga permukaan tisu basah seluruhnya, tisu yang sudah basah itu ia angkat dari gelas dan ia taruh diantara kedua Bibir gelas.Perlahan tisu yang basah itu menetes kedalam gelas kecil, seakan-akan air mengaliri melalui tisu sehingga tetesan tersebut membuat genangan air didalam gelas yang keringsebelumnya, lambat laun genangan air tersebut semakin bertambah tinggi. Teman-teman Angel bahkan masih terheran-heran dengan hasil karya Angel, dan guru Astrid beranjak dari tempat duduknya. Lalu berjalan sambil tepuk tangan dan diikuti oleh tepuk tangan teman-teman satu kelasnya, dan Astrid berkata.
“Hebat-hebat, Angel hebat!” ujar Astrid kagum.
“Siapa yang mengajari kamu Angel?” Tanya Astrid kepada Angel, dengan senyuman manis seorang guru yang kembali takjub dengan prestasi murid-muridnya.
“Mama saya Bu!” jawab polos Angel.
“Ada yang tau kenapa air ini bisa pindah kegelas kosong?” Tanya Astrid kepada semua muridnya, yang masih asik menyaksikan karya Angel.
“Nggaaa….!” Jawab anak-anak serentak.
“Itu karena air bersifat meresap dan mengalir, jadi air ini meresap kedalam tisu dan mengalir perlahan atau menetes kedalam gelas kosong karena adanya gravitasi, sehingga air akan memenuhi gelas kosong tersebut dan berhenti jika permukaannya sama rata dengan gelas disebelahnya”ujar Astrid memberi penjelasan.
“Oooohhh… gitu!” jawab siswa-siswi dengan takjub.

Dilain sisi diruang kerja Pak Herman tampakElmo dan Pak Herman membicarakan hal yang serius, lalu ia berkata.
“Jadi ketiga orang yang bersama Pak Herman diruang meeting itu adalah petinggi-petinggi kepolisian?” Tanya Elmountuk memastikan rasa penasarannya. Lalu Pak Herman pun menjawab “Ya!” jawaban singkat itu seolah menandakan Pak Herman tidak telalu serius untuk membahas masalah tersebut.
“Kalau saya boleh tau apa sih pak yang dibicarakan, sepertinya serius sekali?” Tanya Elmo antusias. “Huufftt!” Pak Herman menghela nafas, seakan ia pun berat menceritakan masalahnya kepada Elmo. Tetapi Elmo selalu mendesak ingin  tau, karena niatan Elmo semata-mata hanya ingin membantu masalah dari Pak Herman. Berhubung Elmo orang terdekat Pak Herman, akhirnya Pak Herman pun luluh untuk menjaga rahasianya dan menceritakannya kepada Elmo.
“Sebenarnya saya dapat teguran dari atasan saya, karena seringnya media memberitakan tak kunjung tuntas kasus tewasnya diplomat tersebut, ditambah dengan tewasnya wanita dengan kondisi mengenaskan dirumahnya sendiri” jelas Pak Herman kepada Elmo.
“Biar saja media membesar-besarkan kasus itu, toh tidak mempengaruhi kinerja dari kepolisian!” tegas Elmo karena terbawa emosi.
“Memang tidak mempengaruhi kinerja kepolisian, tetapi gembor-gembor berita di media dapat menggeser nama baik institusi dimata publik. Dalam hal ini saya bertanggung jawab penuh atas kasus tewasnya diplomat dan kasus-kasus lainya diseluruh kota Jakarta. Jika dalam waktu yang sudah ditentukan saya belum menyelesaikan kasus ini, maka saya akan dipensiunkan lebih cepat. Yaa mudah-mudahan saja kasus ini cepat terselesaikan” jelas Pak Herman kepada Elmo.

Mendengar semua penjelasan Pak Herman Elmo pun ikut terenyuh dan iba, padahal selama puluhan tahun jasa Pak Herman mengabdi kepada institusi ini, banyak menghasilkan prestasi dan penghargaan yang membanggakan. Tetapi kenapa disaat penghujung masa jabatannya ia mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan? Masalah ini menjadi pikiran yang mendalam bagi Elmo, lalu ia pun berkata.
“Tenang Pak Herman, saya janji akan membantu menuntaskan kasus ini secepatnya!” ujar Elmo dengan senyum manis penuh optimis untuk menghibur suasana hati Pak Herman.
“Kalau begitu saya pulang dulu ya pak, hari sudah semakin siang!” ujar Elmo kepada Pak Herman.
“Ya sudah, saya juga harus menyelesaikan beberapa tugas!” jawab Pak Herman, lalu ia pun beranjak dari tempat duduknya dan melangkah untuk keluar ruangan. Setelah Elmo keluar dari ruangan dan hendak menutup pintu, tiba-tiba Elmo melongokkan kembali kepalanya dari balik pintu dan berkata.
“Pak, jangan lupa makan siang!” ujar Elmo atas kepeduliannya kepada Pak Herman untuk mengingatkan agar  tidak lupa makan siang, karena melihat Pak Herman terlalu serius bekerja, padahal saat ini sudah masuk jam istirahat kerja dan waktu makan siang.
“Iya, terimakasih” jawab Pak Herman singkat karena masih sibuk membaca berkas-berkas dari kasus diatas mejanya. Lalu Elmo pun menarikuntuk menutup pintu dan ingin beranjak pergi, belum sempat atau hampir beberapa sentimeter untuk menutup pintu, Pak herman pun berkata.
“Heeeyyy...!” terdengar suara dari balik ruangan,sontak Elmo kembali membuka pintu dan melihat kearah Pak Herman.
“Kamu juga jangan lupa makan siang!” ujar Pak Herman yang mempedulikan Elmo, lalu ia pun menjawab.
“Siiaapp komandan!” dengan suara lantang meledek sekaligus gaya petugas yang sedang menghormati komandannya. Melihat tingkah lakuElmo, Pak Herman pun tersenyum kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan ia pun menutup pintu dan pergi, langkah demi langkah ia lalui. Sekitar tujuh meter berjalan dari ruangan Pak Herman, langkahnya terhenti lalu ia menoleh kebelakang, ia kembali memandangi dari kejauhan Pak Herman dari balik jendela ruang kerja tersebut. Terlihat dari kejauhan Pak Herman masih sibuk membaca berkas-berkas diatas mejanya, bahkan Pak Herman belum beranjak untuk makan siang. Disinilah dimana hatinya kembali tersentuh merasa iba sekaligus simpati melihat kerja keras Pak Herman saat ini.Setelah beberapa detik ia memperhatikan Pak Herman dari kejauhan, lalu ia pun kembali berjalan untuk keluar dari gedung tersebut.

Kembali dalam suasana kelas Aris, dimana Aris menyaksikan kehebatan hasil karya teman-temannya, ada rasa sedikit minder dalam benaknya atau tidak percaya diri atas hasil prakarya yang dibantu kak Elmo, tak henti-hentinya ia memandangi telur dalam genggamannya, sampai akhirnya salah satu teman sebangkunya yang bernama Shanti bertanya.
“Ris, kamu pegang apa? Tanya Shanti penasaran.
“Megang telur, ini hasil karyaku!” jawab Aris dengan sedikit lemas karena takut ditertawakan satu kelas.
“Karya kamu telur, memangnya kamu bawa telur untuk apa?” Tanya Shanti kembali. Tiba-tiba Wendra teman Aris yang duduk persis didepan Aris pun menoleh kebelakang dan mengejek Aris karena hasil karya Aris hanya sebutir telur, dan berkata.
“Untuk bekal makan siang ya? Hahahhhaaha...” sontak Wendra dan Shanty tertawa terbahak-bahak, tetapi Aris hanya bisa terdiam, tidak menggubris ledekan teman-temannya. Setelah sekitar lima siswa yang maju kedepan untuk mempragakan prakarya mereka, akhirnya nama Aris pun mendapat giliran oleh guru Astrid.
Aris langsung berjalan perlahan kedepan kelas sambil menggenggam sebutir telur ayam prakaryanya, sesampainya Aris didepan kelas ia pun berdiri persis dibelakang meja yang telah disediakan didepan kelas.Dengan pandangan lurus kedepan dimana teman-temannya duduk dan menyaksikan prakarya apa yang akan Aris suguhkan, perlahan tangan kanan Aris yang menggenggam sebutir telur pun ia angkat. Awalnya ia menggenggam, sekarang ia memegang telur hanya dengan dua jari yaitu telunjuk dan ibu jari, tangan kanan menjulur kedepan sehingga telur itu pun sejajar dengan dada Aris, Sontak teman-teman Aris seisi ruangan tertawa terbahak-bahak.
“Whhahahhahahhhaaa….” Teman-teman Aris terbawa geli karena melihat prakarya Aris hanya sebutir telur ayam.
“Hahaha…. Aris kamu bawa apa?” celetuk Angel untuk menanyakan apa sebenarnya prakarya  Aris, Aris pun menjawab dengan polos.
“Telur….!” Jawab Aris singkat.
“Whahahhahahaahahahahahaa…!” teman sekelasnya pun kembali tertawa terpingkal-pingkal. Dengan rasa penasaran dan raut wajah yang tersenyum lebar karena terbawa suasana yang lucu,sungguh terasa suasana jenaka karena jawaban Aris yang begitu polos, laluAstrid pun bertanya.
“Maksudnya, apa prakarya kamu dengan telur itu?” Tanya Astrid sambil tersenyum, lalu Aris pun menjawab.
“Sebenarnya ini hanya telur ayam biasa” Jelas Aris. Seisi kelas pun mulai hening karena serius mendengarkan komentar Aris. Tiba-tiba Aris menaruh telur diatas meja tanpa melepas pegangan dua jarinya tersebut dan berkata. “Lihat ya, semua!” perintah Aris kepada teman-temannya agar memperhatikan dengan seksama, apa yang sedang Aris lakukan.

Perlahan kedua jari Aris yang menyentuh telur tersebut ia lepas, dan apa yang terjadi, semua pandangan teman-teman yang berada didepan Aris pun tercengang dan berkata “Whhaaaaa” seakan takjub melihat telur tesebut, guru Astrid pun seakan lupa menutup mulutnya karena tercengang melihat prakarya Aris yang hebat sekaligus mustahil. Ternyata sebutir telur yang Aris letakkan diatas meja itu perlahan melayang keudara, seakan mengambang diatas permukaan meja. Lalu Aris pun bertanya.
“Hebatkan?” Tanya Aris kepada semua teman-temannya.
“Bukan sulap bukan sihir…!” seakan ia menegaskan kalau ini bukan sulap atau sihir layaknya tontonan di televisi.
“Mau tau kenapa telur ini bisa terbang?” Tanya Aris. Terlihat telur itu terus terbang dan melayang diudara setinggi atau sejajar dengan dada Aris. Ada sedikit pergerakkan naik turun-naik turun dari telur tersebut, seolah mengapung  didalam air. Lalu Aris pun berinisiatif dan berkata.
“Lihat ya semua!” perintah Aris.
Aris pun meraba-raba bagian atas telur untuk memastikan tidak ada tali yang menggantungkan telur tersebut, dan meraba-raba bagian bawah untuk memastikan tidak ada yang menyanggah bagian bawah telur sehingga terlihat melayang. Tiba-tiba Astrid berkata.
“Aris, bagaimana kamu bisa melakukan itu? Siapa yang membantu kamu?” Tanya Astrid yang masih diliputi penasaran atas melayangnya sebutir telur di udara.
“Kak Elmo yang bantuin!” jawab Aris polos dengan nada sedikit pamer tentang hebatnya telur tersebut.
Dengan mimikwajah yang masih terheran-heran Astrid berjalan mendekati Aris, untuk mencoba meraih telur yang melayang diudara tersebut dan bertanya. “ Kamu bisa menjelaskan, kenapa telur ini bisa terbang?” Tanya Astrid. Sontak Aris menjawab “Bisa dong!”
Lalu Aris membalikkan badannya mengarah kehadapan papan tulis yang berwarna putih atau yang biasa disebut whiteboard, tangan kanan Aris meraih spidol berwarna hitam dan menuliskan sesuatu. Aris menuliskan proses terjadinya embun dan menguapnya embun. Awalnya embun berwujud “Gas” setelah gas itu merasakan udara dingin dipagi hari lalu “Mencair” dan cairan itulah yang biasa disebut dengan embun. Setelah matahari menyinari bumi dipagi hari, udara pun berubah menjadi panas lalu embun tersebut memuai menjadi ‘Uap”.

Astrid dan semua siswa memperhatikan dengan seksama terhadap suatu tulisan yang ditorehkan Aris dipapan tulis, setelah Aris selesai menuliskan penjabaran dari prakaryanya lalu Astrid bertanya.
“Jadi apa hubungannya telur terbang dengan prosesnya embun pagi?” tanya Astrid kepada Aris dengan penuh penasaran. Lalu Aris menjawab.
“Sebenarnya telur itu sudah diisi dengan air embun pagi bu!” jelas Aris.
“Air embun pagi seperti yang berada ditanaman, disaat pagi menjelang?” tanya Astrid kembali untuk memastikan.
“Iyaaa buu! Jawab Aris dengan tegas.
“Terus!” ujar Astrid untuk menerima penjelasan selanjutnya dari Aris. Karena Astrid semakin penasaran seakan dikepalanya terdapat tanda tanya besar dengan hasil karya ini.
“Jadi sebelumnya telurini dibolongi dulu, setelah bolong semua isi telur dikeluarinlewat lubang yang udah dibolongi tadi.Semua isi telur dipastiin udah keluar, lalu diisi dengan air embun pagi, ya kira-kira setengah dari isi telur, lalu ditutup dengan solasi dan dibiarin beberapa saat, biasanya setelah matahari manasin bumi seperti siang ini, lama-lama juga terbang! Hehehehe....!” jelas polos Arisuntuk meyakinkan.

Disela rasa penasaran Astrid yang terus bertanya, teman-teman Aris pun sibuk bermain dan berebut untuk menyentuh telur tersebut, teman-temannya pun tidak tertarik dengan penjelasan proses embun yang berada di papan tulis, maklum karena kelas ini baru diduduki oleh siswa kelas tiga SD jadi belum mengenal rumus-rumus kimia dan fisika, lalu Astrid pun bertanya.
“Kalau embun kan memang bisa menguap sehingga bisa membuat benda itu terbawa keatas atau melawan gravitasi, tapi kan kalau didalam telur tertutup mana bisa menguap?”
“Bisa dong bu, karena kulit telur itu kan punya lubang kecil-kecil yang ngga kelihatan sama kita!” jawab Aris dengan jenius. Lalu Astrid pun berkata.
“Maksudnya kulit telur punya pori-pori yang tak kasat mata, gitu?” tanyaAstrid seakan pertanyaanya tak perlu dijawab karena ia pun sebenarnya mengetahui kalau kulit telur mempunyai pori-pori yang tak akan terlihat langsung dengan mata telanjang. Lalu Astrid pun mengangguk-angguk seakan ia bingung, takjub dan terus memikirkannya.

***

Astrid Merasakan Hal Yang Sama
Sepanjang aktifitas belajar mengajar, beberapa kali terbesit oleh Astrid tentang kepintaran Elmo yang mengajari Aris dalam menyelesaikan prakaryanya. Beberapa kali juga Astrid terbayang oleh paras Elmo, yang kalau dipikir-pikir ternyata Elmo mempunyai paras cukup menarik dan dapat dikategorikan pemuda yang tampan dimataAstrid.
Setelah pelajaran usai semua siswa pun sibuk keluar kelas untuk pulang dan bertemu dengan orang tua mereka yang telah siap menjemput masing-masing anak mereka. Terlihat Aris masih sibuk berkemas untuk pulang, setelah semua buku dan alat tulis lainnya sudah Aris masukkan kedalam tas, iapun menggendong tas ransel itu lalu beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan ke arah pintu kelas. Tiba-tiba Astrid yang sedang duduk dikursi dan meja guru memanggil Aris.
“Aris kamu pulang sama siapa?” tanya Astrid, lalu Aris pun menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Astrid dan berkata.
“Pulang sama Bibi!” jawab Aris singkat, lalu ia pun menjelaskan kembali.
“Kalau tadikan diantarkan sama kak Elmo, tapi sekarang Bibi yang jemput” jelas Aris kepada guru Astrid.
“Apa, diantar sama mas Elmo?” tanya Astrid heran. Astrid pun terbesit dalam benaknya seberapa dekat Aris denagn Elmo sampai-sampai Elmo mau mengatarkan Aris kesekolah, padahal Elmo hanya sebagai guru les dari Aris. Apakah benar Elmo memang pemuda yang sangat baik hati?
“Iya, diantar sama kak Elmo” tegas Aris kembali. “Memangnya kenapa bu?” tanya Aris.
“Oohhh.... ngga apa-apa!” jawab Astrid gugup.
“Kalau begitu Aris pulang dulu ya bu!” pamit Aris kepada Astrid, Aris pun berjalan keluar kelas untuk menemui Bibi yang biasa menunggu dekat lapangan basket.

Terlihat Astrid terdiam sejenak, seakan-akan ia menyesal kedatangganya terlambat kesekolah karena pagi tadi ternyata Elmo datang untuk mengantar Aris kesekolah, keheningan dan pemikiran tentang Elmo pun membuat Astrid melamun. Tiba-tiba setelah ia sadar atas lamunannya. Ia pun beranjak dari tempat duduknya dan memanggil Aris yang sudah jauh keluar dari kelas.
“Arisss...!” teriak Astrid dalam kelas sambil berlari mengejar Aris. Setelah ia keluar dari ruang kelas, Astrid pun sibuk mencari Aris karena banyak siswa lain yang berjalan berbondong-bondong dan mengenakan seragam sekolah yang sama, membuat Astrid kesulitan mencari Aris. Pandangannya pun tak henti-henti untuk menoleh kekiri dan kekanan, dari kejauhan Astrid pun melihat seorang siswa yang menggendong tas ransel berjalan ke arah lapangan basket. Dibalik keramaian siswa yang menjadi perhatian dari kejauhan menggunakan tas yang cukup dikenal oleh Astrid, dari jarak kira-kira sepuluh meter darinya,ai pun mempercepat langkahnya, akhirnya siswa tersebut bertemu dengan wanita paruh baya yang sedang menunggu dan siap untuk menjemput anaknya, ternyata wanita paruh baya itu adalah Bibi. ia semakin yakin kalau yang  ia kejar itu adalah Aris, langkah demi langkah Astrid lalui dan akhirnya ia bertemu dengan Aris, dengan nafas terengah-engah Astrid pun langsung berbicara dengan Bibi.

Entah apa yang sedang mereka bicarakan sampai-sampai Astrid mengeluarkan ponsel dari sakunya laluBibi pun juga mengeluarkna ponsel dari tas kecilnya, dari kejauhan seakan mereka membicarakan seusatu yang serius. Setelah pembicaraan selesai Bibi lalu pamit dan menggandeng tangan Aris untuk pulang, Astrid pun melempar senyuman kepada Bibi. Setelah Bibi pamit dan berjalan ke arah pintu gerbang, lalu Astrid pun hendak kembali kekelasnya dimana barang-barangnyaAstrid masih tertinggal disana. Sambil berjalan Astrid menggenggam ponsel dan melihat layar ponsel tersebut, tiba-tiba ia tersenyum kecil tanpa alasan, seakan ia merasa senang sehabis bertemu dengan Bibi.

Ketika malam datang suasana lingkungan perumahan yang cukup padat, rumah yang satu dengan lainnya saling berdekatan terlihat sunyi malam ini. Di salah satu rumah sederhana ini, tampak penghuni tinggal seorang diri, yaitu Astrid. Astrid tinggal di rumah sederhana peninggalan orang tuanya, sedari kecil hingga saat ini Astrid tetap tinggal di rumah ini. Bagian teras rumah Astrid penuh dengan tanamam-tanaman yang beraneka ragam warna, cukup tanaman ini sebagai penjaga rumah disaat Astridtetidur lelap maupun disaat Astrid pergi untuk mengajar.

Tampak diruangan ia sedang sibuk membaca buku. DATA PERKEMBANGAN SISWA diatas meja makan, dengan ruangan yang tidak begitu lebar ia pun serius membaca. Sedikit cemilan sepotong roti dan segelas teh hangat ikut menemani Astrid, setelah ia selesai membaca ia pun menenggak teh hangat itu dengan penuh hati-hati karena ia pikir teh hangat itu takut melukai bibir manisnya. Setelah teh itu membasahi bibirnya ternyata teh itu telah dingin dan ia pun menenggak lebih banyak karena terasa kering tenggorokan sehabis memakan roti.
Setelah ia minum teh hangat yang menyegarkan tenggorokannya, lalu gelas itu ia taruh ditempat semula, terlihat disebelah gelas terdapat ponsel, Astrid pun meraihya. Sedikit melihat isi dalam ponselnya, Apakah ada yang menelepon? Atau adakah SMS yang masuk? Ternyata tidak ada SMS maupun telepon yang masuk. Beberapa kali Astrid menggengam dan sedikit tersenyum kecil, seakan ada sesuatu yang disimpan dalam benaknya. Ternyata Astrid melihat-lihat nomor telepon Elmo yang tadi siang diberikan oleh Bibi, begitu besar dorongan dalam hatinya untuk atau ingin mengucapkan “Terimakasih” kepada Elmo atas susah payahnya membantu Aris membuatkan prakarya, yang menjadikan Aris mendapat nilai tertinggi dikelas. Bahkan Elmo tidak hanya membantu meningkatkan nilai Aris tapi juga mengembalikan kepercayaan diri Aris dikelas.

Entah kenapa Astrid yang begitu percaya diri disekolah seakan tak kuasa untuk mengucapkan “Terimakasih” kepada Elmo, bahkan kalimat itu tidak panjang dan tidak perlu dirangkai dengan kalimat lain agar terdengar indah, karena kalimat “Terimakasih” itu pun sebenarnya cukup sudah indah apalagi diucapkan dengan hati yang tulus. Berkali-kali Astrid dilanda kebimbangan, ia bingung untuk mengucapkan kalimat itu kepada Elmo melalui SMSatau telepon secara langsung. Kalau dengan SMS ia takut merasa kurang sopan untuk diucapkan, kalau berbicara langsung iapun takut gugup dan terbata-bata jika mendengar suara Elmo. Lalu Astrid beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamar tidur, sesampainya dikamar tidur Astrid pun menghempaskan badannya diatas kasur nan empuk, sedikit berguling-guling diatas kasur karena bingung memikirkan harus memulai dari mana. Tiba-tiba Astrid tertawa kecil merasa takut malu, grogi dan gemas setiap menekan tombol ponselnya untuk menelepon.
“Mhhuufftt...” suara Astrid menarik nafas, akhirnya ia telah membulatkan tekadnyauntuk menelepon. Walau apapun resiko yang ia hadapi nanti ia pun siap menanggung keputusan ini, seakan masalah ini menyangkut hidup dan matinya menjadikan Astrid berpikir berlebihan.
“Halo....haloooo...!” suara Elmo pun terdengar dari ponsel Astrid, dengan ragu dan sedikit malu Astrid menjawab. “Halo...” itulah kata pertama yang keluar dari multu Astrid, entah kenapa Astrid begitu berat mengucapkan kata “Halo” kepada Elmo, lalu Elmo berkata.
“Iya... ini dengan siapa?” tanya Elmo penasaran.
“Saya Astrid, guru sekolah Aris!” jelas Astrid degan rasa was-was. Sontak Elmo terbelalak dan raut wajahnya pun berubah menjadi sumringah mendengar suara Astrid dari ponselnya. Elmo yang berada didalam rumah dan sibuk meneliti tewasnya diplomat dan wanita yang terbakar itu,spontan berpalingmeninggalkantugasnya sejenak. Diatas kursi panjangnya yang berada diruang tengah, didepan televisi yang menyala seakan menjadi saksi melihat wajah Elmo yang sumringah. Sempat terpikir olehnya, ada apa gerangan yang membuat Astrid meneleponya malam-malam.
“Adakabar apa bu Astrid?” tanya Elmo dengan nada sumringah.
“Kokmasih panggil saya bu, apa saya sudah kelihatan tua ya? Panggil saya Astrid saja” jelas Astrid merendah.
“Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada mas Elmo, yang telah membantu Aris untuk membuat prakarya!” jelas Astrid.
“Oohh...berhubung tugas Aris perlu bantuan wali murid dan kebetulan saya memiliki waktu senggang jadi saya berinisiatif unjtuk membantu Aris, karena mamanya Aris kan jarang dirumah” jelas Elmo kepada Astrid. Mendengar alasan yang tulus dari Elmo, Astrid pun ikut terenyuh simpati dan kagum terhadap sosok pemuda yang bijaksan ini. Lalu Elmo berkata kembali.
“Saya juga mengucapkan terima kasih kepada...Astrid yang sudah memperhatikan Aris disekolah, beruntung Aris memiliki guru yang sangat peduli terhadap siswanya” jelas Elmo yang mulaimembiasakan menyebut nama Astrid tanpa “Bu”, dan pujian terhadap sikap Astrid yang sangat mengayomi semua siswanya.
“Ahh...itukan memang sudah tugas saya mas Elmo!” jawab Astrid yang tersanjung dengan pujian Elmo.
“Jangan panggil saya mas, panggil nama saja biar tidak terdengar kaku!” pintaElmo kepada Astrid. Karena usia mereka tidak terpaut jauh, akhirnya Elmo berinisiatif untuk saling memanggil nama satusamalain.LaluAstrid berkata.
“Saya hanya ingin mengucapkan itu saja, maaf kalau sudah menggangu Elmo” ujar Astrid yang mulai terbiasa mengucapkannamaElmotanpa “Mas” walau agak kaku.
“Tidak apa-apa sama sekali tidak menggangu kok!” jawab Elmo.
“Ya sudah, kalu begitu selamat malam Elmo!” pamit Astrid kepada Elmo untuk menutup perbincangganya malam ini.
“Selamat malam!” jawab Elmo dengan senang hati.
“Tttuuuutttt” tanda telah berakhirnya sambungan telepon, Elmo pun gembira bukan kepalang, ternyata wanita idamannya menelepon tiba-tiba dan mengucapkan “Terima kasih” sempat ia melompat-lompat kegirangan dan terus menggenggam ponsel. Dilain sisi ternyata Astridterdiam dan memikirkan sesuatu, ia terngiang akan kalimat yang baru saja ia ucapkan Saya hanya ingin mengucapkan itu saja,seakan kalimat ini terlalu kaku dan tak perlu diucapkan.Ia pun malu jika mengingat-ingat kalimat tersebut, tetapi ia merasa sangat senang karenaElmo juga mengucapkan “Terima kasih” kepadanya.Senyuman kecil menghiasi wajah Astrid, seakan masih terngiang suara Elmo ditelinganya.

Malam ini terasa panjang oleh Astrid, dan bebebrapa kali ia memejamkan mata ia pun tak kunjung terlelap. Ia terus memikirkan paras dan suara Elmo. Posisi badan terus ia ubah untuk mencarikenyamanan dalam tidurnya, tapi ia tak kunjung terlelap rasa senang itu terus menyelimutinya. Terkadang terpikir oleh Astrid, Apakah benar ini yang dinamakan jatuh cinta? Setelah sekian lama Astrid bergelut dengan rasa senang yang ia rasakan, lalu ia pun terlelap dengan menggengam ponselnya, Begitu juga dengan Elmo yang terlelap diatas kursi panjangnya dengan ponsel tergeletak diatas dada.

Pagi hari yang penuh suka cita bagi Elmo, terdengar lantunan lagu yang dinyanyikan olehnya, suara itu terdengar jelas dari kamar mandi. Rencana hari ini ia akan pergi ke Polda MetroJaya karena ia harus melaporkan dan berkordinasi dengan Pak Herman terhadap kasus-kasus yang sedang ditanganinya. Selain itu ia juga berencana menawarkan diri untuk mengantar Aris kesekolah, berhubung perjalanan Elmo searah dengan sekolah Aris.Setelah selesai mandi ia pun keluar dari kamar mandi hanya berbalut dengan handuk, lantunan lagu itu seakan tak berhenti walau ia sudah selesai mandi, lalu ia pun berjalan kearah kamarnya hendak mengenakan pakaian. Seperti biasa kemeja kotak-kotak dengan warna yang berbeda ia kenakan. Tak lupa Blue Jeans sebagai pasangan kemeja tersebut. Setelah semua selesai ia pun langsung menuju rumah Aris.
“Assalamuaikumm...!” Elmo pun langsung masuk kedalam pagar umah Aris, terlihat diruang tengah Aris dan Bibi seakan sudah siap berangkat kesekolah.
“Ehhh mas Elmo!” ujar Bibi.
“Bi, Aris sudah mau berangkat ya?” Tanya Elmo.
“Iya, memangnya kenapa mas Elmo?” tanya Bibi.
“Kebetulan saya mau berangkat ke Polda, jadi searah dengan sekolah Aris. Bagaimana kalau saya saja yang mengantar Aris kesekolah!” pinta Elmo kepada Bibi.
“Apa tidak merepotkan mas Elmo?” tanya Bibi
“Tidak Bi”jawab Elmo. Lalu Aris pun berkata.
“Iya Bi, sama ka Elmo aja. Kalau naik motor kan bisa ngebut!” ujar Aris antusias dengan tawaran Elmo.
“Ya sudah, kalau begitu Bibi mau beres-beres rumah. Kamu hati-hati ya dijalan.” Jawab Bibi kepada Aris, lalu Bibi pun berkata kepada Elmo.
“Terimakasih ya mas Elmo!” ujar Bibi kepada Elmo
“sama-sama bi!” jawab Elmo dengan tersenyum, lalu ia pun berkata kepada Aris
“Ayo bos kita berangkat!”
Akhirnya mereka berdua pun berjalan keluar rumah, melewati pagar dan menuju motor Elmo yang sedang terparkir diluar gerbang. Di atas motor dengan kecepatan sedang mereka pun bernyanyi-nyanyi, seakan Elmo dan Aris menyambut pagi ini dengan penuh keceriaan. TampakAris berpegangan erat dengan Elmo tetapi ia pun tetap bernyanyi, sesekali suara Aris terdengar keras karena terlalu semangat untuk bernyanyi dan melepaskan gelak tawa. Sesampainya mereka disekolah, mereka pun berjalan menuju kelas, kali ini Elmo mengantar Aris sampai kedalam ruangan kelasnya, lalu Aris pun duduk dibangkunya, dan Elmo berkata.
“Belajarnya yang rajin yaa, kalau ada pelajaran yang tidak dimengerti jangan malu bertanya sama ibu Astrid. Nanti pasti diberitahu!” nasihat Elmo kepada Aris.
Lalu Aris pun menganggukkan kepalanya, tanda ia mengerti maksud yang disampaikan Elmo. Lalu ia pun beranjak setelah mengantar dan berbicara dengan Aris, hendak menuju pintu kelas untuk keluar dari ruang kelas.

Sesampainya didepan pintu kelas iamenolehkanpandanganya ketangan kanan untuk memeriksa waktu dengan jam tangannya, setelah melihat jam tangan itu ia pun memacu langkahnya dan berjalan sedikit tergesa-gesa karena ada janji dengan Pak Herman. Keluar dari pintu ia mengarahkan langkahnya kearah kanan dan tiba-tiba, BbruukkkElmo bertabrakan dengan seorang guru, buku yang dibawa guru itu pun berhamburan diatas lantai. Sontak ia pun ikut jongkok untuk mengambil dan membereskan buku-buku yang terjatuh dari tangan guru tersebut, dengan rasa tidak enak hati karena kecerobohan Elmo ia pun berkata.
“Maaf bu, saya terburu-buru jadi tidak lihat!” ujar Elmo sambil membenahi buku-buku yang berserakan diatas lantai.
“Tidak apa-apa, saya juga tergesa-gesa!” ujar Astrid, terbesit olehnya setelah mendengar suara yang menurutnya sudah tidak asing lagi ditelinganya. Sontak Elmo menoleh dan mencoba memandangi wajah tersebut.
“Astrid!” ujar Elmo dengan wajah sumringah.
“Eh.. Elmo!” jawab Astrid yang terkejut karena melihat Elmo dan sempat wajah Astrid merona kemerahan karena terpukau oleh pesona Elmo, tetapi Astrid pun membiasakan dirinya agar tidak salah tingkah didepan Elmo.

Sungguh pagi yang mengejutkan bagi Elmo karena ia dapat bertemu dengan Astrid wanita idamannya untuk kedua kalinya. Ia pun merasa beruntung karena diawal hari yaitu pagi ini bertemu dengan Astrid dengan tidak sengaja, rasa senang Elmo terus terpancar dari raut wajahnya.
“Tumben kamu datang kesekolah?” tanya Astrid.
“Iya kebetulan saya ada urusan pagi ini, jadi berangkat bersama dengan Aris!”jelas Elmo. Setelah semua buku sudah dibereskan, mereka pun berdiri saling berhadapan. Elmo pun menyeka kedua tangannya yang terasa kotor oleh debu lantai, ada sedikit kecanggungan disaat mereka berdiri berhadapan, dan Astrid pun berkata.
“Kalau begitu saya mengajar dulu!” ujar Astrid dan berjalan melintas begitu saja didepan Elmo lalu melangkah kearah ruang kelas, dan Elmo pun berkata.
“Silahkan...!” ujar Elmo dengan senyuman. Walau Astrid bersikap kaku terhadap Elmo tetapi Elmo tetap bersahaja dan selalu melemparkan senyuman tanda keramahan kepada Astrid. Lalu ia pun beranjak pergi menuju Polda.

Setibanya Elmo digedung Polda Metro Jaya, ia pun berjalan menuju ruang kerja Pak Herman, dengan melantunkan lagu kesayangannya ia melangkah sambil memancarkan wajah keceriaan. Berada didepan pintu ruang kerja Pak Herman ia pun masuk dan langsung menyapa Pak Herman.
“Selamat pagi Pak Herman!” sontak Pak Herman yang sedang meneliti data terkejut, melihat tingkah laku dan pancaran senyuman lebar di wajah Elmo. Lalu Pak Herman pun mencibirkan Elmo dan berkata.
“Pasti abis ketemu dengan Astrid!” ujar Pak Herman meledek, mendengar perkataan Pak Herman ia pun terpana dan raut mukanya pun berubah menjadi penasaran.
“Kok tau, memangnya Pak Herman kenal dengan Astrid?” tanya Elmo penasaran.
“lah, kan kamu sendiri yang menceritakan tentang Astrid kemarin!” ujar Pak Herman.
“Oh iya?” Elmo pun kembali tertawa mengingatnya.
“jangan ge-er dulu kamu, memangnya kamu tau ia sudah punya pacar atau belum? Atau jangan-jangan ia sudah berumah tangga!” mendengar ucapan Pak Herman Elmo pun sontak terdiam.
“Kamu kan biasa menganalisa kasus-kasus, jangan sampai kamu gagal menganalisa perasaan wanita, hehehe!” kalimat bijak yang disampaikan dengan gurauan itu seakan membuat Elmo semakin terdiam dan menghancurkan senyuman dari pancaran wajahnya.

Dilain sisi Astrid yang sedang berada diruang guru bersama Bu Kusuma terlihat sedang asyik berbincang, sambil memakan makanan ringan yang disungguhkan Bu Kusuma kepada Astrid. Bu Kusuma adalah guru senior yang paling dekat dengan Astrid, bahkan Bu Kusuma sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri. Karena Bu Kusuma seorang guru yang ramah dan bijaksana, jadi wajar kalau bu Kusuma sangat disukai oleh siswa-siswi, guru-guru sekolah maupun wali murid. Mereka pun sedang memperbincangkan seorang pemuda yang disukai oleh Astrid, yaitu Elmo. Karena Astrid sedang jatuh cinta, jadi Astrid sering mencurahkan hatinya kepada bu Kusuma. Kalimat yang keluar dari mulut bu Kusuma pun hampir sama dengan apa yang dikatakan Pak Herman kepada Elmo.
“Apakah kamu belum tau, ia sudah punya pacar atau belum?” tanya Bu Kusuma kepada Astrid.
“Kalau kamu belum tau, lebih baik jangan berharap lebih darinya!” nasihat Bu Kusuma kepada Astrid.
“Jadi saya harus bagaimana bu?” tanya Astrid dengan polos.
“Biarkan saja semua itu mengalir apa adanya. Jangan dikurang-kurangi dan jangan dilebih-lebihkan!” jawab bu kusuma.
Pernyataan bu kusuma pun membuat Astrid berpikir, tentang arti tiap makna yang keluar dari mulut bu Kusuma.

***

Awal Kedekatan Dua Sejoli
Di jalan protokol jakarta terlihat sebuah kendaraan roda dua berjalan santai, kendaraan roda dua bertenaga 600 cc itu dikendarai oleh Elmo. Elmo pun yang bertujuan untuk pulang kerumah setelah berkordinasi dengan Pak Herman di Polda Metro Jaya. Kali ini ia tidak ada jadwal untuk les privat kerumah Aris, jadi Elmo terlihat santai dalam berkendara. Earphone pun setia menempel dikedua telinganya, untuk menggantikan suara bising yang semrautnya jalan Ibu kota.

Setelah ia melalui banyak persimpangan jalan, ia melintasi sekolah Aris. Disaat sore hari terlihat lingkungan sekolah tersebut tampak sepi, tidak seperti pagi maupun siang hari dimana banyak para pedagang yang menjajakan jajanan untuk siswa. Tak heran banyaknya pedagang yang berjualan di area sekolah dasar ini, karena sekolah dasar ini adalah sekolah percontohan se-Jakarta, jadi cukup terkenal se-Ibukota Jakarta. Elmo yang berjalan perlahan dengan motornya tiba-tiba ia melihat sosok wanita yang berdiri digerbang sekolah dengan membawa beberapa buku dipelukannya dan sebuah tas berwarna coklat. Beberapa detik Elmo terpana melihat wanita yang berada agak jauh didepannya, terlihat dari kejauhan wanita tersebut menoleh kekiri dan kekanan seakan mencari sesuatu. Spontan Elmo menginjak pedal rem motornya dan berhenti didepan wanita tersebut, lalu Elmo pun berkata.
“Astrid, sedang apa kamu?” tanya Elmo yang heran melihat Astrid masih berada dilingkungan sekolah pada sore hari, sambil melepas earphone yang melekat dikedua telinganya lalu Astrid pun  menjawab pertanyaan Elmo.
“Elmo, saya sedang mencari angkutan umum untuk pulang” jawab Astrid dengan muka sumringah karena bertemu dengan Elmo.
“Ya udah, kalau begitu bagaimana kalau saya saja mengantarkan pulang” ujar Elmo menawarkan diri.
“Tidak usah, nanti juga lewat kok angkutan umumnya” jawab Astrid yang sungkan atas tawaran Elmo.
“Udaahh, ngga usah malu-malu, udah sore begini angkutan umum kan jarang, mau sampai jam berapa kamu?” ujar Elmo memaksa karena tidak tega melihat Astrid seorang diri menunggu angkutan umum. Lalu Elmo pun menarik tangan Astrid dan mempersilahkan Astrid untuk duduk dibelakang motornya untuk berboncengan, Astrid yang sungkan terhadap tawaran Elmo terpaksa ia menyetujui tawaran tersebut walau dalam hati. Dan ia pun duduk persis dibelakang Elmo, berhubung Astrid menggunakan rok jadi posisi duduk Astrid pun miring tidak seperti layaknya seseorang yang berboncengan.
“Sudah siap?” tanya Elmo kepada Astrid.
“Sudah..”jawab Astrid yang ragu terhadap Elmo dan motor bertenaga 600 cc yang mengeluarkan suara bising dari knalpotnya, maklum karena Astrid baru pertama kali berboncengan dengan Elmo, lalu mereka pun berjalan meninggalkan sekolah tersebut.

Sepanjang perjalanan terlihat mereka sedikit berbincang-bincang, entah apa yang mereka perbincangkan, sesekali Astrid menggeser posisi duduknya agar merasa nyaman. Tanpa sadar tangan kanan Astrid mengenggam erat pinggang Elmo, lalu Elmo pun berteriak.
“Aduuhh...!” teriak Elmo kesakitan, sontak Astrid pun bertanya.
“Kenapa.. kenapa Elmo?” tanya Astrid penasaran.
“Pegangannya jangan kencang-kencang dong!, kan sakit” ujar Elmo memelas. Sontak Astrid pun malu karena telah memegang pinggang Elmo dan menyakiti tanpa sadar, lalu ia pun berkata.
“Maaf ya, tidak sengaja” ujar Astrid dengan rasa malu dan wajahnya pun memerah.
“Oh ngga apa-apa” jawab Elmo. Selang beberapa detik atas kejadian itu terbesit oleh Elmo, Kenapa ia tidak berpegangan lagi ya? Apakah ia malu? Padahal motor ini sedang berjalan cukup kencang, takut-takut kalau Astrid tidak bisa menjaga keseimbangan, Akhirnya Elmo pun meledek Astrid.
“Kok udah nggak pegangan lagi, trauma ya? Udah nyubit pinggang orang” sontak Elmo pun tertawa karena sudah meledek Astrid, mendengar komentar ElmoAstrid pun tersipu malu, tetapi sebenarnya Astrid pun ingin tertawa jika mengingat kejadian itu.

Ketika matahari tenggelam hari pun mulai gelap, setibanya mereka didepan rumah Astrid lalu Astrid pun turun dari motor dan berkata.
“Elmo mau mampir?’ tawar Astrid kepada Elmo.
“Boleh deh!” jawab Elmo kepada Astrid, karena Elmo mulai letih seharian mengendarai motor ia pun menerima tawaran Astrid untuk beristirahat walau sejenak. Elmo pun turun dari motornya, ia terpana melihat banyaknya tanaman-tanaman hias diteras rumah Astrid. Beraneka ragam warna dan jenis dari tanaman yang subur itu, mencerminkan ketelatenan bagi seseorang yang memilikinya, lalu Elmo pun bertanya.
“Siapa yang merawat tanaman ini?” Tanya Elmo yang kagum melihat tanaman hias tersebut, Astrid yang sedang membuka pintu rumah dengan kunci yang ia bawa dan telah ia keluarkan dari dalam tasnya sontak menoleh kearah Elmo dan menjawab.
“Saya yang merawatnya,  semua yang berada dirumah ini saya sendiri yang merawatnya!” jelas Astrid.
“Kamu tinggal seorang diri disini? Emangnya Suami atau Orang Tua kamu tidak tinggal disini?” Tanya Elmo untuk mengenal lebih dekat tentang Astrid, sekaligus alih-alih Elmo untuk mencari tahu status Astrid.
“Kedua Orang Tua saya sudah tidak ada Elmo, kalau Suami saya belum punya!” jelas Astrid sambil membuka pintu dan hendak berjalan masuk kedalam rumah.
“Oh maaf, telah menanyakan Orang Tua kamu, jadi kamu belum berumah tangga?” ujar Elmo antusias, spontan Astrid pun menjawab.
“Belum, sebentar ya Elmo!” jelas Astrid lalu ia pun masuk kedalam rumah dan Elmo pun duduk di kursi yang berada diteras tersebut.

Didalam rumah terlihat Astrid meletakkan tas dan buku bawaannya diatas meja makan lalu berjalan kedapur. Sebuah cangkir dan sebuah sendok Astrid raih dari rak piring, karena Elmo berbaik hati mengantarkannya sampai kerumah ia pun berinisiatif membuatkan secangkir teh hangat untuk Elmo. Karena Astrid terlalu bersemangat dan terburu-buru untuk membuatkan teh karena takut Elmo menunggu lama didepan teras, mengakibatkan percikan air teh tersebut keluar atau menciprati kebawah nampan. Sontak Astrid pun mengambil sehelai tisu untuk mengelap bagian nampan dan cangkir, dengan penuh perasaan dan kelembutan Astrid mengelap bagian yang basah tersebut, semata-mata untuk penyajian yang sempurna terhadap tamu. Lalu Astrid berjalan kearah teras dengan membawa secangkir teh hangat untuk Elmo.

Setelah Astrid berada diteras, cangkir itu ia letakkan diatas meja bundar diantara kursi yang salah satunya Elmo telah duduk disana, dan Astrid pun berkata.
“Silakan diminum!” ujar Astrid mempersilakan.
“Iya terimakasih, wah jadi merepotkan Astrid” Jawab Elmo. Meraih cangkir yang berada diatas meja bundar lalu Elmo pun meminum teh hangat tersebut, karena teh itu terlalu panas jadi Elmo hanya meneguk sedikit. Sepanjang  teh hangat itu masih tersisa dalam cangkir,  mereka pun asyik berbincang-bincang, entah apa yang menjadi bahan perbincangan mereka. Sesekali Elmo dan Astrid tertawa bersama, suasana itu pun menjadi hangat antar mereka berdua, canda tawa mengantarkan mereka kedalam keakraban. Setelah kesekian kali Elmo meneguk teh dari cangkir Slrrruuppp.. tanpa sadar ini merupakan tegukan terakhir bagi Elmo, karena teh tersebut sudah habis dalam cangkir dan Elmo pun berkata.
“Mmhh… tehnya habis nih!” ujar Elmo.
“Mmau ditambah lagi?” ujar Astrid menawarkan.
“Tidak usah” jawab Elmo sambil melihat jam tangan dan berkata.
“Lagi juga sudah jam setengah Sembilan, sudah larut malam” ujar Elmo dan ia pun beranjak dari tempat duduknya, dan Astrid pun berkata.
“Yakin tidak mau ditambah tehnya?” ujar Astrid yang menyayangkan niat Elmo untuk pulang, karena jika Elmo pulang Astrid akan merasakan kesepian dirumahnya. Sudah beberapa tahun Astrid tinggal dirumah ini seorang diri dan baru kali ini lah ia ditemani seseorang yang dapat menghilangkan kesepiannya walau sementara, mau tidak mau Astrid pun mempasrahkan kepulangan Elmo dari rumahnya.

Terbesit sejenak oleh Astrid untuk menahan Elmo sekitar lima atau sepuluh menit agar tidak pulang terlalu cepat, karena Astrid masih ingin berbincang-bincang dan mendengar guyonan Elmo yang dapat menghiburnya tetapi apa daya, Astrid pun tak kuasa untuk mengungkapkannya. Terlihat Elmo sudah keluar dari pagar rumah, lalu Astrid pun mengikuti dibelakang Elmo. Motor yang parkir diluar pagar itu ia tunggangi sambil memakai helm, mesin motor pun Elmo nyalakan lalu ia berkata.
“Kalau gitu saya pulang dulu ya!” pamit Elmo. Astrid pun mengganggukan kepalanya.

Elmo pun menarik pedal gas untuk menjalankan roda motor, belumsempat satu meter motor itu berjalan tiba-tiba Astrid memanggil.
“Elmo…!” sontak Elmo menginjak rem dan berhenti lalu ia menoleh kebelakang dan menatap wajah Astrid. “Terimakasih!” ujar Astrid kepada Elmo atas kebaikan jasanya yang telah mengantarkannnya sampai rumah. Spontan Elmo melempar senyuman kebahagian, karena sebenarnya Elmo pun tidak ingin buru-buru pulang dan ia merasakan hal yang sama dengan apa yang Astrid rasakan saat ini. Buih-buih asmara pun seakan terangkai dalam hati mereka. Merasa kehilangan, kesepian, keharmonisan dalam berkomunikasi dan kenyaman disaat bersama, merupakan beberapa perasaan yang berkemelut dalam hati insan yang dianugrahi dengan apa yang dinamakan cinta.

Setibanya Elmo didalam rumahnya, ia pun meletakkan kunci motornya diatas meja persis didepan TV, tas kecil yang dislempangkan dipundak ia taruh diatas kursi panjangnya. Lalu Elmo duduk diatas kursi, sejenak untuk beristirahat dari letihnya seharian beraktifitas. Kedua sepatunya yang masih terpasang rapi dikedua kakinya lalu ia tanggalkan. Sesekali ia melihat ponselnya untuk memastikan apakah ada seseorang yang menghubunginya, lalu Elmo pun beranjak kekamar mandi untuk membersihkan badannya setelah seharian berkendara. Setelah ia keluar dari kamar mandi ia pun langsung melihat ponselnya kembali untuk memastikan apakah ada seseorang yang menghubunginya, ternyata ponsel tersebut tidak memberikan tanda-tanda kalau ada seseorang yang menghubunginya. Elmo pun berjalan kearah kamarnya sambil membawa ponsel, lalu ia rebahkan seluruh badannya diatas ranjang karena ia ingin tidur, terasa seluruh badannya sangat letih dan jam dinding pun telah menunjukkan pukul sebelas malam. Sebelum Elmo menutup kedua matanya untuk terlelap ia pun kembali memastikan untuk ketiga kalinya terhadap ponsel yang ia letakkan diatas kasur ia pun melihat, dan sampai saat ini belum juga ada seseorang yang menghubunginya. Entah kabar dari siapa yang Elmo tunggu hingga ia melihat ponsel sampai beberapakali.

Dilain sisi ternyata Astrid pun menunggu kabar seseorang dari ponselnya, diatas tempat tidur itu Astrid pun menunggu kabar seseorang dari ponselnya. Terbesit oleh Astrid, Kenapa Elmo tidak mengabari ya? Apakah ia sduah sampai rumah? Apakah terjadi sesuatu dalam perjalanan Elmo pulang? Apakah ia langsung terlelap tidur karena letihnya mengantar aku sampai rumah? Seakan pertanyaan-pertanyaan itu berputar mengelilingi diatas kepala Astrid. Ingin rasanya Astrid menghubungi Elmo dengan ponsel, tapi Astrid pun malu dan takut menggangu istirahat Elmo mengingat saat ini sudah pukul sebelas malam, lambat laun pertanyaan demi pertanyaan itu mengantarkan Astrid untuk terlelap dan tidur dengan ponsel disebelah wajahnya.

***

Masa-masa Terindah  Bersama Astrid&Aris
Keesokan hari, setelah koordinasi dengan Pak Herman selesai Elmo pun beranjak keluar gedung untuk mengambil motornya dan beranjak pulang, karena ada jadwal untuk mengajarkan les kepada Aris. Setelah Elmo menemukan motornya ia pun tak langsung menaiki motor tersebut tetapi ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya, tombol ponsel pun ia ketik, lalu ia letakan ponsel tersebut ketelinga sebelah kanan. Ttuuuttt....tttuuuuttt beberapa detik ia menunggu dan mendengar nada sambung. Lalu ia pun berkata.
“Halo Astrid? Kebetulan saya ingin menjemput Aris disekolah, apa kamu mau sekalian saya jemput? Tanya Elmo menawarkan kepada Astrid.
“Ya sudah, kalau begitu satu jam lagi saya sampai sana!” ujar Elmo, lalu Elmo pun bergegas menyalakan mesin motor dan keluar dari tempat parkir.
Sesampainya ia disekolah, Elmo pun berjalan menuju kelas Aris. Belum sempat Elmo sampai keruangan kelas Aris, ia melihat Aris sedang bermain dengan teman-temannya sehabis jam pulang sekolah. TampakAris dan teman-teman sedang asyik melihat Aris memainkan harmonika, melantunkan lagu dengan harmonika bagi anak sd kelas tiga merupakansuatu alat yang unik dan mengasyikan. Dengan suara khas tersebut membuat teman-teman Aris ingin mencoba meniupkan harmonika layaknya Aris melantunkan lagu, tak jarang salah satu dari mereka mencoba berebut karena penasaran dengan alat musik tersebut.

Elmo yang melihat Aris dari kejauhan, itu pun tersenyum dan mecoba menghampiri Aris, langkah demi langkah Elmo menghampiri Aris. Lalu Aris menoleh kearah Elmo dan berkata.
“Kak Elmo!” sapa Aris antusias.
“Ayo kita pulang!” ujar Elmo mengajak Aris yang telah menggendong tas sekolahnya sambil menggengam harmonika, lalu Aris pun berpamitan dengan teman-temannya.
“Aku pulang dulu ya!” ujar Aris kepada keempat teman sekelasnya. Lalu Elmo berjalan sambil menggandeng tangan Aris kearah ruang guru untuk menjemput Astrid, lingkungan sekolah ini cukup ramai karena bertepatan dengan jam pulang sekolah. Sehingga ia sedikit kesulitan untuk berjalan karena banyak siswa SD yang lalu lalang bahkan tak sedikit dari mereka yang berlari-lari bermain dengan temannya. Setibanya ia didepan pintu ruang guru Elmo pun berpapasan dengan Bu Kusuma, lalu Elmo berkata.
“Permisi bu, ada bu Astrid?” Tanya Elmo kepada bu Kusuma, sedikit terpana bu Kusuma melihat sesosok pemuda tampan yang bergandengan denga Aris. Terbesit dalam benaknya kalau pemuda ini adalah Elmo seperti yang pernah diceritakan oleh Astrid kepadanya. Lalu bu Kusuma pun menjawab.
“Ibu Astrid ada didalam, sebentar ya saya panggilkan!” jawab bu Kusuma dengan ramah, lalu ia pun bergegas kedalam ruangan dan memberitahukan Astrid kalau Elmo sudah datang, sontak Astrid berbenah membereskan tasnya untuk segera bertemu dengan Elmo, lalu bu Kusuma pun berkata.
“Ternyata Elmo itu tampan juga ya!” ujar bu Kusuma yang sempat terpana olehnya sekaligus meledek Astrid. Mendengar komentar itu Astrid pun tersenyum karena bu Kusuma memuji Elmo, dan Astrid pun berkata.
“Bu saya pulang dulu ya!” pamit Astrid.
“Astrid, nanti cerita-cerita ya!” ujar Bu Kusuma sambil tersenyum seakan ada rahasia diantara mereka.
“Oke deh” jawab Astrid sambil berjalan kearah pintu, tampak dari wajah Astrid memancarkan rasa senang yang mendalam karena dijemput oleh Elmo.
Setibanya Elmo, Aris dan Astrid dekat lapangan basket dimana tempat motor Elmo parkir, mereka bertiga pun menaiki motor Elmo. Aris dibonceng Elmo duduk didepan dan Astrid duduk dibelakang Elmo, seakan mereka bertiga layaknya keluarga kecil yang harmonis lalu motor tersebut pun berjalan perlahan keluar pintu gerbang sekolah.

Telah sampai didepan pagar rumah Aris, Astrid pun turun lebih dulu dari motor, dan langsung membukakan pintu pagar agar motor tersebut dapat masuk kedalam, lalu Elmo dan Aris yang masih menunggani motor pun masuk kedalam pagar rumah. Setelah mereka masuk dan berada diteras, tiba-tiba Bibi pun keluar dari dalam rumah dan menyapa.
“Waahh, tumben Ibu Astrid datang!” ujar Bibi yang antusias melihat Astrid.
“Iya Bi” jawab Astrid tersenyum.
“Ayo silakan masuk!” pinta Bibi kepada Elmo dan Astrid, Aris yang baru tiba ia pun langsung berlari kedalam rumah untuk berganti pakaian dan menaruh tasnya kedalam kamarnya. Karena Aris ingin les dengan Elmo spontan Aris pun mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan untuk les. Terlihat Bibi berjalan kearah dapur untuk mempersiapkan minuman kepada Elmo dan Astrid, Elmo dan Astrid yang sedang duduk diruang tamu pun asyik berbincang.
“Kalau rumah kamu, dimana Elmo?” Tanya Astrid yang ingin tau keberadaan rumah Elmo, karena Astrid pernah mendengar perkataan Bibi kalau rumah Elmo dekat dengan rumah Aris, lalu Elmo pun menjawab.
“Dekat kok, tiga rumah sejajar dari rumah Aris” jawab Elmo.
“Emangnya kamu mau main kerumah?” Tanya Elmo menawarkan.
“Boleh, kalau diizinkan!” jawab Astrid.
“Waduh, rumah saya berantakan!” ujar Elmo merendah.
Melihat Aris yang masih sibuk membereskan ruang tengah untuk lesnya, spontan Elmo beranjak dari tempat duduknya dan membantu Aris. Setelah semua selesai Elmo pun memulai lesnya mengajar salah satu lagu daerah dengan harmonika masing-masing. Astrid yang duduk diruang tamu seorang diri pun merasa senang, melihat keakraban Elmo dan Aris yang asyik melantunkan lagu. Setelah Aris mulai mahir melantunkan lagu baru yang diajarkan Elmo, Astrid pun ikut beranjak dari tempat duduknya dan bergabung dengan Elmo dan Aris diatas karpet yang tebal diatas lantai tersebut. Lalu ia pun mencoba harmonika itu untuk melantunkan lagu layaknya Aris. Setelah beberapa kali Astrid mencoba, ternyata belum menghasilkan lantunan yang sempurna. Beberapakali kegagalan Astrid menciptakan gelak tawa bagi Elmo dan Aris, gelak tawa mereka bertiga pun seakan lepas. Baru kali ini Elmo dan Aris merasakan les cukup menyenangkan karena ditemani oleh Astrid yang bertingkah lucu menggunakan harmonika. Lalu Bibi pun datang dari dapur membawa nampan yang berisi dua cangkir teh hangat dan makanan kecil untuk Elmo dan Astrid, nampan itu pun Bibi letakkan dekat Elmo dan berkata.
“Aris, bu guru Astridnya jangan diketawain dong!” perintah Bibi, lalu Astrid menjawab.
“Tidak apa-apa Bi, saya juga sedang belajar sama seperti Aris” jawab Astrid. Melihat keakraban mereka Bibi pun duduk bersimpuh disebelah Elmo, untuk melihat guru Astrid yang mencoba harmonika tersebut. Setelah beberapakali Astrid mencoba, Elmo, Aris dan Bibi pun kembali sontak tertawa melihat Astrid yang memainkan harmonikaitu. Keakraban pun terjalin antara mereka hingga lupa waktu sampai sore.
Setelah selesai hari pun semakin sore lalu Elmo dan Astrid pun beranjak pulang dari rumah Aris, Elmo dan Astrid berencana kerumah Elmo untuk singgah sebentar. Elmo dan Astrid menaiki motor, Bibi dan Aris yang berdiri didepan pagar pun melambaikan tangan melihat kepergian Elmo dan Astrid.

Elmo dan Astrid pun tiba dirumah sederhana yang berpenghuni seekor Beo didalam sangkar yang tergantung diteras. Ia pun membuka pagar dan memasukkan motornya dalam pekarangan rumah dan diikuti oleh Astrid. Lalu Elmo pun berjalan kerah pintu rumah untuk membuka pintu yang terkunci seharian, terlihat Astrid menoleh kekiri dan kekanan memandangi semua sudut lingkungan rumah Elmoyang teduh dan nyaman. Setelah mereka sampai dimuka teras, dan Elmo berusaha membuka pintu rumah tiba-tiba terdengar suara.
“Swiitt…swiiw!” terdengar suara seekor Beo yang meledek Elmo,karenamembawa seorang wanita kerumah.
“Ada cewe… ada cewe!” komentar seekor Beo kembali terdengar, sontak Astrid pun melihat seekor beo tersebut dan berkata.
“Elmo, beo itu pandai bicara ya?” Tanya Astrid polos, lalu Elmo menjawab.
“Iya , dia memang pandai bicara, apalagi kalau meledek orang!” jawab Elmo jengkel.
Setelah pintu terbuka, lalu ia mempersilakan Astrid untuk masuk kedalam rumah, dan Astrid pun dipersilakan duduk oleh Elmo. Setelah menaruh kunci motor dan tas diatas meja lalu Elmo berkata.
“Sebentar saya mandi dulu, sehabis saya mandi baru kita berangkat kerumah kamu!” ujar Elmo.
“Jangan lama-lama ya!” jawab Astrid.
“Iya tuan putri” jawab Elmo kembali dengan nada bergurau. ia meraih handuk yang ditaruh diatas pundak kirinya dan berjalan kekamar mandi.

Setelah Elmo selesai mandi ia pun keluar dari kamar mandinya dan terkejut, melihat apa yang dilakukan Astrid, ia melihat Astrid menyapu rumahnya dan membersihkan seisi barang diruangan tersebut, lalu ia pun berkata.
“Sedang apa kamu Astrid?” Tanya Elmo dengan raut muka yang terheran-heran.
“Emangnya kamu kalau menyapu rumah berapa minggu sekali?” Astrid pun kembali bertanya karena melihat lantai Elmo yang begitu kotor, maklum karena Elmo bujangan yang kurang peduli dengan kerapihan dan kebersihan rumahnya. Dan kebetulan sekali ia bertemu dengan Astrid yang memiliki jiwa keibuan, sedikit cerewet dan tidak bisa diam jika melihat sesuatu hal yang tidak bersih dan rapih. Elmo pun berjalan kearah kamar dan menutup pintu kamarnya, melihat pakaian yang biasa digantung dibelakang pintu itu hilang Elmo pun panik dan  mengacak-acak lemarinya untuk mencari pakaian yang ia cari, ternyata pakaian tersebut tak jua ia temukan lalu Elmo membuka pintu kamarnya dan keluar dari kamar hanya menggunakan sehelai handuk dan berkata.
“Astrid pakaianku hilang, biasanya aku taruh dibelakang pintu. Jangan-jangan ada maling!” ujar Elmo dengan wajah sangat panik, lalu Astrid pun menjawab.
“Itukan pakaian kotor, jadi aku taruh semua kedalam ember dibelakang!” jawab Astrid. Mendengar komentar AstridElmo pun merasa sedikit kesal karena pakaiannya dipindahkan kedalam ember, tetapi selain itu Elmo pun merasa senang dengan inisiatif dan tindakanAstrid yang mempedulikannya. Sempat terbesit oleh Elmo bahwa Astrid mirip dengan ibunya yang telah tiada, yang selalu membenahi apa pun yang terlihat berantakan didalam rumah. Setelah Astrid membenahi seisi rumah lalu ia pun duduk dikursi panjang, lalu Elmo keluar dari kamarnya dengan pakaian lengkap dan berkata.
“Kamu mau istirahat dahulu atau langsung saya antar kerumah?” tanya Elmo sambil merapikan baju yang baru ia kenakan.
“Langsung pulang saja ya!” jawab Astrid, karena hari mulai gelap Elmo pun mengajak Astrid keluar dari rumah untuk mengantarkan Astrid.

Setiba dirumah Astrid, Elmo dan Astrid pun turun dari motor dan berjalan memasuki pagar. Astrid berjalan menuju pintu rumah untuk membuka, sedangkan Elmo langsung duduk dikursi teras. Tidak lama Elmo duduk dikursi teras, Astrid pun keluar dari pintu rumah dan membawa secangkir teh hangat untuk Elmo. Lalu Astrid ikut duduk disebelah Elmo untuk melepas keletihan karena telah beraktifitas seharian dan berkata.
“Elmo kalau saya boleh tau orang tuamu tinggal dimana?” tanya Astrid, terlihat Elmo sedang menghisap sebatang rokok dan menjawab.
“Sebenarnya orang tuaku sudah tidak ada!” ujar Elmo.
“Maaf kalau saya menyinggung perasaanmu Elmo” ujar Astrid sungkan.
“Tidak apa-apa” jawab Elmo, lalu Elmo pun melanjutkan cerita.
“Kejadian itu terjadi beberapa tahun lalu, kedua orang tua dan adik laki-laki ku mengalami kecelakaan pada saat keluar kota dengan menggunakan pesawat. Pada saat itu aku begitu keras kepala sehingga tidak menuruti ajakan kedua orang tua untuk berkunjung kerumah nenek yang sedang sakit di Banda Aceh. Karena aku sedang asyik dengan kesibukan baruku mengikuti organisasi serta teman-teman baru dikampus jadi aku tidak ikut dengan keluarga untuk keluar kota. Setelah mereka pergi sampai saat ini mereka tidak kunjung datang, yang datang hanya kabar buruk dari TV dan kabar buruk mengenai keluargaku yang memberitahukan, kalau kecelakaan besar pesawat yang ditumpangi kelurgaku itu tidak ada satu pun korban yang selamat. Setelah kejadian itu aku pun hidup sendiri untuk meneruskan kuliah, dimasa-masa kesedihan, kesepian dan keterpurukan itu aku mendapat perhatian lebih, bukan dari keluargaku yang lain, melainkan dari rekan kerja ayah. Yang bernama Pak Herman Widodo, beliau lah satu-satunya orang yang selalu memberi dorongan dalam bentuk moril maupun materil sampai sekarang. Banyak jasanya yang tidak dapat dilupakan, bahkan ia pun telah menganggap aku seperti anaknya sendiri. Itulah cerita singkat tentang keluarga ku!” penjelasan panjang Elmo kepada Astrid. Lalu ia meraih cangkir yang berisi teh hangat diatas meja yang telah disediakan Astrid untuknya, terlihat Astrid terpana sejenak memikirkan kisah hidup Elmo, dan Elmo pun bertanya.
“Kalau saya boleh tau bagaimana cerita tentang keluargamu?” tanya Elmo. Perlahan Astrid menceritakan tentang keluarganya, salah satunya menceritakan orang tuanya yang telah tiada, tetapi Astrid masih beruntung karena masih memiliki seorang kakak laki-laki yang kebetulan sudah lama tidak bertemu dengannya. Waktu demi waktu obrolan mereka pun semakin dalam, hingga terkadang cerita itu menyentuh hati mereka, sempat beberapakaliAstrid bercerita sambil meneteskan air mata. Spontan Elmo pun meraih sehelai tisuyang berada diatas meja lalu Elmo pun berkata.
“Sudah-sudah, kalau kamu menangis lebih baik tidak usah dilanjutkan ceritanya!” kesedihan Astrid pun tidak terbendung, tetapi Elmo terus memberikan ketenangan agar Astrid tidak bersedih.

Setelah Elmo memberikan ketenangan dan berusaha mengalihkan pembicaraan untuk menghilangkan kesedihan Astrid, Astrid pun memancarkan senyuman diwajahnya kepada Elmo yang sedang menghibur dirinya. Suasana pun berubah menjadi keceriaan karena Elmo telah berhasil menghibur Astrid, canda tawa telah menghiasi wajah mereka berdua. Semakin malam pun terasa semakin hangat karena senda gurau menghanyutkan mereka. Disaat malam semakin larut Elmo mengangkat tangan kanannya untuk menoleh kearah jam tangan utnuk melihat waktu dan berinisiatif.
“Sudah larut malam, kalau begitu saya pulang dulu ya!” ujar Elmo.
“Yaa...kalau Elmo pulang aku sedih lagi dong” jawab Astrid memelas manja dengan nada bercanda.
“Kalau masih sedih, nanti kamu telepon aku aja!” ujar Elmo dengan sedikit meledek Astrid karena masih terasa suasana keceriaan diantara mereka.
Lalu Elmo pun beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari pagar, motor yang sedang terparkir diluar pagar ia tunggangi, sebelum Elmo menyalakan mesin motornya yang berisik karena suara knalpotnya yang begitu besar, ia pun berkata.
“Astrid, boleh kah aku mengenalmu lebih dekat?” tanya Elmo dengan sepenuh hati dan setengah menggetarkan jiwa.
Spontan Astrid terbelalak dan mencair dengan senyuman, raut wajah yang tersipu dan pipi yang tiba-tiba merah merona membuat Astrid tertunduk malu tapi bola matanya seakan tak ingin melepas pandangan untuk menatap wajah Elmo. Melihat respon Astrid yang tidak memberi jawaban membuat Elmo malu hati sekaligus senang karena pertanyaan yang ia lontarkan tidak ada kalimat yang penolakan. Dengan gerakan salah tingkah Elmo, tiba-tiba ia menyalakan mesin motor, pedal gas pun itu ia tarik perlahan, roda ban berjalan perlahan tanpa kata-kata Elmo hanya melontarkan senyuman dan melaju. Entah apa yang dipikirkan Elmo sampai ia lupa mengucapkan kalimat perpisahan, entah apa karena ia malu karena pertanyaannya belum dijawab oleh Astrid atau ia terpesona melihat senyuman Astrid. Di lain sisi Astrid pun tidak henti-hentinya tersenyum melihat Elmo dari kejauhan sampai ia masuk kedalam rumah, rasa senang itu seakan melupakan semua permasalahan yang ada dalam diri Astrid. Sesekali ia berharap semoga Elmo mengerti maksud dalam hatinya, terkadang ia menyesal karena tidak meng-iya-kan pertanyaan Elmo.

Keesokan hari dimana Elmo masih terlelap tidur diatas kasur empuknya, waktu telah menunjukkan pukul enam pagi. Tiba-tiba terdengar suara dering ponsel Elmo, sontak Elmo terkejut dan meraihnya, layar ponsel itu berkedap-kedip. Dilayar ponsel tersebut tampak nama seseorang yang bertuliskan “Astrid” setelah melihat nama itu spontan Elmo terbelalak dan langsung menempelkan ponsel ketelinga kanannya, dan berkata.
“Halo...” ujar Elmo dengan suara yang berat karena baru terbangun, sambil menyeka kedua matanya dengan tangan kiri seakan kantuk ini sulit ia hindari. Lalu Elmo pun kembali berkata.
“Iya, aku sudah bangun!” ujar Elmo kembali.
Dilain sisi Astrid yang sudah berpakaian rapih hendak berangkat kesekolah, terlihat sedang menempelkan ponsel ditelinga kanannya yang diapit oleh pundak, dan sedang mempersiapkan sarapan untuk ia makan sebelum berangkat, dan ia pun berkata.
“Memangnya kamu tidak ke Polda pagi ini?” tanya Astrid sambil mempersiapkan sarapan.
“Hari ini aku tidak ada janji dengan Pak Herman, jadi hari ini aku akan beres-beres rumah, mencuci pakaian dan membersihkan motor” ujar Elmo.
“Kalau begitu mau tidak, kamu mengantarkan aku belanja nanti siang?” tanya Astrid.
“Ohh bisa..bisa..” jawab Elmo dalam keadaan masih setengah sadar.
“Sehabis pulang sekolah nanti aku kerumah ya!” ujar Astrid.
“Iya, aku tunggu ya!” jawab Elmo kembali. Setelah pembicaraan usai Elmo pun kembali memejamkan mata dan kembali tertidur lelap.

Hari pun semakin siang, tampak Elmo sedang asyik mencuci motornya didekat teras, dengan menggunakan kaus oblong berwaran putih dan celana pendek selutut seakan pakaian santai itu memberikan kenyamanan menjalani aktifitasnya seperti membersihkan rumah, mencuci pakaian dan yang terakhir dalam tugasnya hari ini adalah mencuci motor. Sewaktu Elmo hampir selesai mencuci motor, terlihat sesosok wanita dengan menggunakan pakaian guru menghampiri pintu pagar rumah Elmo. Melihat Elmo sedang sibuk dengan aktifitasnya, wanita yang berdiri dibalik pagar itu tersenyum melihat Elmo yang rajin dan tidak terlihat seperti pemuda yang malas. Terbesit oleh Astrid untuk menggoda atau mengganggu Elmo yang sedang serius mengelap motornya yang sudah terlihat bersih.
“Cowok...!” teriak Astrid dan langsung bersembunyi dibalik tembok pagar. Elmo pun terkejut dan mencari asal suara tersebut, ia pun menolehkan pandangannya kearah pagar. Ternyata tidak ada seorang pun yang tampak, lalu Elmo kembali mengalihkan perhatiannya untuk mengelap kembali knalpot motor yang masih basah. Tiba-tiba terdengar suara.
“Cowok baju putih!” ujar Astrid dan kembali bersembunyi dibalik tembok pagar. Sontak Elmomenolehkan pandangan kearah belakang untuk kedua kalinya dan kembali mencari asal suara tersebut, tenyata ia pun tidak menemukan sosok manusia dari pagar tersebut.

Dan tiba-tiba Elmo meraih selang yang masih mengeluarkan air, selang tersebut ia genggam dengan tangan kanannya lalu ia semprotkan kearah pagar. Dari kejauhan menyiram bagian atas dari tembok pagar, dan terdengar suara teriakan dari balik tembok tersebut. “Aaaww...!” teriak Astrid terkejut dan menghindar dari tembok pagar, sontak Elmo pun tertawa terbahak-bahak melihat Astrid terkejut dan teriak karena percikan air dari selang tersebut. Tawa Elmo terasa lepas menggelora, dan Astrid berkata.
“Elmo jahat...Elmo jahat!” dengat raut muka cemberut karena perlakuan Elmo atas dirinya, lalu Elmo menghampiri Astrid dan membukakan pintu pagar.
“Duuhh kasian, kesiram ya?” tanya Elmo meledek, Astrid pun semakin cemberut mendengar ledekan dari Elmo.
“Beruntung aku bawa baju ganti, kalau tidak bisa masuk angin nih ke supermarket!” ujar Astrid mengeluh kepada Elmo.
“Iya deh maaf, gimana kalau nanti malam tuan putri aku traktir” ujar Elmo membujuk Astrid yang terlihat sedang ngambek. Mendengar bujukan Elmo, perlahan Astrid pun merubah raut mukanya dan tersenyum.
“Naahh...gitu dong” ujar Elmo, lalu mereka berjalan memasuki pintu rumah Elmo.

Tidak lama mereka pun keluar dari rumah, terlihat Astrid sudah berganti pakaian dengan pakaian santai. Menggunakan celana pendek selutut dan kaos berwarna berwarna merah muda, Elmo pun sama menggunakan celana pendek berwarna hitam, dan kaos berkerah berwarna abu-abu, lalu Elmo pun berkata.
“Aku baru lihat kamu pakai celana pendek, biasanya pakai rok atau celana panjang berbahan!” ujar Elmo yang biasa melihat Astrid dengan pakaian rapih seorang guru, dan Elmo pun terpana memandangi Astriddengan pakaian santai tapi tetap anggun dimata Elmo.
“Iya, soalnya setiap kita bertemu selalusehabis pulang sekolah, aku pun masih menggunakan pakaian mengajar. Lagi juga aku sengaja pakai celana pendek karena sehabis dari supermarket kita akan kepasar!” ujar Astrid memberitahukan rencananya.
“Apa, kepasar? Becek-becekan dong!” terkejut nya Elmo dengan nada sedikit mengeluh lalu mereka pun menunggangi motor Elmo yang terlihat bersih sehabis ia cuci.

Disalah satu supermarket dibilangan Jakarta, tampak Astrid sedang asyik memilih barang belanjaan yaitu deterjen dan perlengkapan alat mandi yang menurutnya sudah mulai habisdirumahnya. Elmo mendorong troly yang berisi barang-barang belanjaan Astrid, sesekali Astrid bertanya kepada Elmo untuk memilih barang yang menurutnya lebih bagus dan ekonomis, tak jarang pula mereka bersenda gurau dan bercanda disaat berbelanja. Setelah berbelanja di supermarket selesai mereka pun beranjak kepasar tradisional untuk membeli sayuran dan bahan pokok makanan lainnya.

Terlihat Astrid sedang sibuk menawar sayuran dengan pedagang pasar, dan Elmo pun sibuk membersihkan kakinya dengan tisu karena terkena cipratan noda becek yang mengotori kakinya. Setelah Astrid selesai menawar dan membeli sayur tersebut, Astrid dan Elmo berjalan hendak mencari pedagang yang menjual daging ayam. Tampak Elmo tertinggal jauh oleh Astrid, karenasangat hat-hati untuk melangkah, disekelilingnya banyak genangan air becek yang takut mengotori kakinya kembali. Astrid pun panik melihat Elmo tidak berada dibelakangnya lagi, perlahan terlihat dari kejauhan dan muncul dari kerumunan, seorang laki-laki yang sedang tertatih-tatih langkahnya karena menghindari permukaan yang tergenang air becek. Melihat gerak-gerik Elmo, Astrid pun tersenyum dan menunggu hingga Elmo menghampirinya, setelah Elmo menghampirinya lalu ia pun berkata.
“Emangnya kamu belum pernah kepasar?” tanyaAstrid sambil tersenyum.
“Bukannya belum pernah, tapi dahulu pasarnya tidak sebecek ini!” ujar Elmo mengelak.
“Duuhh...bisa aja ngelesnya, namanya juga pasar tradisional, kalau tidak kotor yaa pasti becek!” jelas Astrid. Mendengar penjelasan Astrid, Elmo pun tertawa cekikikan seakan ketahuan kalau ia jarang kepasar tradisional.

Hari mulai gelap mereka pun telah tiba disalah satu penjaja makanan pinggir jalan, tempat itu terlihat sangat ramai saat malam hari. Banyak pengunjung yang datang, mulai dari pasangan muda-mudi hingga anggota keluarga untuk menyantap makanan yang ditemani dinginnya hembusan angin kota Jakarta. Tampak Elmo dan Astrid bergandengan tangan menyusuri keramaian, sambil membawa kantung plastik hasil belanjaan disisi tangan lainnya, seakan tidak menjadi halangan untuk menggenggam erat tangan satu sama lain. Akhirnya mereka pun mendapat tempat untuk makan, lalu mereka pun duduk dikursi yang kosong. Dari berbagai jajahan makanan yang disajikan ditempat ini, Elmo dan Astridmemilih Sea Food atau makanan laut untuk disantapnya malam ini. Lalu Elmo memanggil pramusaji untuk memesan makanan, pramusaji yang melintas didepan Elmo spontan berjalan menghampirinya dan menanyakan pesanan apa yang akan dipilih. Setelah selesai memesan pramusaji itu pun beranjak dari meja Elmo dan Astrid, dan makan yang dipesan pun tiba.

Sesekali mereka pun bersenda gurau, pancaran mata Astrid terlihat mesra memandangi Elmo, begitu juga sebaliknya, seharian mereka bersama tidak terbesit sedikit pun rasa bosan. Disaat Elmo mengangkat sendok dengan tangan kanannya untuk melahap makanan, tak sengaja Elmo mengotori pipinya sendiri karena lengah terlalu dalam memandangi wajah Astrid. Melihat pipi Elmo kotor karena noda makanan, spontan Astrid meraih selembar tisu dan mengelap pipi Elmo dengan penuh kelembutan. Elmo pun tersanjung melihat tindakan Astrid, dan Elmo menggenggam tangan Astrid lalu berkata.
“Terimakasih, kenapa kamu begitu perhatian sekali?” tanya Elmo yang begitu tersanjung dengan perlakuan Astrid.
“Sebenarnya aku pun ingin mengenalmu lebih dekat, tapi aku takut” jawab Astrid.
“Takut kenapa? Memangnya kamu takut dengan ku?” tanya Elmo penasaran.
“Aku takut kehilangan kamu!” jawab Astrid.
“Hahaha...Astrid-Astrid, aku kan masih disini, dan aku tidak akan kemana-mana” jawab Elmo dengan tertawa terhadap kekhawatiran Astrid yang berlebihan.
“Tadi siang Kepala Sekolah memberitahukan kalau ada kerja sama pemerintah kota yaitu pertukaran guru antar Sekolah Dasar, pertukaran itu akan dilaksanakan kota Jakarta dan kota Batam. Guru yang terpilih akan diberangkatkan kekota Batam lima hari kemudian, dan salah satu guru yang terpilih itu adalah aku Elmo!” jelas Astrid.
“Aku takut kehilanganmu Elmo, dan aku pun takut kalau kebahagian ini tidak akan terulang kembali bersamamu!” ujar Astrid mengeluh, seakan ia baru saja dihadapkan dengan kebahagian yang baru saja ia rasakan bersama Elmo, dan lima hari kedepan kebahagian itu akan ia tinggalkan dikota Jakarta karena ia akan pergi kekota Batam. Sosok seorang Elmo pun telah terlanjur mengisi dalam hatinya, yang menjadikan ia harus memilih dua pilihan antara karir atau tetap bersama Elmo di Jakarta, terbesit dalam benak Astrid untuk memilih pilihan yang kedua.

Mendengar penjelasan Astrid, Elmo pun ikut terenyuh, dalam benaknya ia tidak ingin berpisah dengan Astrid apalagi belakangan ini keseharian Elmo selalu dihiasi bersama Astrid, lalu Elmo pun berkata.
“Kapan kamu pulang dari kota Batam?” tanya Elmo sambil meraih dan menggenggam tangan Astrid.
“Aku pun belum tau kapan akan pulang” jawab Astrid sambil menggenggam erat tangan Elmo, dan mulai mengeluarkan air mata yang terus menggenangi kedua bola mata indahnya. Lalu Astrid pun menyeka kedua matanya dengan tisu, setelah perbincangan itu usai mereka pun beranjak untuk pulang. Terlihat diatas motor Astrid memeluk erat badan Elmo, seakan ia takut akan kehilangan sesosok pria yang selalu menemaninya dalam keseharian belakangan ini. Elmo yang fokus melihat jalan dalam berkendara, ia pun sadar kalau dipeluk erat oleh Astrid. Elmo juga merasakan apa yang sedang dirasakan Astrid saat ini, selain Elmo merasa iba ia pun takut dengan kepergian Astrid, yang akan berada jauh dari dirinya. Sesekali Elmo ikut menggenggam tangan Astrid yang sedang memeluk perut Elmo.

Kesesokan harinya seperti biasa, sepulang Elmo dari Polda Metro Jaya ia pun menjemput Astrid dan Aris disekolah. Kedekatan Astrid dengan Elmo pun diketahui oleh seluruh guru disekolah, dan banyak dari guru lain yang mendukung hubungan Astrid dan Elmo. Karena selain Elmo pemuda yang baik hati, sopan santun dan memiliki paras tampan sehingga terlihat cocok dengan Astrid yang notabene guru termuda dan tercantik disekolah ini. Rutinitas Elmo menjemput Aris dan Astrid membuat Elmo mendadak terkenal oleh guru-guru lain. Disaat ini benar-benar Elmo memanfaatkan kebersamaan dengan Astrid karena beberapa hari lagi Astrid akan pergi keluar kota, hampir setiap hari Elmo berusaha mencurahkan perhatiannya kepada Astrid. Sempat beberapakali Elmo mengunjungi Astrid hanya untuk membetulkan jendela rumah Astrid, sekaligus mengisi keseharian untuk bersama.

Disaat sore hari disalah satu taman bermain perumahan, terlihat Aris sedang mengendarai sepeda barunya ditaman lingkungan rumah Aris. Sepeda baru berwarna kuning itu baru saja dibelikan mama Aris sebagai hadiah, karena ada peningkatan nilai Aris disekolah. Ditaman perumahan tersebut ternyata Aris tidak sendiri melainkan ditemani oleh Elmo dan Astrid yang selalu memberi dukungan kepada Aris yang baru saja bisa mengendarai sepedanya. Mereka bertiga pun asyik bercanda dan bersenda gurau. Sesekali karena kedekatan mereka bertiga sempat Elmo dan Astrid mengajak Aris kesalah satu pusat perbelanjaan, berhubung Aris jarang jalan-jalan bersama mamanya yang selalu sibuk. Ketika mereka bertiga telah sampai didalam pusat perbelanjaan tersebut, Astrid dan Elmo pun mengajak Aris ketempat permainan anak. Membuat Aris sangat senang, begitu juga dengan Elmo dan Astrid sambil memperhatikan Aris dari kejauhan.

Disaat hari sudah sore, Elmo pun pulang kerumah dari kesibukannya jalan-jalan seharian bersama Astrid dan Aris, mesin motor ia matikan, helm ia letakkan diatas tangkai spion, setelah ia turun dari motornya ia pun membuka pintu pagar yang tingginya tidak lebih dari perut orang dewasa. Tanpa gembok atau kunci pengaman lainnya seakan Elmo tidak khawatir terhadap perampok atau orang yang berniat jahat kepada seiisi rumahnya. Padahal kalau ia keluar rumah, rumah tersebut kosong tanpa penghuni, kecuali seekor Beo yang tergantung bersama sangkar diruang teras. Elmo pun berjalan kearah pintu rumahnya, dan seketika Beo itu pun berkata.
“Elmo sibuk...Elmo sibuk!” ujar Beo. Elmo pun menoleh kearah sangkar burung yang tergantung diruang teras, lalu Elmo tersenyum mendengar ledekan dari Beo dan berkata.
“Ngambek yaa udah ngga diperhatiin? Hehehe...” ledek Elmo sambil memandangi kearah Beo yang sedang ngambek.
Lalu Elmo berjalan kearah pintu dan meraih kunci dari saku celananya. Kreekk suara pintu terbuka, lalu ia pun masuk kedalam rumah. Setelah kurang dari lima belas menit Elmo keluar dari pintu rumahnya dengan pakaian yang berbeda dan terlihat cukup rapih, ternyata ia pulang hanya untuk mandi dan berganti pakaian saja. Setelah keluar dan mengunci pintu rumah rapat-rapat Elmo berjalan kearah motornya dan melewati teras dimana terdapat seekor Beo yang sedang ngambek, lalu Elmo pun berkata.
“Pergi dulu ya Beo!” Ujar Elmo.
“Elmo sombong...Elmo sombong” sahut Beo.
“Hhhuuff...ini minyak wangi apa minyak nyongnyong?” tanya Beo kepada Elmo yang terlihat rapih dan menggunakan minyak wangi yang sedikit berlebihan, maklum karena Elmo ada janji makan malam dengan Astrid. “Diihh...ngeledek lagi!” jawab Elmo sewot. “Bye..bye..Beo ngambek...hihihi” sahut Elmo kepada Beo, lalu ia pun berjalan kearah pagar untuk keluar dan menyalakan mesin motor lalu melesat dengan motor tua 600 cc. Karena mengejar waktu untuk bertemu dengan Astrid.

***

Menjelang Kepergian Astrid
Jelang tiga hari sebelum kepergian Astrid keluar kota, Elmopun mengajak Astrid kesalah satu restoran mewah yang cukup terkenal di Jakarta. Elmo pun menggunakan pakaian yang cukup rapih untuk makan malam bersama Astrid, begitu juga dengan Astrid ia tak kalah anggun menggunakan pakaian yang jarang ia kenakan. Mereka berdua seakan menjadi raja dan ratu malam ini, karena dijamu oleh pramusaji yang datang silih berganti. Astrid pun berkata.
“Elmo, restoran ini kan mewah sekali, memang kamu sudah gajian?” tanya Astrid polos.
“Tenang aja, gaji aku kali ini lebih kok, makanya aku ajak kamu ke restoran ini. Sekali-kali boleh dong!” jawab Elmo dengan nada enteng.
“Ngomong-ngomong malam ini kamu terlihat anggun, aku sempat pangling melihat kamu pertama kali menggunakan dress ini” ujar Elmo memuji Astrid.
“Aku juga sempat terkejut, yang aku undang makan malam kan seorang guru. Kenapa yang datang bidadari dari khayangan?” ujar Elmo menggoda Astrid.
“Ahh...gombal!” jawab Astrid. Sontak Elmo pun tertawa terbahak-bahak mendengar komentar Astrid, seakan seakan tidak mau terlena dengan pujian Elmo. Makan malam kali ini merupakan makan malam yang sangat romantis antara mereka berdua, tiga buah lilin yang menyala diatas meja seakan menjadi saksi bisu dalam keakraban perbincangan mereka.

Setelah mereka selesai makan malam mereka pun pulang dengan motor Elmo, terlihat Elmo memacu kecepatan motornya untuk mengantarkan Astrid agar lekas sampai kerumah. Karena jam tangan Elmo telah menunjukkan pukul sembilan malam dan Astrid pun harus bangun pagi untuk mengajar disekolah. Ketika hampir sampai dirumah Astrid, tiba-tiba hujan pun turun dengan sangat deras, merasakan guyuran hujan semakin lebat Elmo pun semakain memacu laju kecepatan motonya. Dan akhirnya mereka sampai didepan pagar rumah Astrid, terlihat Astrid bergegas turun dari motor dan langsung membukakan pintu pagar dan berkata.
“Motornya masukin aja!” pinta Astrid kepada Elmo, dengan guyuran hujan bergegas Elmo mendorong kuda besinya kedalam teras rumah Astrid. Setelah memasuki teras sempat Elmo menggigil karena pakaian yang ia kenakan basah semua dan dinginnya angin berhembus. Astrid yang berlari kedalam rumah, tiba-tiba ia pun telah keluar didepan pintu dengan membawa sehelai handuk untuk mengelap wajah Elmo yang basah karena hujan, dan ia pun berkata.
“Pakaianmu basah semua Elmo, agar kamu tidak sakit lekas mandi sana, nanti kubuatkan teh panas!” ujar Astrid yang iba melihat kondisi dan pakaiannya yang basah kuyup, terlihat Elmo pun sibuk mengeringkan wajah dan kepalanya dengan handuk diteras tersebut.
Setelah Elmo selesai mandi Elmo pun menggunakan pakaian kaos dan celana pendek milik Astrid, yang sengaja Astrid pinjamkan danAstrid pun berkata.
“Berhubung sudah larut malam dan hujan masih sangat deras, lebih baik kamu bermalam disini, besok pagi aku bangunkan!” ujar Astrid karena tidak sampai hati melihat Elmo kalau pulang dengan guyuran hujan.
“Besok pagi aku harus ke Polda Astrid, jadi lebih baik aku pulang saja!” jawab Elmo.
“Tenang saja, pagi-pagi sekali sebelum aku berangkat kesekolah pasti aku bangunin kok!” ujar Astrid. Mendengar tawaran Astrid, Elmo pun tak kuasa menolak karena cuaca diluar pun hujan semakin deras dan dinginnya angin malam.
“Ini sudah aku buatkan teh hangat, agar kamu tidak kedinginan!” ujar Astrid menawarkan kepada Elmo. Melihat perhatian Astrid yang begitu besar, seakan membuat Elmo semakin dalam untuk merajut hubungan yang lebih serius kepada Astrid, dan membuat Elmo semakin takut akan kepergian Astrid keluar kota.

Secangkir teh hangat itu seakan telah mengembalikan stamina Elmo, rasa dingin yang merasuk hingga kedalam tulang tiba-tiba hilang walau hanya meminum beberapa teguk, seakan memberi kehangatan kedalam tenggorokan dan menjalar keseluruh tubuh Elmo. Lalu Astrid pun keluar dari kamarnya dengan membawa dua buah bantal dan selimut, dan berkata.
“Elmo kamu tidur disofa ya, bantal dan selimut sudah aku siapkan. Jangan lupa setelah teh hangatnya habis, lebih baik kamu segera istirahat agar kamu tidak letih besok pagi!” perintah Astrid, lalu Astrid pun berjalan kearah kamarnya, sebelum Astrid menutup pintu kamar ia pun menoleh kewajah Elmo dan berkata.
“Selamat malam Elmo, semoga mimpi indah!” sapa Astrid kepada Elmo dengan senyuman karena ia pun senang dapat ditemani Elmodirumahnya walau semalam, dan Elmo pun menjawab.
“Selamat malam juga Astrid, semoga semoga malam ini kamu mimpi indah juga” jawab Elmo dengan tersenyum. Lalu Astrid pun menutup pintu kamarnya.
Terlihat Elmo sedang membenahi sofa dan berusaha meluruskan kakinya untuk merebahkan tubuhnya yang lelah, sebelum Elmo terlelap sempat ia memikirkan tentang hubungannya dengan Astrid. Terbesit beberapa kalimat dalam benaknya, Apakah Astrid akan kembali dari kota Batam? Berapa lama Astrid berada disana? Pertanyaan-pertanyaan itu pun selalu mengganggu pikiran Elmo, lambat laun ia pun memejamkan mata dan terlelap lebih dalam.

Matahari dari ufuk timur menyinari langit, pagi yang cerah setelah semalaman permukaan bumi diguyur hujan. Pancaran sinar matahari menembus jendela rumah Astrid, suasana rumah Astrid sangat hening pagi ini, tidak ada aktifitas Astrid yang biasa memasak untuk sarapan. Elmo yang menginap dirumah Astrid pun tidak terlihat sedang berbenah untuk pulang, karena ia berencana akan pergi ke Polda. Ternyata pagi ini Elmo telat untuk bangun, Elmo yang sedang asyik terlelap sontak terbangun dan langsung melihat jam tangannya dengan kondisi setengah sadar, Elmopun langsung berdiri dan memanggil Astrid.
“Astriidd...!” ujar Elmo, panggilan itu tak kunjung berbalas oleh Astrid. Lalu ia pun memanggil kembali ”Astriidd...!”sambil beranjak kedepan kamar Astrid dan mengetuk pintu kamar sambil memanggil namanya. Ternyata kembali tak kunjung ada jawaban, spontan pintu kamar itu Elmo buka dan kamar itu pun kosong tidak berpenghuni. Ia pun berlari kekamar mandi sambil memanggil nama Astrid dan tak kunjung ada jawaban, wajah Elmo yang panik sempat terbesit oleh Elmo, jangan-jangan ia sudah keluar kota? hati Elmo sempat cemas dan gusar.
Setelah ia melintas didepan meja makan pandangan Elmo terpana melihat selembar kertas yang terdapat tulisan didalamnya. Elmo pun meraih kertas tersebut, satu persatu kalimat itu Elmo baca.
Elmo, berkali-kali aku sudah membangunkan dan berbagai macam cara untuk membangunkan tapi kamu ngga bangun-bangun. Akhirnya aku berangkat kesekolah takut telat dan sarapan telah aku siapkan, jangan lupa sarapan sebelum kamu berangkat. Nanti kamu pegang ya kunci rumahnya! Terimakasih.
Membaca memo itu Elmo pun tenang dengan raut muka berseri-seri karena Astrid telah meninggalkan pesan, bahkan Astrid juga telah menyediakan sarapan khusus untuknya.

Setibanya Elmo Polda, terpancar wajah kebahagian yang memasuki ruang kerja Pak Herman, lalu ia pun duduk didekat meja kerja Pak Herman.
“Anak muda...anak muda, beginilah kalau sedang jatuh cinta!” ujar Pak Herman.
Lalu Elmo pun menceritakan hubungannya dengan Astrid, diawal cerita Elmo banyak menceritakan hal-hal yang menyenangkan baginya bersama Astrid. Lambat laun cerita itu berubah menjadi kecemasan dan kegusaran Elmo, dan Elmo pun mencurahkan hatinya kepada Pak Herman tentang rencana kepergian Astrid untuk mengajar dikota Batam. Beberapa pertanyaan pun Elmo lontarkan kepada Pak Herman untuk meminta saran terbaik untuk dirinya dan Astrid. Terlihat Pak Herman sangat mendukung hubungan Elmo dengan Astrid. Walau Pak Herman belum pernah bertemu dengan Astrid tetapi Pak Hermn pun dapat mengetahui kalau Astrid adalah wanita yang baik dan cocok jika berpasangan dengan Elmo.
Dilain sisi Astrid sedang istirahat diruang guru, terlihat sedang berbincang dengan Bu Kusuma.
“Bagaimana Astrid?” apakah kamu sudah siap untuk meninggalkan Elmo keluar kota?” tanya Bu Kusuma.
“Sebenarnya saya belum siap Bu karena saya begitu cinta sekali dengan Elmo dan belakangan ini kita banyak menghabiskan waktu bersama, hal inilah yang menjadikan saya berat meninggalkan Elmo, begitu juga dengan Elmo. Walaupun ia selalu mendukung saya dengan karir aya dan menyuruh saya agar tetap pergi kekota Batam, tetapi sebenarnya ia menutupi perasaannya kalau ia pun berat melepaskan kepergian saya” ujar Astrid.
“Kalau kamu belum siap, Ibu bisa membantu kamu untuk membicarakan hal ini kepada Kepala Sekolah, agar ada guru lain yang dapat menggantikan kamu!” tawaran Bu Kusuma kepada Astrid untuk membantu masalah yang sedang dialami Astrid.
“tidak usah repot-repot Bu, sepertinya saya akan tetap berangkat walau hati ni berat sekali meninggalkan Elmo!” jawab Astrid.
Setelah Elmo pulang dari polda, seperti biasa ia pun menuju sekolah untuk menjemput Aris dan Astrid. Menjelang dua hari sebelum kepergian Astrid, semakin sering Elmo dan Astrid untuk menghabiskan waktu bersama. Untuk memanfaatkan waktu bersama terkadang mereka bertiga yaitu Elmo, Astrid dan Aris sering bermain ketempat rekreasi, pusat pembelanjaan, arena bermain keluarga dan bahkan les bersama.
Hari ini merupakan hari terakhir Astrid mengajar disekolah ini, terlihat Astrid bersemangat penuh suka cita mengajar pada hari ini. Semua siswa dikelas ini pun mengetahui kalau Bu Guru Astrid akan berangkat kekota Batam untuk pindah dan mengajar disana. Tiba-tiba bel sekolah pun berbunyi, tanda telah habis waktu proses belajar mengajar disekolah pada siang ini. Semua siswa didalam kelas pun bersiap-siap untuk pulang, hampir semua siswa SD antusias setiap menyambut bel berakhirnya sekolah, karena mereka ingin bergegas untuk pulangdan bertemu dengan orang tua diluar kelas yang telah siap untuk menjemput. Astrid yang duduk dimeja guru terlihat sedang menulis daftar kehadiran siswa dan mempersiapkan beberapa perlengkapan sehubungan ia akan meninggalkan kelas dan sekolah ini. Diruang kelas ini ternyata Astrid tidak sendiri, ia dtemani oleh siswa kesayangannya yaitu Aris, Aris yang sedang merapihkan buku-bukunya untuk dimasukkan kedalam tas. Setelah dimasukkan kedalam tasAris pun tidak langsung pulang melainkan ia mengeluarkan harmonikanya untuk ia mainkan, sambil menunggu Bibi datang Aris pun asyik melantunkan lagu, tiba-tiba Astrid berkata.
“Aris, kok kamu belum pulang?” tanya Astrid, lalu ia pun beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Aris.
“Aku lagi nunggu Bibi, Bu!” jawab Aris.
“Soalnya Kak Elmo mau nganter Bu Astrid kebandara, jadi Bibi yang jemput Aris!” ujar Aris menjelskan. Mendengar penjelasannya Astrid pun tersenyum, lalu Aris pun bertanya.
“Emangnya Bu Astrid kapan pulang dari Batam?” tanya Aris dengan polos.
“Belum tau Aris, soalnya Ibu akan mengajar disana, disekolah kota Batam!”
“Waahh..kalau Bu Astrid ngga pulang-pulang, nanti Aris ngga bisa jalan-jalan ke Mall lagi dong?” ujar Aris yang turut merasakan kehilangan atas kepergian Astrid.
“Kan ada Kak Elmo yang bisa temani Aris jalan-jalan! Mudah-mudahan kalau Bu Astrid libur dan bisa pulang, Bu Astridpasti akan ngajak Aris jalan-jalan lagi deh!” jawab Astrid untuk menenangkan Aris sambil membelai kepala Aris.
‘Bu, kota Batam itu jauh ngga sih?” tanya Aris kembali dengan raut muka polos.
“Kalau dipeta kota Batam itu adanya di pulau Sumatra, jadi cukup jau dari kota Jakarta tempat kita tinggal” jawab Astrid.
Mendengar jawaban Astrid, Aris pun tak berkomentar apa-apa dan kembali meraih harmonikanya dan mencoba melantunkan sebuah lagu. Astrid pun kembali kemeja guru dan duduk, sejenak Astrid memperhatikan Aris yang sedang asyik memainkan harmonika terbesit olehnya kalau ia pun berat meninggalkan Aris, karena Aris sangat butuh perhatian dari orang dewasa apalagi dari orang tuanya. Lalu Astrid pun kembali fokus kepada pekerjaannya diatas meja, karena Astrid akan melaporkan hasil pertanggung jawaban sebagai wali kelas ini kepada Kepala Sekolah. Mulai dari absensi siswa sampai perkembangan tiap siswa dalam menerima pengajaran bagi Astrid. Disaat Astrid serius mengerjakan tugasnya, tiba-tiba terdengar lantunan lagu yang dimainkan oleh Aris, seakan lagu ini sudah tidak asing lagi dielinga Astrid. Karena lagu ini pernah dilantunkan disaat Astrid ikut dalam kegiatan les Aris bersama Elmo dan Bibi. Lantunan lagu tersebut seakan kembali mengingat dengan detil momentum-momentum itu, ia pun takut kalau kejadian itu tidak dapat terulang kembali. Beberapakali  Astrid mencoba memfokukan diri untuk menyelesaikan tugasnya, tetapi apa daya irama lagu itu seakan terus menusuk kedalam kesedihan Astrid dan akhirnya membuat mata Astrid berkaca-kaca, seolaha genangan air mata itu terus memenuhi kedua bola matanya.

Dengan mnggunakan kemeja kotak-kotak dengan lengan panjang yang tergulung sampai siku dan celana blue jeans, melaju denan kencang dengan kendaraan rodaduanya. Elmo yang terlihat mengendarai motornya tampak tergesa-gesa untuk sampai ketujuan, dijalan protokol Jakarta kondisi jalan cukup padat tapi tidak menjadi halangan bagi Elmo. Sesekali Elmo menoleh keatas untuk melihat langit, cuaca siang ini memang sangat mendung, jam tangan Elmo menunjukkan jam satu siang tetapi seakan sudah pukul enam sore, terasa cukup gelap siang ini. Sempat terbesit olehnya Apakah bertanda akan hujan lebat pada siang ini?. Tetapi perjalanan ini tidak menjadi halangan bagi Elmo, bahkan ia semakin mempercepat laju kendaraannya, karena siang ini Elmo berencana akan menjemput Astrid disekolah dan akan mengantarkannyakebandara. Kendaraan demi kendaraan ia lalui untuk mengejar waktu agar lekas sampai ketujuan. Hanya beberapa menit dari mendung itu tiba-tiba Wheerrrr.... guyuran hujan lebat pun menghantam bumi, aspal kering pun mengeluarkan asapnya setelah ditimpa hujan lebat dan menjadi genangan. Seakan pepohonan ditaman kota pun merasa sangat bahagia menyambut hujan disiang hari yang sebelumnya cuaca sangat panas. Para pengendara roda dua yang sedang melintas dijalan raya itu sontak menepi untuk mencari tempat berteduh dipinggir jalan. Elmo yang merasa dikejar waktu akhirnya ikut menepi mengikuti pengendara roda dua lainnya. Sekitar setengah jam Elmo menunggu dari guyuran hujan lebat ia pun meraih ponselnya yang berada didalam saku celananya. Berencana untuk mengabarkan kepada Astrid kalau ia akan datang terlambat karena hujan. Melihat kondisi ponelnya yang batreinya melemah, Elmo pun mengurungkan niatnya untuk menelepon Astrid, dan ia pun menunggu hujan itu reda disalah satu halte pinggir jalan.

***

Lost Contact
Di lain sisi Astrid yang sedang duduk menunggu diruang guru pun merasa cemas menantiElmo, beberapakali tombol ponsel Astrid ia tekan untuk menghubungi Elmo tetapi tidak ada jawaban, yang terdengar hanya suara mesin opeator. Astrid pun gusar sekaligus kesal karena sudah empat puluh lima menit ia menunggu tapi Elmo tidak memberinya kabar. Terbesit dalam benak Astrid, mungkin Elmo tidak bisa menjemputnya karena hujan lebat, tetapi kenapa ia tidak memberikan kabar selama ini. Tindakan Elmo seakan menjadi tanda tanya besar bagi Astrid. Akhirnya Astrid memutuskan untuk pulang seorag diri, peralatan tulis dan buku-buku yang berada diatas meja ia rapihkan. Lalu ia pun pulang berpamitan dengan Bu Kusuma yang masih sibuk dengan pekerjaannya diatas meja. Setelah keluar dari ruang guru, terlihat lingkungan sekolah ini sudah sepi sudah tidak ada lagi siswa yang bermain dilingkungan sekolah, yang ada hanya beberapa guru dan penjaga sekolah. Astrid pun berjalan melintasi lapangan basket menuju gerbang sekolah, payung kecil yang berada didalam tasnya pun telah ia bentangkan, berjalan dengan perlahan karena lapangan telah digenangi oleh air. Setiba diluar gerbang Astrid menoleh kekiri dan kekanan, bukan angkutan umum yang ia cari. Ia pun tidak melihat apa-apa dan tidak ada satu kendaraan pun yang melintas, beberapa saat kebetulan angkutan umum berwarna merah itu pun melintas persis didepan Astrid. Spontan Astrid pun memberhentikannya lalu manaikinya. “Kejalan Mawar ya pak!” pinta Astrid kepada supir angkutan tersebut. Lalu angkutan itu pun jalan meninggalkan gerbang sekolah, setelah angkutan itu berjalan tidak jauh dibelakang prsis angkutan itu terlihat sebuah kendaraan roda dua dengan pengendaranya yang sedikit tergesa-gesa memasuki gerbang sekolah, bahkan pengendara tersebut basah kuyup karena berkendara disaat hujan yang sangat deras. Ternyata Elmo telah sampai disekolah untuk menjemput Astrid, tetapi Astrid tidak menyadari kalau persis dibelakang angkutan itu adalah motor Elmo. Elmo pun turun dari motornya dan brjalan memasuki ruang guru, terlihat didalam ruang guru tersebut ada Bu Kusuma, lalu Elmo pun menyapa.
  “Permisi Bu Kusuma, Bu Astrid ada?” tanya Elmo yang terlihat basah kuyup karena guyuran hujan.
  “Ibu Astrid baru saja pulang, mungkin belum jauh, disusul aja!” jawab Bu Kusuma.
  “Makasih ya Bu...!” jawab Elmo yang langsung berjalan keluar ruangan guru. Lalu ia pun mengeluarkan ponselnya, terlihat ponsel tersebut telah mati beberapakali Elmo menghidupkan tapi ponsel tersebut tak kunjung menyala.

Elmo pun bergegas mnghampiri motornya dan berusaha menyalakan mesin, ternyata Elmo mengalami kendala, mesin motor tersebut tak bisa menyala. Sontak Elmo panik bukan kepalang, motor yang baru saja ia kendarai ternyata sudah tidak bisa menyala kembali. Elmo pun mencari sebab asal muasal mogoknya mesin, satu persatu ia mengecek kabel-kabel yang terlilit dimesin motor sehingga cukup membuang waktunya untuk bertemu dengan Astrid. Akhirnya Elmo menemukn masalah yang jadi penyebab motor itu mogok, yaitu busi motor tersebut kena air hujan yang mengakibatkan perapian untuk menyalakan mesin tidak berfungsi. Elmo pun mengelap busi itu dengan handuk kecil yang berada didalam tasnya, mencoba memasang busi tersebut dan menyalakan mesin, dan tiba-tiba mesin itu pun kembali menyala. Spontan Elmo manaiki motor dan tancap gas kerumah Astrid. Setelah ia sampai dirumah Astrid, ternyata Astrid sudah tidak ada dirumah, Elmo kembali panik dan bingung, ia pun merasa bersalah karena keterlambatannya. Mengakibatkan rencana untuk mengantarkan Astrid kebandara pun tidak terwujud, akhirnya Elmo beranjak untuk pulang dengan guyuran hujan deras dan wajah penuh penyesalan. Tapi ia pun tak menyerah begitu saja, ia langsung bergegas untuk pulang agar bisa me-charge ponselnya agar dapat menghubungi Astrid kembali.
Dilain sisi Astrid yang sudah berada didalam bus tersebut mencoba berkali-kali menekan tombol ponselnya untuk menghubungi Elmo, akan tetapi yang terdengar hanya nada mail box, karena ponsel Elmo sedari tadi memang sudah tidak aktif sampai saat ini.
Setelah Elmo sampai dirumahnya, ia pun bergegas untuk mengambil charger untuk mengisi baterai ponselnya. Dengan wajah sedikit sumringah Elmo pun menemukan charger itu diatas meja kamarnya. Ia pun berencana akan mengucapkan permintaan maafnya karena sudah telat menjemput Astrid sekaligus berpamitan, karena mereka berdua belum sempat mengucapkan kalimat perpisahan. Lalu charger itu ia tancapkan sudut ponsel tersebut dan akhirnya ponsel itu kembali menyala, terlihat wajah Elmo senang bahagia bukan kepalang karena ia pun berhasil menyalakan ponselnya. Sontak ia menekan tombol ponsel untuk menghubungi Astrid, lalu ponsel itu ia letakkan ditelinga sebelah kanan.
Tampak Astrid yang sudah berada didalam pesawat pun dapat pemberitahuan dari pramugari kepada seluruh penumpang dipesawat, untuk menonaktifkan ponselnya. Karena jika ponsel para penumpang pesawat dalam kondisi aktif dikhawatirkan akan mengganggu sinyal penerbangan pesawat. Astrid pun menekan tombol ponselnya untuk menonaktifkan, lalu cahaya dalam layar ponsel perlahan meredup dan padam seketika, tanda ponsel sudah tidak aktif.
Terlihat Elmo yang berada didalam rumah sedang menggunakan ponselnya, ternyata kali ini Elmo tidak beruntung karena setiap kali Elmo menghubungi Astrid terdengar suara layanan mali box dari ponsel Astridyang ternyata kali ini sudah tidak aktif. Elmo pun tidak menyerah ia terus mencoba hingga beberapakali untuk menghubungi Astrid kembali

Matahari terbenam hari pun mulai gelap terlihat Elmo didalam kamar yang telah melaksanakan sholat, ia pun membereskan sejadah yang ia letakkan diatas kasurnya. Setelah itu ia beranjak kearah dapur, hendak menyajikan makan malamnya seorang diri diruang tengah didepan TV. Sebelum makan malam ia pun teringat dengan Astrid, sejenak terpikir olehnya apakah Astrid telah makan malam disana? Ponsel yang tergeletak diatas meja ruang tengah spontan ia raih dengan tangan kanannya. Sampai saat ini pun ponsel Astrid terdengar tidak aktif, yang terdengar hanya nada mail box tetapi Elmo pun tak patah semangat dan terus mencoba.
Dilain sisi Astrid yang baru tiba dibandara Hang Nadim kota Batam terlihat sedang membawa beberapa tas yang berisi penuh, berjalan sedikit tertatih karena pegalnya badan sekian lama duduk didalam pesawat dan beratnya pikulan tas, tidak menjadi halangan Astrid untuk mencari taksi. Sambil mencari dan menunggu taksi tak berpenumpang yang melintas, Astrid pun berjalan kesudut taman bandara. Tampak tempat duduk yang kosong dipinggir taman, Astrid pun menghampiri dan lalu menyandarkan badannya untuk sejenak beristirahat serta melepaskan berat dari tas jinjing. Tiba-tiba ia ingat tentang Elmo dan meraih tas jinjing itu untuk mengeluarkan ponsel, merogoh isi tas itu akhirnya ia menemukan ponselnya dan berusaha untuk mengaktifkan, cahaya dalam layar ponsel pun menyala.
Belum sempat ia menekan tombol ponsel untuk menghubungi Elmo, tiba-tiba ia berpaling kearah jalan yg persis didepannya, karena silaunya lampu mobil yang menyoroti wajah Astrid. Ternyata sinar itu berasal dari lampu mobil taksi yang kosong dan hendak mencari penumpang, lalu sopir itu membuka kaca jendela mobil dan menawarkan jasanya kepada Astrid. Sontak Astrid menggenggam ponsel langsung memasukkan ponsel tersebut kembali kedalam tasnya, dalam keadaan tergesa-gesa karena antusias terhadap taksi kosong yang telah lama ia nantikan. Ternyata ponsel tersebut tidak benar-benar masuk kedalam tas, saat Astrid beranjak dari tempat duduk tiba-tiba ponsel itu terjatuh diatas rerumputan yang tebal disudut taman. Lalu Astrid pun berlari kearah taksi dan masuk kedalam dan duduk belakang, tidak berapa lama taksi itu pun berjalan meninggalkan bandara tersebut.

Disudut taman bandara terlihat kerlap-kerlip layar ponsel Astrid diatas lebatnya rerumputan, pancaran sinar ponsel itu terus menyala tiada henti. Tampak tulisan yang timbul dari layar ponselsebuah nama dengan empat huruf yaitu "ELMO". Dilain tempat Elmo yang sedang berusaha menghubungi Astrid dengan ponselnya tiba-tiba spontan wajahnya pun sumringah karena mendengar ponsel Astrid yang sudah aktif kembali, Elmo pun menunggu nada sambung yang terdengar dari ponselnya untuk mendengar suara Astrid untuk pertama kalinya setelah ditinggal pergi. Setelah sekian lama Elmo menunggu nada sambung tersebut ternyata tak kunjung diangkat oleh Astrid, entah ada apa gerangan? Menjadikan pertanyaan dalam benak Elmo. Elmo pun kembali tak henti-henti untuk mencoba menghubungi ponsel Astrid, walaupun jaringan telepon tersambung tetapi ponsel itu tak kunjung diangkat olehnya. Bagaimana mungkin Astrid akan mengangkat ponselnya, karena ponsel tersebut tercecer jatuh ditaman. Dilain sisi ponsel Astrid yang berada ditaman terus menyala dengan timbulnya "ELMO" dibalik kerlap-kerlip layar ponsel. Sampai akhirnya cuaca pada malam itu sedikit mendung dan tidak terlihat sedikit pun bintang-bintang dan bulan yang selalu menghiasi sang malam, rintik demi rintik air dari langit pun turun menghujani bandara dan sekitarnya. Semakin lama rintik-rintik itu pun menjadi deras dan membasahi atap, aspal dan taman-taman bandara, tak luput ponsel Astrid yang terus memancarkan sinarnya ikut bermandikan hujan dimalam hari. Hujan sangat deras itu ternyata mengakibatkan genangan ditaman yang dipenuhi rerumputan, sedikit demi sedikit genangan itu menenggelamkan ponsel Astrid yang terus menampilkan nama "ELMO" dalam layarnya. Dan sampai akhirnya sinar dilayar tersebut mulai meredup beserta tulisan itu karena tenggelam oleh genangan air, dan akhirnya lampu layar tersebut benar-benar padam dan tidak lagi menampilkan nama "ELMO". Terlihat Elmo yang berada didalam kamar berbaring diatas kasur empuknya pun kecewa dan bercampur khawatir atas tidak adanya jawaban atau kabar dari ponsel Astrid, seakan-akan ia berjanji untuk tidak mencoba menghubungi atau mengirim SMS kepada Astrid untuk melampiaskan kekecewaannya.

***

Aliran Air atau Aliran Listrik?
Disaat malam hari seorang pria dengan penampilan layaknya eksekutif muda sepulang dari aktifitas bekerjanya, memasuki rumah yang terlihat begitu mewah. Terbukti dari berbagai macam perabotan, struktur bangunan dan sentuhan desain interior minimalis nan elegan. Pria itu pun berjalan memasuki ruang tengah sambil menenteng kunci mobil dan tas, lalu duduk disofa import yang tampak mahal, sedikit menghela nafas akibat lelahnya seharian bekerja. Pria tersebut melihat kearah jam dinding yang telah menunjukkan pukul sembilan malam, dasi yang mengikat rapih dihelernya seakan membuat kaku peredaran darah disekitar lehernya karena seharian tidak dilepas, ia pun melonggarkan dasi tersebut dan beranjak kekamarnya. Keluar dari kamarnya ia pun hanya menggunakan celana pendek dan bertelanjang dada karena hendak ingin berenang sambil menenteng segelasminuman beralkohol, berjalan mendekati sebuah meja yang diatasnya terdapatpemutar alat musik CD Playerdan sepasang speaker besar diantaranya, tombol "PLAY" pun ditekan, hingar bingar suara yang keluar dari kedua speaker itu terasa memenuhi ruangan. Pria itu berjalan dengan sedikit bergoyang mengikuti irama lagu RnB dan menuju kearah meja bar didekat pintu belakang rumah, diatas meja bar ia menyalakan mesin penghangat kopi yang akan ia minum nanti setelah berendam, lalu menyalakan lampu Jaquzzi beserta penerangan taman dibelakang rumah. Setelah semua sudah siap ia pun menaruh gelas berisi minuman beralkohol ditepi Jaquzzi dan hendak merendamkan badan untuk releksasi. Kaki kanan telah menuruni anak tangga pertama, kaki kiri pun menuruni anak tangga kedua dan telah membasahi sedalam mata kaki, "Bbbrrrrrzzz...Bbbrrrrrzzz..." Tanpa disadari kaki kiri pria itu bersinggungan dengan anak tangga yang dilengkapi dengan lampu penerangan didalam Jaquzzi hingga membuatnya kejang-kejang dan tumbang diatas air akibat tersengat listrik dengan voltase sangat tinggi, seluruh lampu dan mesin yang menggunakan listrik pun berkedap-kedip seisi rumah. Setelah beberapa detik kejadian naas yang menimpa eksekutif muda ini, tampak sesosok orang asing dengan pakaian serba hitam dan wajah yang sukar dipandang, perlahan ia menghampiri pria itu. Seakan-akan ingin memastikan korban telah tewas, melihat kondisi korban yang mengambang dan terbujur kaku dipermukaan air, sesosok manusia misterius itu pun berlari kearah pintu belakang.

Pagi harinya tim kepolisian sudah datang ke TKP akibat dari laporan salah seorang warga. Tampak banyak warga sekitar mengerubungi TKP tersebut, tetapi hanya sampai garis polisi, Tim Puslabfor sibuk menangani kasus tewasnya eksekutif muda yang berstatus masih lajang ini, ada beberapa yang mendokumentasikan dengan kamera SLR, ada yang menganalisa arus listrik seisi rumah, ada yang berusaha memindahkan jasad korban kedalam kantung mayat, ada yang mengambil barang bukti lalu dimasukkan kekantung plastik transparan salah satunya pisau dapur yang tergeletak diatas meja taman dibelakang rumah. Baut lampu yang berada didalam kolam dan ada juga yang mengidentifikasi sidik jari disekitar Jaquzzi dan gelas, memang sangat berat kerja tim forensik, ditambah belakangan ini banyaknya kasus-kasus yang menewaskan korban dengan kronologis yang sangat misterius. Dirumah mewah ini korban tinggal seorang diri, tanpa ada sanak famili yang tinggal di Jakarta, sungguh malang nasib pemuda perantauan ini. Tiba-tiba Pak Herman yang berada dihalaman belakang rumah sangat serius dengan bukti penemuannya, ia pun menurunkan sedikit badannya, untuk jongkok, lalu Elmo yang baru datang ke TKP langsung menghampiri Pak Herman. Dan berkata.
"Kasus apalagi ini Pak?" Ujar Elmo dengan raut muka yang terheran-heran atas banyaknya kasus misterius dalam waktu seminggu ini.
"Nanti saja ceritanya, saya menemukan jejak sepatu tetapi mengarah ke pintu belakang rumah!" Ujar Pak Herman yang terlihat sedang konsentrasi dengan hasil temuannya sampai tidak begitu antusias melihat kedatangan Elmo, dengan pandangan tajam kearah jalan setapak yang dikelilingi rumput-rumput taman.
Elmo pun mengalihkan pandangannya dan ikut menyaksikan jalan setapak yang dicurigai Pak Herman, tanpa sungkan-sungkan Elmo menyolek dengan jari telunjuk tangan kanannya menyentuh jejak sepatu tersebut dan menjilati telunjuknya dengan ujung lidah, seperti layaknya seorang koki yang sedang menyicipi hasil masakannya, dan berkata. "Ehmm...kaporit!" Ujar Elmo kepada Pak Herman. "Apa, kaporit?" Tanya Pak Herman kepada Elmo dengan raut muka terheran-heran.
Tiba-tiba ada salah seorang tim forensik yang datang mendekati Pak Herman, dan berkata.
"Komandan, korban telah teridentifikasi. Korban ini bernama Jefri, ia merupakan karyawan yang memiliki jabatan penting disalah satu perusahaan swasta yang terkenal di Jakarta!" Ujar tim forensik kepada Pak Herman.
"Ehhm...oke, jangan lupa sisipkan indentitas korban kemeja saya!" Perintah Pak Herman kepada tim forensik.
"Siap komandan" jawab tim forensik, lalu ia pun berjalan hendak kembali melanjutkan pekerjaan untuk mencari barang bukti lainnya. Dan Elmo pun berkata.
"Kalau begitu, nanti malam kita kesini lagi pak!" Pinta Elmo kepada Pak Herman.
"Memang ada apa?" Tanya Pak Herman yang penasaran atas permintaan Elmo.
"Baru bisa saya jelaskan nanti malam hasil temuan ini" jawab Elmo sambil berdiri dan mencari selembar plastik yang ditemukan diatas meja teras belakang rumah, lalu ia pun menutupi temuan jejak sepatu tersebut.
"Kenapa harus ditutupi plastik?" Tanya Pak Herman heran dan bingung melihat tindakan Elmo.
"Tenang Pak, ini hanya untuk menutupi jika hujan!" Jawab Elmo enteng, dan berjalan kearah keluar dari TKP untuk pulang kerumah.
"Hey, mau kemana lagi kamu?" Tanya Pak Herman.
"Pulaanngg!" Jawab Elmo sambil berjalan kearah halaman dibagian depan rumah TKP, bergegas untuk menunggangi motornya yang terparkir disana.
"Kamu mau pacaran ya?" Tanya Pak Herman.
"Pacaran dengan siapa?" Tanya Elmo kembali.
Pak Herman pun tersadar kalau Astrid telah pergi ke kota Batam jadi Elmo tidak mungkin ada jadwal kencan hari ini, dalam benak Pak Herman sempat terbesit. Tingkah laku Elmo sedikit berubah setelah kepergian Astrid ke kota Batam, menjadikan Elmo tak banyak bercerita kepada Pak Herman tentang Astrid belakangan ini. Tidak seperti disaat ia sedang jatuh cinta kepada Astrid, yang banyak meluangkan waktu untuk mencurahkan hatinya kepada Pak Herman.

Sesampainya Elmo dirumah, ia pun meluangkan waktu untuk membereskan halaman rumahnya. Menyapu suang teras, menyiram tanaman, membersihkan sangkar burung Beo dan mengepel seisi ruangan dalam rumah, adalah kegiatannya saat ini. Disela-sela kesibukannya sempat terbesit tentang kenangan bersama Astrid disaat mereka berdua saling membantu untuk membersihkan rumah Elmo. Melihat ponsel tergeletak diatas meja ia pun berencana untuk menghubungi Astrid, setelah ia menggenggam ponsel beberapa detik tiba-tiba Elmo mengurungkan niatnya, dan kembali mengelap meja tersebut.

Malam yang gelap di TKP tak menyulutkan kedatangan kedatangan Elmo dan Herman.W untuk mengungkapkan bukti penemuan mereka tadi pagi, sesampainya didepan rumah korban mereka betemu dan berpapasan.
"Nih Pak peralatan saya, cukup membawa spidol, plastik transparan dan senter kecil ultra violet!" Ujar Elmo dengan nada sedikit sombong karena memamerkan semua benda tersebut didalam tas kecilnya. Elmo juga membawa senter dengan sinar ultra violet yang biasa dipakai untuk menerawang uang kertas.
"Sombong sekali kamu, coba buktikan!" Ujar Pak Herman menantang Elmo. Lalu mereka pun berjalan kearah belakang rumah untuk mencari jalan setapak itu, yang berada persis dihalaman.
"Tolong pegang sebentar Pak!" Pinta Elmo memberikan senter ultra violet kepada Pak Herman. Terlihat raut wajah Pak Herman masih bingung, sebenarnya apa yang ingin dilakukan Elmo dengan mengeluarkan plastik transparan dan spidol dari dalam tasnya. Memancarkan raut wajah yang yakin dengan penemuan ini akan membuahkan hasil, plastik transparan itu diletakan diatas jejak sepatu, yang sebelumnya sudah ditandai.
"Coba sekarang nyalain senternya Pak!" Pinta Elmo kepada Pak Herman.
“Waahh, bisa terlihat jelas ya” ujar Pak Herman dengan nada takjub.
“Siapa dulu dong, Elmo...!” ujar Elmo dengan nada sedikit angkuh.
“Kenapa kaporit ini dapat diterawang oleh sinar ultra violet, karena mangandung zat kapur yang memiliki buih-buih dari bubuk kaporit” ujar Elmo menjelaskan kandungan zat kimia kepada Pak Herman yang heran dengan kejeniusan Elmo. Selama proses pengerjaan untuk mencetak, Elmo pun bertanya.
“Memang hasil olah TKP sementara, seperti apa sih Pak kejadiannya?” tanya Elmo penasaran.
“Dugaan sementara, korban tersengat aliran listrik didalam kolam, karena ada lampu penerang kolam yang longgar sehingga mengaliri listrik kedalam air mengakibatkan tubuh korban hangus tersengat listrik dan mengambang dipermukaan air kolam” jelas Pak Herman.
Elmo pun mencetak jejak sepatu diatas plastik transparan seolah menggambar jenis uliran tapak sepatu dan merek dari sepatu tersebut, setelah semua garis dan ulir jejak sepatu dicetaknya, ia pun tersenyum dan berkata.
“Tuh kan, selesai deh” ujar Elmo.
“Terus mau kau apakan cetakan sepatu ini?” tanya Pak Herman.
“Tenang Pak, saya akan search di internet!” jawab Elmo dengan lugas.
“Ya sudah kalau begitu kamu kabari saya secepatnya, oke!” perintah Pak Herman.
“Pasti dong” jawab Elmo. Tiba-tiba Pak Herman mendekati Elmo dengan raut muka serius dan mendekati wajah Elmo layaknya hendak berbisik.
“Ngomong-ngomong bagaimana kabar Astrid?” tanya Pak Herman serius. Mendengar pertanyaan Pak Herman spontan wajah Elmo berubah menjadi tidak ceria kembali, dan berusaha berpaling dari tatapan Pak Herman dan berkata.
“Masih belum ada kabar, ponselnya saja tidak aktif. Sekali nya aktif tidak diangkat-angkat Pak” jawab Elmo dengan nada sendu. Pak Herman yang mendengar penjelasan dari Elmo seakan ikut merasakan kesedihan yang dialami oleh Elmo, walaupun Elmo merasa sangat kehilangan Astrid tetapi ia berusaha tetap ceria didepan Pak Herman. Karena Elmo banyak belajar dari Pak Herman untuk bersikap profesional disaat bertugas. Tetapi sepintar-pintar Elmo menutupi perasaan yang sedang dialaminya, pasti tetap terbaca oleh Pak Herman, karena sifat Elmo sangat mirip dengan ayahnya, yang nota bene sahabat setia Pak Herman.

Sesampainya dirumah Elmo pun bergegas untuk mengambil laptop didalam kamarnya, setelah menaruh tas kecil diatas meja yang berada persis didepan TV ruang tengah. Lalu ia membuka pintu kamar dan meraih laptop yang tersimpan didalam lemari, dan keluar kembali keruang tengah lalu duduk dikursi panjang. Tombol “POWER” ditekan layar laptop pun menyala, mecari hasil cetakan jejak sepatu didalam tas kecilnya dan lalu cetakan itu ia keluarkan, beberapa menit Elmo sempat terpana dengan hasil cetakannya karena hasil cetakan itu kurang jelas sehigga sulit mendeskripsikan jenis sepatu tersebut. Ia pun mengambil kertas putih A4 dan mesin scan yang berada dilaci meja kamarnya, setelah mengambil mesin scan Elmo langsung memasang kabel penghubung dengan laptop dan menempelkan plastik transparan cetakan sepatu dengan kertas putih A4 dan memasukan kedalam mesin tersebut untuk dicetak. Hasil cetakan pun selesai dan data tersebut ia simpan dalam laptop. Setelah sekian Elmo meng-edit gambar hasil scan, sedikit demi sedikit ada pencerahan dari hasil edit-nya yaitu terlihat logo kecil dan beberapa huruf dari merek cetakan jejak tersebut. Gambar hasil cetakan terasa masih sulit untuk diterka olehnya, karena ulir dari jejak sepatu itu tampak asing dibanding dengan merek sepatu pada umumnya. Lalu Elmo bergegas browsing internet dilaptopnya yang telah terhubung modem kecil disamping sisi laptop. Selain Elmo mencari jejak sepatu dari internet ia pun mencari kebenaran dari tulisan yang tercantum di bungkus korek api yang ditemukan dirumah Chatrin. Serasa semakin malam jam dinding pun telah menunjukkan pukul 00:20 WIB Elmo belum berhasil mencari. Beberapa jam telah berlalu, disaat jam dinding menunjukkan pukul 03:13 WIB akhirnya ada sedikit titik temu yang sangat mirip dengan produk sepatu yang dijual disalah satu website perlengkapan pendaki gunung.

Siang hari yang terik tidak menyulutkan Elmo untuk mencari toko perlengkapan pendaki gunung, rasa penasaran yang berlebihan membuat ia terus menunggangi motor tuanya dijalan raya. Setibanya ia ditoko yang berada persis dipinggir jalan, ia segera menurunkan standar motonya dan masuk ke toko tersebut. Berjalan kearah pintu masuk toko ia sempat melihat kearah atas pintu toko yang bertuliskan nama toko tersebut “Mountaineer” lalu ia mendorong pintu toko untuk masuk, setelah ia masuk ia pun disambut hangat oleh pramuniaga wanita yang berada dibalik meja kasir.
“Selamat siang pak, ada yang bisa saya bantu?” sapa ramah pramuniaga kepada Elmo.
“Iya, saya mau lihat-lihat sepatu gunungnya!” ujar Elmo.
“Kalau sepatu gunung ada disebelah sana pak!” komentar pramuniaga sambil menjulurkan tangan kanannya kearah jarum jam angka dua, Elmo pun berjalan menyusuri rak-rak perlengkapan. Setelah melihat dan mencari dengan seksama perlahan langkah Elmo berhenti memandangi susunan sepatu gunung lalu tangan kanannya meraih salah satu sepatu berwarna hitam yang sedang terpajang. Satu persatu sepatu itu ia amati untuk mencari kesamaan jejak yang ditemukan di TKP, setelah semua ia cari Elmo pun tidak menemukan sepatu tersebut lalu ia bertanya kepada pramuniaga.
“Mba, sepatu model lainnya ada? Atau hanya ini saja?” tanya Elmo sambil menunjuk kearah susunan rak sepatu.
“Kebetulan stok kita hanya ini saja, mungkin model lain akan datang minggu depan, karenadari pusat mengirimnya hanya seminggu sekali” jawab parmuniaga.
“Ooohh...begitu, kalau gitu saya minta alamat store pusatnya dong mba!” pinta Elmo. Lalu Sales Promotion Girl yang biasa disingkat SPG itu mengambil dan memberikan brosur yang dilengkapi dengan alamat-alamat gerai kepada Elmo.
“Ini pak toko-toko kami buka diberbagai tempat!” ujar pramuniaga.
“Kalau begitu terimakasih ya mba” jawab Elmo tergesa-gesa, lalu ia pun keluar dari toko tersebut.

Elmo mengendarai motor tuanya ditengah terik matahari dan hiruk pikuk lalu lintas Jakarta, dengan kecepatan 60 km/jamia seakan menikmati perjalannya. Setiba Elmo disalah satu Mall terbesar di Jakarta ia pun mengarahkan roda depannya kearah pintu masuk dan parkir di Basement. Setelah masuk kedalam Mall lalu ia berjalan menyusuri tiap tenant dan terus membaca plang yang terdapat diatas tenant tersebut, sambil memegang kartu yang diberikan SPG di tenant sebelumnya. Langkah demi langkah telah dilalui Elmo tiba-tiba dari kejauhan 5-6 meter tampak plang tenant yang bertuliskan “Mountaineer”, sontak Elmo semakin memacu langkahnya. Dengan nafas terengah-engah Elmo pun masuk kedalam tenant dan berjalan kearah sepatu-sepatu yang terpajang rapih, akhirnyaElmo mendapatkan sepatu yang ia inginkan lalu berjalan kearah kasir.

***

Korban Tabrak Lari
Sepulang Elmo dari Mall tersebut, ia pun kembali mengendarai motor tuanya. Sepanjang perjalanan sempat Elmo kembali terbesit tentang Astrid, karena terakhir kali ia berkunjung ke Mall itu bersama Astrid dan Aris. Ia pun teringat dimana mereka bertiga sedang asyik bermain bersama dan berjalan bersama didalam Mall yang baru saja ia kunjungi. Sempat terpikir oleh Elmo untuk mengunjungi rumah Astrid, untuk memastikan apakah Astrid telah pulang dari luar kota, spontan ia mempercepat laju perjalanan motornya menuju alamat rumah Astrid. Dengan kecepatan maksimal motor tuanya, akhirnya ia pun sampai didepan persis pagar rumah Astrid, berhenti didepan pagar rumah pujaan hati lalu ia menolehkan pandangan sepenuhnya kearah pagar dan seisi teras rumah. Tampak rumah dengan kondisi yang sangat sepi dan tak berpenghuni, lampu teras pun masih menyala seakan sejak peninggalan Astrid lampu bohlam itu tidak perah berhenti menyinari teras siang dan malam hari. Kenangan Elmo bersama Astrid yag sedang asyik berbincang dimeja teras pada malam hari itu kembali teringat, tetapi kenangan itu perlahan sirna dan tak mungkin kembali. Setelah beberapa menit melihat halaman dari balik pagar rumah Astrid, Elmo beranjak pulang dengan raut muka yang begitu putus asa, kesedihan itu seakan tidak dapat terbendung terlihat dari wajah Elmo. Harapan demi harapan pun tak kunjung terwujud dan luntur seketika, setelah ia meninggalkan pagar dan beragamnya tanaman hias dalam teras rumah Astrid yang penuh kenangan.

Sore hari nan cerah, terlihat kerumunan anak-anak sedang asyik ditengah taman komplek perumahan, ada yang bermain sepeda, kejar-kejaran, main tak umpet, loncat karet dan permainan anak lain-lainnya, ditaman yang asri ini seakan menjadi ajang bermainnya anak-anak dan babysitter penghuni perumahan ditiap sore. Tampak Aris sedang mengendarai sepeda baru yang dibelikan ibunya minggu lalu, Aris mengitari taman bersama tiga temannya dengan suka cita, dengan percaya dirinya Aris berada didepan teman-temannya seakan konvoi untuk mengitari taman, maklum sepeda Aris memang terlihat lebih bagus dan mahal dari sepeda teman-temannya. Berjalannya waktu hari pun semakin sore dan Aris pun berniat untuk pulang, karena sudah waktunya untuk mandi setelah seharian bersekolah dan bermain, Aris pun berhenti dan turun dari sepeda lalu berkata.
“Besok kita main lagi ya, soalnya udah sore aku mau mandi dulu!” ujar Aris kepada ketiga temannya.
“Iya aku juga mau mandi!” ujar temannya. Dan temannya yang lain pun mengikuti “Iya aku juga” “Aku juga” serentak mengikuti.
Mereka kompak memutar arah sepeda dan pulang kerumah masing-masing, beberapa meter dari tamanAris pun berniat untuk menyebrang jalan kearah rumahnya, tanpa diduga-duga terdengar suara dencitan Chhiiiittt... mobil mengerem seakan sangat keras dibelakang Aris dan Bhhuuukkk...Aris pun terpental dan tersungkur kesebelah kiri bahu jalan, roda sepeda terus berputar walau sudah tergeletak diatas aspal, suasana hening sejenak, pandangan mata dari keramaian taman tertuju kearah pusat suara, dan melihat Aris tergeletak dekat dengan mobil yang baru saja melintas.

Diruang dapur Bibi sedang mencuci piring seperti aktifitas biasanya, satu demi satu piring yang sudah bersih ia pindahkan ke rak piring, Bibi tidak pernah teledor dengan pekerjaannya selain bersih-bersih Bibi juga punya tanggung jawab untuk mengurus Aris setiap hari. “Assalamualaikum...Assalamualikum!” teriakan sangat kencang berasal dari luar pagar, Bibi yang sedang mencuci piring sontak terkejut dan penasaran atas tamu yang begitu kencang teriakannya. Lalu Bibi berlari kearah pagar untuk melihat siapa gerangan tamu yang berteriak, Ssreekkk... pintu pagar dibuka dan Bibi terkejut melihat Aris bersimbah darah sedang digendong oleh pemuda setempat yang menyaksikan kecelakaan tersebut. Kondisi Aris tidak sadarkan diri dan mengeluarkan banyak darah disekitar wajah hingga menodai bajunya, teman-teman Aris juga ikut membantu membawa sepeda Aris yang sudah penyok dan rusak. Bibipun menangis tak henti-henti atas kejadian yang menimpa anak majikannya tersebut, dan terus bertanya-tanya atas kejadian sebenarnya kepada pemuda sukarelawan itu. Lalu Bibi dengan raut wajah yang sangat panik mengajak masuk kedalam rumah kepada pemuda yang menggendong Aris agar Aris direbahkan disofa, spontan Bibi meraih pesawat telepon yang berada didekat sofa untuk menelpon ambulan.

Setelah seharian mencari bukti-bukti dari kasus tewasnya eksekutif muda yang notabene sedikit mencurigakan, Elmo yang sedang mengendarai motor tuanya berniat untuk pulang dan istirahat. Sepanjang perjalanan untuk pulang Elmo selalu memikirkan misteri kasus tersebut, yang membuat penasarannya penasaran walaupun ia sedang mengendarai motor, maklum karena Elmo tipikel pria yang sedikit introvert sehingga selalu membuatnya berfikir dalam setiap menghadapi masalah. Zzzzhhtt...Zzhhttt... suara getaran ponsel terasa dalam kantung celananya, ia pun segera mengarahkan kemudi motornya untuk menepi ke pinggir jalan untuk berhenti. Setelah berhenti ditepi bahu jalan Elmo merogoh kantung celana hendak meraih ponsel, dengan raut wajah berbeda ia membaca tulisan dilayar ponselnya yangbertuliskan “Rumah Aris”. Spontan Elmo menekan tombol ponsel untuk segera menjawab panggilan dari rumah Aris, dalam perbincangan itu terdengar suara Bibi menangis sesegrukan dan menjelaskan kepadanya bahwa Aris tertimpa musibah kecelakaan dengan kondisi kritis dan sekarang hendak dibawa oleh ambulan ke salah satu rumah sakit terkemuka di Jakarta, dan Bibi berharap kepada Elmo untuk datang kerumah sakit tersebut.
Setelah selesai bicara melalui ponsel Elmo menaruh ponsel kesaku celananya lalu melanjutkan perjalanannya ke rumah sakit yang diberitahukan Bibi, rencana pulang pun dibatalkannya. Starter motor ia nyalakan, pedal gas ditarik sekuat tenaga, tampak Elmo bergegasuntuk pergi dengan raut muka yang memancarkan kepanikan dan rasa sedih yang mendalam terhadap musibah yang menimpa Aris. Sepanjang perjalanan ia terus memikirkan Aris, wajahnya mulai murung memikirkan kondisi Aris, karena kekhawatiran yang berlebih sehingga membuatnya berfikir yang tidak-tidak dan meliarkan imajinasinya terhadap kejadian yang menimpa Aris. Roda motor pun semakin cepat berputar, hanya untuk mengejar waktu agar sampai ketujuan.

Perjalanan Elmo sedikit lagi hampir sampai, sepanjang perjalanan Elmo terlalu tergesa-gesa sampai akhirnya Brruuukkhh... ia pun menyeruduk mobil yang sedang melaju pelan yang persis didepannya, bumper belakang sebelah kanan mobil pun lecet sehingga pengendara mobil berhenti dan keluar dari pintu untuk memeriksa kondisi kendaraannya yang ditabrak Elmo, Elmo tercengang dan kaget setengah mati harus berbuat apa.
“Hey, liat-liat kalau jalan!” bentak pengendara mobil dengan nada keras sekaligus dengan raut wajah yang sangat marah.
“Maaf-maaf pak, saya buru-buru karena adik saya masuk rumah sakit” ujar Elmo dengan nada memelas.
“Kamu kira kalau adik kamu masuk rumah sakit, kamu bisa semena-mena pakai jalan ini” kembali komentar pengendara mobil penuh arogan mengotot tiada henti seakan ia manusia yang tidak pernah berbuat salah.
“Ya sudah kalau begitu saya bertanggung jawab penuh atas kesalahan saya” pinta Elmo kepada pengendara mobil tersebut. Sambil terus meminta maaf dan melihat-lihat kondisi mobil yang lecet itu.
“Tanggung jawab...” ujar pengendara mobil, dengan nada yang meremehkan atas solusi yang ditawarkan Elmo.

Akhirnya Elmo pun sampai dirumah sakit, berjalan menyusuri bangsal mencari pintu bernomor 36, pintu demi pintu ia lalui menoleh kekanan dan kiri seakan tergesa-gesa mencari keberadaan ruangan tempat Aris dirawat. Melihat kearah kiri pintu yang bertuliskan 35, pandangannya pun ia alihkan kearah sebelah kanan dan masuk dengan melihat sekilas nomor 36 yang terpampang didepan pintu. Membuka pintu pintu dengan tergesa-gesa Elmo pun terdiam dan berdiri sejenak beberapa detik melihat pemandangan didalam ruangan, terdapat kasur besar yang dibalut sprei putih tempat Aris berbaring tidak sadarkan diri, Nuutt...Nuutt... terdengar jelas suara monitor pendeteksi jantung dengan keadaan normal, botol infus yang tergantung ditiang penyanggah terus meneteskan harapan kepada Aris. Bibi yang menangis sesegrukan diatas kursi disamping ranjang tempat Aris berbaring, telapak tangan kanan Bibi terus menutup wajah, sedangkan tangan kirinya menyanggah kuat dibawah siku lengan kanan. Lalu Elmo berjalan perlahan menghampiri Aris yang sedang terbaring belum sadarkan diri, melihat Aris dengan tangan diperban, kakinya digantung dengan penyanggah karena patah dan wajah yang sebagian tertutup perban berwarna putih, cukup memprihatin melihat kondisi Aris. Bibi pun menengadah kearah sesosok pria yang berdiri disebelah Aris dan menjadikan Bibi bertambah histeris, pancaran mata Elmo seakan ingin menangis tetapi ia tetap berusaha untuk menahan karena ia tak ingin menambah kesedihan Bibi, lalu Elmo bertanya.
“Kenapa bisa seperti ini Bi?” ujar Elmo kepada Bibi dengan raut wajah yang hampir meneteskan air mata, pandangannya terus menatap wajah Aris. Mendengar pertanyaan dari Elmo tangisan Bibi semakin tak terbendung, tetapi ia berusaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.
“Bibi juga ndak tau, yang nabrak kabur Mas Elmo!” jawab Bibi dan kembali menangis, suasana ruangan ini terasa terselimuti oleh kesedihan bagi Elmo dan Bibi. Elmo tak henti-henti memandangi wajah Aris yang sebagian terbalut perban, sesekali ia membetulkan selimut yang menutupi perut Aris agar selalu tertutup dan memberikan kehangatan kepada Aris.
“Saya takut nanti Ibu marah, karena saya tidak telaten menjaga Aris, betapa bodohnya diri saya mas Elmo!” ujar Bibi yang turut merasa bersalah atas kejadian ini.
“Mamanya Aris sudah ditelpon Bi?” tanya Elmo kepada Bibi yang masih menangis dan mengeluarkan air mata.
“Sudah, Ibu sedang dalam perjalanan menuju kesini” jawab Bibi. Setelah beberapa menit Elmo berbincang dan menenangakan hati Bibi yang sangat terpukul atas kejadian ini.

Tiba-tiba Rina mamanya Aris pun datang membuka pintu dan berlari masuk untuk melihat kondisi Aris. Berlari kearah ranjang lalu tangisan Rina pun meledak histeris dan menjatuh kan badannya untuk memeluk kencang tubuh Aris yang kecil, dan berkata.
“Arrriiiss...kenapa kamu nak?” tanya Rina kepada Aris yang belum sadarkan diri. Tetesan air mata deras mengalir dipermukaan kedua pipinya.
“Bibi...kenapa Aris ngga dijagain waktu main sepeda?” tanya Rina kepada Bibi dengan nada penuh emosi, Bibi pun hanya bisa menangis karena turut merasa bersalah.
“Jawab Bi...jawab!” tanya Rina kembali kepada Bibi, dan Rina pun kembali menangis histeris. Mendengar komentar Rina spontan Elmo berusaha menenangkan suasana, dengan mengusap punggung Rina agar mredam emosinya yang sedang memuncak.
“Sudah bu, kecelakaan itu tidak dapat diprediksi, lagi juga Bibi menjaga rumah pada saat Aris main sepeda!” ujar Elmo kepada Rina.
“Tenang ya bu, nanti saya akan bantu mencari pelakunya!”ujar Elmo menenangkan Rina.
Perlahan Bibi berdiri dari tempat duduknya untuk menghampiri Elmo, tangan kanan Bibi merogoh saku celananya hendak mengeluarkan secarik kertas, kertas putih yang terlipat dua ia buka lalu ia berikan kepada Elmo.
“Mas Elmo, tadi seorang pemuda yang menolong Aris sempat mengingat plat nomornya, semoga mas Elmo bisa menemukan” ujar Bibi sambil menyodorkan secarik kertas tersebut. Lalu ia terdiam sejenak dan terus memperhatikan apa isi kertas yang diberikan Bibi yang masih digenggam ditanggannya, tanpa berkomentar Elmo pun mengambil dari tangan Bibi.

Kertas putih lecak dan sedikit kumel itu seakan tidak memberikan secercah harapan bagi Elmo, Elmomelihat tidak ada yang istimewa dari kertas ini, setelah ia baca dan sadar bahwa ini adalah nomor polisi dari kendaraan yang menabrak Aris ia pun langsung meraih ponsel yang berada disaku celananya. Bertuliskan B 2930 ZA ini cukup untuk mencari tahu jejak pelaku yang menabrak Aris. Sambil menggenggam ponsel untuk meminta bantuan kepada Pak Herman, Elmo terus memandangi kertas putih itu. Tiba-tiba raut wajah Elmo berubah, matanya melotot seakan bola matanya ingin keluar, dalam benaknya pun terkejut yang sangat dahsyat. Ternyata nomor polisi sangat mirip dengan nomor polisi mobil yang baru saja ia tabrak sewaktu perjalanannya kerumah sakit, sejenak Elmo berusaha mengingat kejadian kecelakaan kecil yang baru saja ia alamidan ternyata benar nomor polisi itu cocok dengan kertas yang diberikan Bibi kepadanya. Seakan detak jantungnya berdetak kencang melihat tulisan diatas kertas putih itu, dan ia pun bergegas kearah pintu untuk keluar dari ruangan tersebut. Elmo beranjak pergi dari rumah sakit, setelah ia keluar dari ruang rawat Aris, Elmo pun kembali fokus kepada ponsel yang sedari tadi ia genggam ditangan kanannya. Satu persatu tombol ponsel itu ia tekan denga ibu jari tangan kanannya, Tuutt...Tuutt... terdengar nada sambung tanda saluran telepon telah tersambung.

Pusat Pengaduan Masyarakat, dimana tempat call center kantor kepolisian untuk merespon dengan cepat terhadap pengaduan masyarakat atas tindakan kriminal atau hal-hal lain yang membutuhkan aparat yang berwajib. Dari sekian banyak meja diruangan tersebut, para staf kepolisian duduk mengahadap meja yang tersusun rapi seakan serius dan sibuk melayani banyaknya pengaduan masyarakat, tiap staf yang bertugas menggunakan headset microphone yang tersambung langsung oleh sistem komputerisasi, layaknya customer service diperusahaan swasta. Terlihat disalah satu meja kerja, staf wanita dengan pakaian dinas kepolisian dengan potongan rambut pendek seleher, sibuk mengetik sesuatu diatas keyboard dengan sangat tergesa-gesa mengetik rangakian huruf-huruf dan angka-angka yang disampaikan Elmo melalui ponselnya.

Lalu lalang kendaraan dikota Jakarta menjadi pemandangan yang khas dikota nan indah ini, kepulan asap knalpot tak henti-hentinya keluar dari bus kota yang melintas. Semraut kendaraan seakan tertib kali ini, sungguh jarang terjadi kendaraan cukup tertib dijalan protokol saat ini. Ternyata ada sesosok pria tambun yang menggunakan seragam sekaligus helm berwarna putih dan bercorak biru itu sibuk mengatur arus lalu lintas dijalan ini, mungkin karena ada petugas Polantas yang menjadikan kendaraan-kendaraan berlaku tertib. Pria tambun nan gagah itu terus mengayunkan tangan kanannya untuk memerintahkan para pengendara yang sedang melintas untuk melaju terus tanpa berhenti sampai rambu-rambu yang telah ditetapkan. Tiba-tiba gerakan rutin itu terhenti dan petugas pun meraih sebuah alat komunikasi Handy Talky yang biasa disingkat “HT” terpasang dipinggang sebelah kanannya, lalu alat ia letakan ditelinga sebelah kanan. Entah apa yang sedang petugas itu bicarakan. Seakan kumis tebal yang berada diatas Bibirnya naik-turun mengikuti gerak Bibir. Setelah percakapan selesai, petugas itu pun menunggangi motor besarnya lalu menyalakan mesin disertai suara sirine dan melesat dengan kencang seolah berburu dengan waktu.

Motor besar yang melaju dengan kencang itu menerobos barisan demi barisan kendaraan roda empat dan kendaraan lainnya, lalu petugas itu memasuki jalur cepat dijalan protokol kota Jakarta. Padahal hanya kendaraan roda empat lah yang diperbolehkan melintas di jalur ini, tetapi sudah barang tentu petugas Polantas ini dalam keadaan sangat darurat hingga harus melintas dijalur yang tidak semestinya. Suara desingan sirene yang cukup keras membuat semua pengendara dan pejalan kaki terpana olehnya, spontan pengendara lain mengurangi kecepatan dan berjalan menepi kesisi sebelah kiri jalan untuk memberi ruas pada petugas Polantas yang sedang bertugas. Berjalan sekitar lima kilometer, petugas tambun itu seakan tak kenal lelah menoleh kearah kiri dan kanan, entah apa yang ia cari? petugas itu kembali menarik tuas gas motornya lebih kuat dan melesat dengan kencang. Tiba-tiba motor besar itu merapat kebagian belakang salah satu mobil sedan yang sedang berjalan, dan petugas pun menyalakan klakson sebanyak tiga kali. Knoott...Knoott..Knoott... itulah suara khas klakson dari petugas kepolisian yang sedang berpatroli, motor besar yang dikendarai petugas hendak ingin mendahului dari sisi sebelah kanan mobil sedan dan mensejajarkan dengan si pengemudi. Ia pun melambaikan tangan kirinya, tanda mengisyaratkan kepada pengendara mobil untuk segera menepi kepinggir bahu jalan.

Setelah kedua kendaraan menepi dengan posisi persis disamping trotoar, lalu motor besar itu parkir didepan mobil, petugas itu pun turun dari motornya dan segera menghampiri sang pengendara mobil yang bernomor polisi B 2930 ZA, pengendara mobil pun membuka kaca jendela.
“Selamat sore!” tegur petugas polantas.
“Selamat sore, ada apa Pak?” ujar pengendara mobil penasaran.
“Bisa lihat surat-surat!” pinta petugas.
“Memangnya ada apa, kok saya diberhentikan, padahal saya ada urusan mendadak” keluh pengendara mobil sambil berusaha meraih dompet dikantung celana belakangnya dan mengeluarkan STNK dan SIM, petugas pun menunggu dengan sabar.
“Nih...!” ujar pengendara mobil yang menyodorkan surat-surat kepada petugas, petugas pun meraihnya lalu berjalan kebagian depan mobil dan mencocokkan nomor yang ada diplat mobil dengan nomor yang tertera di STNK, sekitar 10 detik petugas memeriksa dengan seksama ia pun kembali kesebelah pengendara.
“Bapak ikut saya ke Polda!” perintah petugas.
“Memangnya saya salah apa? Kok harus ke Polda?” tanya pengendara mobil dengan raut wajah yang terheran-heran sekaligus bingung.
“Nanti saya jelaskan dikantor” jawab petugas singkat.
“Hey, bapak belum jawab pertanyaan saya! Memangnya ada apa? kenapa saya harus ke Polda?” dengan nada suara sedikit meninggi seakan-akan ia protes dengan permintaan petugas polantas tersebut.

***

Interogasi
INTEROGASI HARI PERTAMA
Diruang kerja petugas kepolisian tampak pria yang diduga ada sangkut-pautnya dengan kecelakaan tabrak lari yang menjadi korbannya adalah Aris, duduk dikursi yang berhadapan langsung dengan meja kerja petugas dari Satuan Reserse Kriminal, suasana ruangan ini cukup hiruk-pikuk karena banyak petugas kepolisian lain dan warga sipil yang lalu lalang, terlihat ada seorang petugas yang menggiring warga sipil untuk duduk disalah satu meja lain untuk dimintai keterangan dan ada juga petugas yang menggiring tersangka dengan kedua tangan diborgol untuk keluar ruangan.
“Nama anda?” tanya petugas reserse kriminal kepada pria yang baru saja digiring ke Polda Metro Jaya.
“Alex” jawab pria itu singkat.
Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan oleh petugas, sejauh ini pertanyaan yangditanyakan kepada Alex adalah pertanyaan seputar identitas, seperti nama, alamat tempat tanggal lahir dan lain-lainnya. Setiap Alex menjawab pertanyaan petugas, petugas pun langsung mengetik keyboard komputer yang berada persis diatas meja, semua ini dilakukan petugas semata-mata hanya untuk mendata identitas Alex sebagai saksi dari terkaitnya kejadian tabrak lari. Tampak petugas itu terus memberikan pertanyaan, semua materi pertanyaan pun dijawab Alex dengan detil. Alibi yang Alex berikan cukup jelas kepada petugas, dengan kecepatan jari-jemari petugas ia pun mengetik semua cerita yang keluar dari mulut Alex dengan seksama.

Pada awalnya Alex banyak memberikan penjelasan kepada petugas, waktu demi waktu pun dilalui, tampak kondisi Alex mulai letih, seakan brondong pertanyaan dari petugas membuatnya lemah tak berdaya. Raut wajah yang gugup dan gelisah terpancarkan dari wajahnya, petugas seakan tak kenal lelah mencari bukti dari kesaksian Alex, entah kenapa semakin banyak pertanyaan yang ia terima semakin banyak juga kalimat-kalimat kurang logis yang keluar dari mulut Alex. Setelah sekian lama petugas menginterogasi lalu petugas itu keluar dari ruangan dan melaporkan alibi Alex kepada Pak Herman Kepala Penyidik Kriminal.
“Komandan, saksi banyak berkelit tentang alibinya dan banyak jawaban yang berubah-ubah. Apa mau dilanjutkan?” laporan petugas kepada Pak Herman.
“Beri kesempatan kepada saksi untuk rehat sejenak, tapi jangan beri kesempatan kepadanya untuk pulang, cukup jaga dan layani keinginannya. Sementara saya akan menelepon Elmo” ucap Komandan Herman. W kepada bawahannya.
“Siap komandan” jawab petugas dengan badan tegap dan nada tegas.

Keesokan harinya, dimana pagi ini Polda Metro Jaya tampak sangat sibuk menangani kasus-kasus kriminal, Alex pun sempat menginap semalam di Polda Metro Jaya. Terlihat Alex sedang memandangi kesetiap sisi ruangan dan memperhatikan petugas-petugas lain yang sedang sibuk bekerja, tiba-tiba terdengar dering ponsel dari dalam saku celananya.
“Halo!” ucap Alex kepada seseorang yang menelepon ponselnya.
“Abang baik-baik saja, tapi sedang ada maslah nih!” jawab Alex.
“Abang tersangkut masalah tabrak lari, sekarang sedang di Polda Metro Jaya” penjelasan Alex kepada si penelepon.
“Sudah dulu yaa, nanti kita sambung lagi!” tegas Alex kepada penelepon. Tak lama Alex selesai bicara dengan penelpon lalu ia memasukkan kembali ponsel kedalam saku celananya, petugas yang menangani Alex pun masuk kedalam ruangan dan menghampiri Alex.

Pagi ini Elmo pun datang ke Polda, raungan suara knalpot motor dengan sedikit menggema itu melaju dengan pasti melintas dilingkungan Polda Metro Jaya, mengarahkan kemudi motor untuk menuju lahan parkir yang telah disediakan khusus tamu Polda. Whheerr... pedal gas ia tarik untuk mematikan mesin dan mencabut kunci motor, lalu helm pun ia tanggalkan dan disangkutkan diatas tangkai spion, beranjak dari sepeda motor ia berjalan kearah pintu gedung Polda Metro Jaya. Elmo pun menuju ruang interogasi karena ia telah dapat kabar dari Pak Herman kalau pria yang Elmo tabrak disaat ia tergesa-gesa ingin kerumah sakit untuk menjenguk Aris telah dipindahkan. Sesampainya didepan ruangan interogasi,Elmo bertemu dengan Pak Herman sedang memantau Alex dan petugas yang berada didalam ruangan, didalam ruangan itu petugas terus mengkonfrontir kesaksian Alex.
“Bagaimana Pak, apa ia sudah mengakui perbuatannya?” tanya Elmo kepada Pak Herman.
“Belum, ia banyak berkelit dan pertanyaannya sangat membingungkan” jawab Pak Herman.
“Kalau begitu saya ingin melihat mobilnya, parkir dimana pak?” tanya Elmo.
“Parkir ditempat kendaraan tamu, dekat dimana kamu biasa parkir motor. Memangnya ada apa kamu mau melihat mobilnya?” tanya Pak Herman.
“Mau cek saja!” jawab Elmo singkat.

Elmo yang berdiri dekat dengan jendela ruang interogasi pun memalingkan pandangannya dari pantauannya terhadap Alex, lalu ia pun berjalan sedikit tergesa kearah pintu keluar untuk mencari mobil Alex, melihat Elmo yang begitu antusias Pak Herman ikut berjalan agak cepat untuk menyusul Elmo. Setelah ia keluar dari gedung dan berjalan kearah parkir mobil, Elmo pun tak langsung menemukan mobil yang ia cari, tak henti-hentinya ia menoleh kekiri dan kekanan untuk mencari mobil yang tidak sengaja ia tabrak pada saat itu, akhirnya Pak Herman mengangkat tangan kanannya dan menunjuk kearah mobil yang berwarna hijau tua untuk memberi tahu Elmo.
“Itu dia mobilnya!” ujar Pak Herman.
Lalu Elmo bergegas lari kearah mobil yang berjarak kurang lebih 6 meter dari tempat Elmo berdiri, ketika mobil itu sudah persis dihadapannya ia pun langsung memeriksa kondisi mobil dari tiap sudut, dari belakang, depan dan samping mobil. Setelah sekian lama sekitar 7 menit melihat semua sisi mobil, dibagian bumper depan dari sisi sebelah kiri tampak bekas goresan noda cat. Goresan kecil itu seakan terlihat jelas berwarna kuning, padahal cat mobil ini berwarna hijau tua.

Elmo penasaran dengan noda cat yang berada di bumper ia pun sedikit menurunkan badannya untuk jongkok agar dapat memandang lebih dekat lagi, lalu ia mengeluarkan plastik bening kecil dan satu buah pisau lipat dari tas kecilnya.
“Sedang apa kamu?” tanya Pak Herman penasaran.
“Saya mau ambil sampel bekas cat yang menempel di bumper” dengan raut muka serius dan pandangan tidak pernah lepas dari cat yang menempel itu. Pak Herman ikut jongkok mengikuti posisi Elmo dan penasaran atas apa yang sedang Elmo kerjakan.Elmo pun mengikis cat warna kuning tersebut dengan penadah klip plastik bening dibawahnya, klip plastik adalah plastik yang biasa digunakan sebagai pembungkus obat, karena plastik ini dapat menutup dengan rapat untuk melindungi obat agar tidak terpapar atau terkontaminasi oleh udara. Lalurontokan cat yang dikikis itu pun mulai terkumpul didalam klip plastik bening dan hampir semua cat warna kuning berhasil ia kumpulkan. Lalu ia menutup rapat plastik bening tersebut dan segera berdiri dari jongkoknya dan berkata.
“Pak, titip untuk petugas Puslabfor agar diidentifikasi kandungan kimia dalam cat ini!” pinta Elmo kepada Pak Herman sambil menyodorkan kantung klip plastik kecil itu. Pak Herman hanya terdiam dan meraih sampel yang diberikan Elmo kepadanya, lalu Elmo berjalan dan meninggalkan Pak Herman begitu saja.
“Hey Elmo, mau kemana?” teriak Pak Herman bertanya kepada Elmo dari kejauhan.
“Mau pulang...!” jawab Elmo singkat sambil berjalan lurus kearah motornya yang sedang berada ditempat parkir khusus motor.
“Bagaimana dengan Astrid, sudah ada kabarnya?” tanya Pak Herman lagi kepada Elmo.
“Belum, mungkin ia sudah punya kekasih lain” jawab Elmo ketus, karena ia berusaha untuk melupakan semua tentang Astrid.

Pak Herman menggelengkan kepala, bertanda ikut prihatin dengan perasaan yang melanda Elmo saat ini. Tanpa disadari Elmo, sebenarnya Pak Herman cukup memperhatikan tingkah laku Elmo belakangan iniyang berubah drastis. Pak Herman sering melihat Elmo murung, dingin dan jarang bersenda gurau seperti biasanya. Gelak tawa dan senyuman lebar tidak pernah hadir dalam wajah Elmo, seakan Elmo menutup rapih rasa sakit hatinya atas cintanya yang hilang bak ditelan bumi.

Sebelum Elmo menyalakan mesin motornya yang masih terparkir, sempat terpikir oleh nya untuk mengabari Astrid kalau Aris sedang tertimpa musibah kecelakaan. Setelah beberapa detik ia memandangi ponselnya yang ia genggam dengan tangan kiri, lalu ponsel itu ia masukan kembali kedalam saku celananya, ia sengaja mengurungkan niat untuk menghubungi Astrid. Whheerr...whheerrr... suara knalpot motor yang bertenaga 600cc itu menggema, helm yang tergantung ditangkai spion ia kenakan dikepalanya. Memang motor ini lebih berat dari motor pada umumnya, jadi perlu tenaga lebih untuk mengeluarkan motor tersebut. Apa lagi motor itu terapit oleh kedua motor disebelahnya jadi ia sangat berhati-hati untuk mundur, akhirnya motornya pun berhasil keluar dari tempat parkir dan melesat kearah gerbang pintu keluar Polda Metro Jaya.

INTEROGASI HARI KEDUA
Diruang interogasi ini merupakan hari pertama Elmo dan Pak Herman menginterogasi langsung Alex yang diduga ada kaitannya dengan kecelakaan tabrak lari, ukuran ruangan ini persegi sekitar lima kali lima meterdisetiap sisinya. Tampak satu buah meja persegi panjang dan tiga buah kursi, terdiri dari dua buah kursi disebelah selatan dan satu buah kursi disebelah utara. Persis diatas meja terdapat lampu gantung yang tak begitu jauh keatas dari jarak antara kepala masing-masing orang yang sedang duduk, walaupun hanya disinari satu buah bohlam yang tergantung tetapi ruangan ini cukup terang karenamemiliki jendela yang berada persis disamping pintu ruangan ini. Disebelah utara seseorang duduk dengan tangan diborgol yaitu Alex, dan disebelah selatan terdapat Pak Herman dan Elmo yang seakan siap untuk menginterogasi Alex.
“Apa benar anda menabrak anak laki-laki yang sedang mengendarai sepeda di area taman bermain perumahan?” tanya Elmo kepada Alex.
“Tidak, saya tidak pernah menabrak siapa pun!” jawab Alex.
“Yang ada, justru anda yang menabrak mobil saya!” ujar Alex kembaliketus dan penuh dendam.
“Saya kan sudah minta maaf, dan sudah bertanggung jawab dengan mobil anda!” jawab Elmo yang mengakui kesalahannya dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
“Kembali ke pokok permasalahan, di bumper depan sebelah kiri ada bekas cat berwarna kuning, bisa kamu jelaskan cat apa yang menempel disana?” tanya Elmo kembali kepada Alex.
“Cat warna kuning? Dimana?” tanya Alex dengan raut wajah penasaran.
Bumper depan disebelah kiri!” ujar Pak Herman menegaskan. Alex pun sempat berpikir beberapa detik.
“Ahh, mungkin sewaktu parkir saya menyerempet pagar atau tembok rumah. Kebetulan pagar dan tembok rumah saya berwarna kuning!” jawab Alex dengan santai.
Pertanyaan demi pertanyaan pun dilalui oleh Alex, waktu terus berlalu seakan Elmo dan Pak Herman belum juga menemukan titik pencerahan dari tiap alibi yang diutarakan Alex. Banyak kalimat penegasan yang keluar dari mulut Alex, yang menyatakan bahwa ia tidak ada sangkut paut dengan kecelakaan tabrak lari yang menimpa Aris.

Sampai suatu ketika semua penghuni ruang interogasi yaitu Elmo, Pak Herman dan Alex mulai jenuh dan letih. Elmo pun hendak berdiri dari tempat duduknya untuk melonggarkan otot-otot yang kaku karena telah duduk beberapa jam dikursi ruang interogasi. Baru hendak berdiri, tak sengaja lengan kirinya menyenggol sebuah pulpen yang terletak diatas meja persegi panjang tersebut, lalu terjatuh lah pulpen kebawah kolong meja. Elmo tidak segera mengambil pulpen yang terjatuh itu melainkan ia malah tetap berusaha berdiri dan mengangkat kedua tangannya untuk merenggangkan otot tangan dan badannya. Setelah perenggangannya itu ia rasa cukup untuk melemaskan otot-ototnya yang terasa kaku, lalu ia pun menuju kolong meja untuk mengambil pulpen yang baru saja terjatuh.

Sedikit meraba-raba dan menundukan kepalanya kebawah meja ternyata pulpen pun tidak ditemukan, ia menolehkan pandangannya kesetiap sisi untuk terus mencari, lalu pandangannya tertuju ke arah sepatu Alex, mungkin pulpen itu ada disekitar alas kakinya. Setelah mempertegas pandanganya kearah sepatu Alex, sontak Elmo terkejut melihat sepatu yang Alex kenakan, bahkan saking terkejutnya kepala Elmo sempat terbentur dengan permukaan bagian bawah meja, mungkin sepatu itu mirip dengan sepatu yang sempat ia cari disalah satu departement store belakangan ini.
“Aduuhh” rintihan Elmo spontan, karena kepalanya terbentur.
“Elmo sedang apa kamu?” tanya Pak Herman penasaran melihat Elmo mencari pulpen yang tak kunjung ia temui. Akhirnya pulpen tersebut ia temukan, jauh-jauh mencari pulpen dikolong meja ternyata pulpen itu berada dekat persis diantara kedua sepatunya sendiri.
“Nah ini dia!” ujar Elmo yang telah menemukan pulpennya.Ia pun berdiri dan merasakan lega karena setelah beberapa detik menunduk dibawah kolong meja membuat cukup letih, sekilas Elmo memandangi wajah Alex dan berkata kepada Pak Herman.
“Pak saya ada urusan lain, apa besok bisa kita lanjutkan lagi?” pinta Elmo kepada Pak Herman.
“Oke, kalau begitu kita lanjutkan besok!” jawab Pak Herman sepakat, sekaligus menginstruksikan kepada Elmo dan Alex bahwa sesi interogasi hari ini cukup sekian dan akan dilanjutkan esok hari. Pak Herman pun merapihkan tumpukan beberapa berkas-berkas yang berada dimeja untuk ia bawa kembali keruang kerjanya.

Pak Herman yang sedang termenung diruang kerjanya, tiba-tiba memalingkan pandangannya kearah TV, tampak tayangan acara kali ini memberitakan tentang kasus-kasus tewasnya warga sipil dan salah seorang diplomat yang tak kunjung tuntas. Dalam pemberitaan ditelevisi itu sangat menyudutkan instansi kepolisian seakan tidak becus menyelesaikan kasus-kasus tersebut yang sempat menggegerkan seantero Jakarta.Desakan media itu terasa sangat tajam sehingga membuat hati Pak Herman sangat miris, seolah isi pemberitaan terlalu berlebihan dan dapat menyudutkan citra kepolisian, lalu Pak Herman pun mengalihkan rasa keprihatinannya dan kembali serius bekerja.

INTEROGASI HARI KETIGA
Pagi ini dimana dimulainya aktifitas kerja di gedung Polda Metro Jaya, tampak kesibukan para petugas kepolisian dengan tanggung jawabnya masing-masing ditiap kesatuan.Meja kerja petugas pun tak pernah sepi dari berkas-berkas pengaduan masyarakat, sangat jelas kesungguhan aparat menegak hukum ini dalam melayani seluruh pengaduan masyarakat.Diruangan kerja Pak Herman terlihat sosok pria paruh baya itu sedang sibuk membaca BAP (Berita Acara Perkara) dan berkas-berkas lainnya dari berbagai macam kasus-kasus dan identitas-identitas tersangka yang terjadi belakangan ini. Meja Pak Herman dipenuhi lembaran kertas bergambar sketsa wajah dari beberapa orang yang diduga terkait dalam kasus yang diselidikinya, sungguh rumit tugas Pak Herman dalam memecahkan rangkaian puzzle yang menjadi teka-teki bagi Kepala Penyidik Polda Metro Jaya. Bukti-bukti yang telah ditemukan seakan masih terhalang tembok kebuntuan dan masih menjadi tanda tanya besar dalam benak Pak Herman. Kreeekk... suara pintu terbuka sesosok pria membawa tas kecil yang talinya melintang dari pundak kirinya, berusaha memasuki ruangan dan duduk persis didepan meja Pak Herman.
“Bagaimana?” tanya Pak Herman kepada Elmo.
“Hampir selesai, tapi ada beberapa yang yang masih janggal dan masih ada beberapa bukti yang belum lengkap” jawab Elmo pesimis.
Raut wajah Pak Herman berubah, kedua alis mata dan keningnya mengkerut seakan heran atas kasus yang sulit dipecahkan ini. Padahal semua kasus yang ditangani Pak Herman selama ini selalu membuahkan hasil, bahkan mereka berdua terkadang berlomba-lomba untuk lebih dahulu mengungkap kasus kriminalitas yang terjadi selama ini. Bukan berarti Pak Herman dan tim nya tidak sanggup lalu mengandalkan Elmo, tapi karena Elmo memiliki IQ diatas rata-ratadibanding dengan pria dewasa pada umumnya, sehingga terkadang Elmo diperbantukan oleh Pak Herman khususnya pada kasus-kasus yang cukup besar. Lalu mereka pun beranjak dari tempat duduk, masing-masing membawa berkas-berkas yang berada ditangan kiri mereka dan berjalan kearah pintu ruangan untuk menuju ruang interogasi. Elmo membuka pintu ruangan dengan tangan kanannya dan mempersilahkan Pak Herman untuk berjalan lebih dahulu, Pak Herman keluar dari pintu lalu disusul oleh Elmo dan ia tak lupa untuk menutup pintu ruang kerja Pak Herman.

Sampai didepan ruang interogasi Pak Herman memerintahkan bawahannya yang sedang berjaga didepan pintu ruang interogasi, untuk menghadirkan Alex keruang interogasi.
“Hadirkan tersangka keruangan sekarang!” perintah Pak Herman kepada petugas penjaga.
“Siap komandan” jawab tegas petugas penjaga.
Pak Herman memasuki ruang interogasi, meletakkan tumpukan kertas yang ia bawa diatas meja lalu duduk. Begitu juga dengan Elmo, tetapi ia tidak langsung duduk disebelah Pak Herman, ia malah berjalan mondar-mandir seakan ada sesuatu yang ia pikirkan, entah kenapa Elmo merasa gugup dan tidak tenang ketika ia akan bertemu dengan Alex. Gerakan berjalan mondar-mandir seperti orang linglung terus ia lakukan, sampai-sampai Pak Herman ikut memperhatikan perilakunya.
“Sedang apa kamu?” tanya Pak Herman heran dan bingung melihat gerak-gerik Elmo.
“Ahh...tidak-tidak, saya hanya masih kurang yakin dengan kasus ini” jawab Elmo spontan. Ia pun langsung duduk disebelah Pak Herman, Pak Herman terus memandangi Elmo yang terlihat aneh. Tookk...tookk... suara ketukan pintu dari luar ruangan, lalu pintu pun terbuka.
“Masuk!” perintah Pak Herman kepada seseorang yang telah mengetuk pintu, ternyata petugas yang diperintahkan Pak Herman telah kembali.
“Yang bersangkutan telah hadir komandan” ujar petugas.
“Suruh masuk!” perintah Pak Herman.
“Siap komandan” jawab petugas.
Tersangka pun memasuki ruangan dengan kedua pergelangan tangan diborgol kedepan dan dituntun petugas untuk memasuki ruangan. Tampak Alex berjalan perlahan dengan pandangan mata yang tajam dan sinis melihat Pak Herman dan Elmo, seakan ia bosan melihat mereka yang sibuk menginterogasi dirinya dan tak kunjung dibebaskan, padahal selama ini semua pertanyaan telah ia jawab dengan lugas.
“Apa lagiii...?” tanya Alex sambil berjalan kearah kursi kosong yang berada didepan meja Pak Herman dan Elmo.
“Bukannya saya sudah menjawab semua pertanyaan yang kalian berikan, apa lagi yang kurang? Sampai sekarang masih ditahan, diborgol pula!” komentar Alex yang merasa kesal dengan kondisinya yang dialami sekarang. Lalu tersangka pun duduk dikursi yang telah disediakan. Huuuhh... bersama dengan hela nafas tanda keluhannya memuncak, ia pun mendaratkan bokongnya diatas kursi.

Pak Herman mengeluarkan semacam tape recorder untuk merekam kesaksian dari Alex, karena Alex banyak memberikan kesaksian yang berubah-ubah, alat perekam itu Pak Herman taruh disebelah kiri dari meja.
“Sekarang sudah ada alat perekam, saya harap anda berkata jujur atas kesaksian semua ini!” ujar Pak Herman kepada Alex.
“Saat ini anda sudah tidak bisa berkelit lagi, karena saya sudah mengantungi bukti-bukti dan fakta-fakta yang telah anda perbuat!” ujar Pak Herman dengan bijak.
“Bukti apa?” tanya Alex penasaran.
“Kau tau cat kuning yang menempel di bumper dengan sebelah kiri yang sempat kita bahas kemarin?” raut wajah Alex pun bertambah penasaran mendengar penjelasan Pak Herman.
“Itu ada cat yang sama persis dengan cat warna sepeda korban tabrak lari dua hari yang lalu, dan sudah diuji oleh Puslabfor!” ujar Pak Herman dengan tegas.
“Saya kan sudah bilang, kalau cat kuning itu bisa saja pernah menyerempet pagar atau tembok rumah saya, atau benda lainnya mungkin. Kenapa cat kuning itu selalu disangkut pautkan dengan kejadian korban tabrak lari?” jawab Alex santai sekaligus menegaskan kembali kepada Paj Herman.
“Alasan pertama yang menguatkan bukti ini adalah, adanya unsur Glitter (kerlap-kerlip) didalam kandungan cat ini, tidak sembarang benda yang dicat menggunakan unsur Glitter, apa lagi tembok dan pagar rumah, itu yang pertama. Yang kedua setelah diuji lab ternyata kandungan kimia dari cat ini 99% sama persis dengan cat sepeda korban yang kau tabrak!” jelas Pak Herman kepada Alex.
“Apa kau mau berdalih lagi, dari bukti-bukti yang akurat ini?” tanya Pak Herman menantang Alex, Alex pun tunduk dan terdiam.
“Ayo jawab, jangan diam saja!” bentak Elmo kepada Alex.
“Oke-oke saya mengakui, saya lah yang menabrak anak laki-laki itu!” jawab Alex dengan nada sedikit berat untuk mengakui.
“Dikarenakan saya terburu-buru dan saya kira hanya sekedar menyerempet, toh anak kecil itu terjatuh kererumputan dipinggir jalan!” jawab Alex dengan nada enteng.

“Apa katamu? Nyawa seseorang kamu anggap sepele!” mendengar alasan Alex Elmo pun naik pitam, tangan kirinya menggenggam kencang kerah baju Alex dan tangan kanannya mengepal keras disertai lilitan urat-urat yang timbul dari dari balik kulit tangannya, serasa ingin mendaratkan satu pukulan kewajah Alex yang menganggap sepele dan merasa tidak bersalah atas tindakan yang telah ia lakukan.
Melihat kejadian ini sontak Pak Herman pun melerai dan mencoba meredamkan emosi Elmo, lalu tangan Pak Herman ikut melepaskan genggaman Elmo yang terus menarik kerah baju Alex dengan sekuat tenaga.
“Sudah-sudah!” kalimat bijak yang keluar dari mulut Pak Herman untuk meredamkan tensi Elmo. Setelah suasana kembali kondusif lalu Elmo kembali duduk dikursinya, Pak Herman pun mengabil alih pertanyaan.
“Sekarang, coba kamu lepaskan kedua sepatumu!” perintah Pak Herman kepada Alex.
“Untuk apa?” tanya Alex penasaran.
“Sudah jangan banyak bicara!” saut Elmo kepada Alex.
Perlahan Alex pun menundukkan kepalanya kebawah meja untuk membuka tali sepatu, satu persatu tali sepatu kiri dan kanannya telah ia tanggalkan, tampak Alex sedikit mengalami kesulitan untuk mengeluarkan kakinya dari sepatu yang menutupi sampai keatas mata kakinya. Apalagi kedua tangannya terikat oleh sepasang lingkaran besi yang melingkar dipergelangannya, walaupun borgol mengikat kedua tangannya pada akhirnya Alex dapat melepaskan kedua sepatu tersebut, sekarang Alex hanya beralaskan kaus kaki yang berwarna abu-abu tua.

“Letakkan sepatumu diatas meja!” perintah Pak Herman. Alex pun meraih kedua sepatu itu, lalu diangkat dan ia letakkan persis diatas meja persis dihadapannya. Tampak Elmo sedang sibuk mencari sesuatu dari dalam tas kecilnya, ternyata ia mencari sebuah semir sepatu cair yang biasa digunakan untuk sepatu berbahan kulit, entah apa yang akan ia lakukan dengan semir cair berwarna hitam itu?
Diatas meja persegi panjang yang terdapat sepasang sepatu Alex, Elmo pun mengambil salah satu sepatu Alex bagian sebelah kiri, tangan kanannya menggenggam semir cair dan tangan kirinya memegang sepatu Alex, terlihat Elmo serius menyemir sepatu Alex. Entah kenapa semir cair itu tidak membasahi bagian atas sepatu layaknya seseorang menyemir sepatu kulit, akan tetapi ia malah membasahi bagian bawah dari sepatu Alex yaitu bagian tapak yang memiliki uliran. Dengan teliti ia mengolesi semua permukaan tapak bagian bawah yang dipenuhi uliran tersebut, seakan Pak Herman dan Alex terhipnotis dengan semua tindakan yang sedang dilakukan Elmo, mereka tak sedikit pun melepaskan pandangan dari aktifitas yang sedang Elmo kerjakan.

Setelah ia rasa cukup semua permukaan terolesi dengan semir itu, lalu Elmo pun menempelkan permukaan tersebut ke atas meja, sepatu itu ia tekan-tekan dengan sekuat tenaga, lalu ia angkat dan terbentuk lah cetakan uliran dari permukaan tapak sepatu. Karena menggunakan semir cair dan dicetak diatas meja yang berwarna cream cerah, menjadikan cetakan tersebut tampak sangat jelas dan detil, dan Elmo pun sibuk mengobrak-abrik tumpukkan kertas yang ia bawa. Satu persatu kertas ia pilah dari tumpukkan yang paling atas hingga bagian tengah tumpukkan, akhirnya ia menemukan selembar plastik transparan seukuran A4, plastik hasil cetakan itu ia tarik dan ia taruh disamping cetakan tapak sepatu tersebut.
“Apakah ada perbedaan dari hasil cetakan ini?” tanya Elmo kepada Alex dengan nada menantang atas kesamaan cetakan dari plastik dengan cetakan yang ada dimeja.
“Kau tau, dimana saya mendapatkan hasil cetakan ini sebelumnya?” tanya Elmo lagi. Alex pun terdiam seribu bahasa sekaligus bingung dengan pertanyaan Elmo.
“Dirumah salah satu eksekutif muda yang bernama Jefri, yang tewas mengenaskan didalam Jaquzzi!” jawab Elmo dengan lantang.
“Buk...buk..bukan saya yang membunuhnya” ujar Alex dengan terbata-bata.
“Alaaaaahhh...kau mau berkelit lagi?” tanya Elmo menantang. Alex kembali terdiam dan menundukkan kepalanya dengan kedua tangan terborgol yang ditaruh diatas meja.
“Lalu siapa pembunuhnya?” bentak Elmo.
“Listrik...? aliran listrik tidak dapat membunuh seseorang dengan sengaja!” jawab Elmo. Mendengarkan kata “Listrik” Alex pun terkejut dengan mata terbelalak dan mengangkat kepala menengadah menatap wajah Elmo, bertubi-tubi pertanyaan dan pernyataan yang dilontarkan Elmo, interogasi kali ini Elmo menjadi lebih dominan dibanding Pak Herman, seakan emosinya belum reda karena kesal terhadap kejadian yan menimpa Aris disebabkan oleh Alex.
“Kalau bukan kau yang mengendurkan penutup lampu dalam Jaquzzi niscaya Jefri tidak akan tersengat aliran listrik!” ujar Elmo kepada Alex.
“Heeyyy...jangan sembarangan menuduh kau!” teriak Alex spontan disertai berdiri dari tempat duduknya sambil menunjuk dengan tangan kanan serta tangan kirinya ikut terangkat karena masih terikat oleh borgol.
“Pak Herman bisa minta barang buktinya?” pinta Elmo dengan sopan kepada Pak Herman.
Lalu Pak Herman memanggil petugas yang sedang berjaga dibalik pintu ruang interogasi.
“Petugas!” panggil Pak Herman kepada petugas.
“Siap komandan” dengan sigap petugas itu membuka pintu dan masuk lalu menjawab panggilan dari Pak Herman.
“Tolong bawakan semua barang bukti!” perintah Pak Herman.
“Laksanakan komandan” jawab petugas penjaga, lalu petugas pun segera keluar untuk mengambil barang bukti ditempat penyimpanan.

Sewaktu menunggu petugas mengambil barang bukti, Pak Herman membuka sebuah kardus air mineral yang berada persis disebelah kiri kursinya, tiga buah botol air mineral Pak Herman keluarkan dari dalam kardus. Terlihat Pak Herman hendak menyuguhkan air mineral tersebut kepada Elmo dan Alex, lalu satu persatu ia bagikan kepada Elmo, Alex dan satu lagi ia letakkan persis didepan mejanya dimana ia duduk. Alex dengan kedua tangan diborgol seakan dengan cepat meraih botol yang berada dihadapannya, dengan sigap Alex pun membuka segel botol tersebut dan Gleekk..gleekk..gleekk seakan kerongkongannya kering bagai tanah dipadang gurun yang sudah lama tersiram hujan, Alex terasa sangat haus dan hanya menyisahkan seperempat air dari botol tersebut.

Tak lama petugas pun datang dan memasuki ruangan dengan membawa semua barang bukti yang terbungkus dalam tas besar, petugas pun menaruh tas besar itu keatas meja, Elmo berdiri dan meminta bantuan kepada petugas.
“Pak tolong bantu saya untuk mengeluarkan semua barang bukti ini!” pinta Elmo kepada petugas. Petugas pun menyetujui permintaan Elmo dan langsung mengeluarkan satu persatu barang-barang tersebut, terlihat semua barang bukti tertutup rapih dengan plastik klip transparan. Gelas, baut, pulpen, puntung rokok, bungkus obat-obatan dan masih banyak lagi yang lainnya. Setelah barang bukti dikeluarkan Elmo yang dibantu petugas, petugas pun menaruh tas yang sudah kosong itu kebawah meja dan ia pun keluar dari ruangan, tampak Elmo sedang disibukkan mencari baut yang terbungkus plastik klip, dan akhirnya menenmukan. Ia pun memulai interogasi kembali kepada Alex.
“Di TKP tim forensik menemukan adanya baut yang dibuka dengan paksa, disini terlihat goresan-goresan dipinggir baut dan proses membuka baut pun tidak dengan benda yang layak seperti obeng, melainkan dengan benda yang pipih dan tajam. Indikas disini, kau menggunakan pisau sebagai pemutar baut dari tempat penutup lampu Jaquzzi” ujar Elmo.
“Padahal jika kau membukanya dengan alat semestinya yaitu obeng, tidak akan mencurigakan. Tapi sayang, sebagai orang asing kau tidak mengetahui letak obeng dari rumah orang lain, walaupun kau cukup lihai menggunakan sarung tangan untuk menghindari sidik jari yang tertinggal, tetapi kau tidak meletakkan kembali pisau dapur kedalam raknya semula” penjelasan Elmo kepada Alex.
“Ada yang ingin kau sangkal?” tanya Elmo menantang.

Alex tertunduk lemas dan tak mampu berkata apa-apa, ruangan ini terasa cukup hening, Alex pun tidak mengeluarkan sepatah kata untuk berdalih seperti biasanya. Elmo terlihat sibuk menyusun barang bukti yang tertumpuk untuk dipisahkan secara rapih, Pak Herman mencatat disalah satu lembar kesaksian atas sangkut pautnya barang bukti yang ditemukan dengan kronologis yang diceritakan Elmo, lembar kesaksian ini akan menjadi bahan penting untuk dijadikan laporan persidangan nanti.
Setelah keheningan itu berakhir, Elmo kembali menginterogasi Alex.
“Selain itu, kau ingat dimana engkau membali sepatu ini?” tanya Elmo kepada Alex, sambil menunjuk sepatu yang berada diatas meja.
“Kau membelinya disalah satu toko di Mall Jakarta, sepatu impor ini hanya ada dua buah di Indonesia, yang satunya masih belum terjual dan masih berada di toko Mountaineer, dan yang satunya lagi berada diruang interogasi ini” ujar Elmo.
“Tapi saya heran, kenapa transaksi ini tidak atas namamu sendiri ya?” tanya Elmo dengan nada meledek.
“Melainkan atas nama seorang wanita yang bernama Cathrin, ada hubungan apa antara kau dengan Cathrin?” tanya Elmo sambil menatap sinis melihat wajah Alex. Alex kembali terdiam seribu bahasa mendengar penjelasan dan fakta-fakta yang keluar dari mulut Elmo.

“Transaksi ini dilakukan dengan menggunakan kartu kredit, pihak kepolisian langsung mengkonfirmasi dengan pihak bank yang bersangkutan untuk mencari kebenaran” ujar Pak Herman kepada Alex.
Lalu Pak Herman meraih selembar kertas yang berada didepannya, diatas tumpukkan kertas Pak Herman mengangkat dan memperlihatkan kepada Alex.
“Dan ini buktinya, Billing Statement dari pemakaian kartu kredit korban yang bernama Cathrin” komentar Pak Herman. Tampak ada beberapa tulisan dilembar Billing Statement yang tersusun kebawah dibagian kolom pertama, dan disalah satu tulisan tersebut terdapattulisan “Mountaineer” dan ada nilai dari transaksi yang dilakukan.
“Dan beberapa hari yang lalu Cathrin tewas dengan kondisi sangat tragis, ia tewas karena seluruh tubuhnya hangus terbakar oleh api. Bahkan tidak hanya jasad korban tapi seluruh rumahnya ludes dilalap api. Apa kau mengetahuinya?” Tanya Pak Herman kepada Alex.
“Jawab dong, jangan diam saja. Jangan-jangan kau sendiri yang melakukannya?” tuduh Elmo kepada Alex yang kembali menunduk dan terdiam.
“Kenapa harus kau ledakkan, sampai seisi rumah hangus semua?” tanya Elmo dengan nada memelas.

“Di TKP tim forensik menemukan tombol kompor gas dalam keadaan terbuka, saya yakin tidak mengeluarkan api melainkan hanya mengeluarkan gas, perlahan gas itu memenuhi seisi ruangan” ujar Elmo.
“Kejanggalan lain disebelah kompor ada bungkus korek api kayu yang diatasnya persis ditaruh sebatang rokok dengan kondisi sedang menyala, indikasi ini terlihat seolah-olah kau merancang bom waktu yang siap meledak kapan pun. Dengan pemicu korek api kayu dan sebatang rokok yang sedang menyala” penjelasan Elmo terhadap kronologis yang dilakukan oleh Alex.
“Kau tau setelah ledakan itu terjadi?” tanya Elmo kepada Alex, mendengar pertanyaan Elmo Alex pun menengadahkan wajahnya dan melihat dan menatap wajah Elmo perlahan.
“Plafon yang terbuat dari gypsum yang berada persis di atas kompor, terjatuh dan menimpa sebatang rokok serta bungkus korek api tersebut. Beruntung rokok dan bungkus korek api itu tertutup sekaligus melindungi dari lahapan api yang berada disekitarnya, karena gypsum tidak mudah terbakar oleh api. Ini lah yang menjadikan dugaan kuat kami bahwa terdapat unsur kesengajaan dalam kejadian ini!” penjelasan yang cukup panjang dari Elmo untuk mengungkap kasus tewanya Cathrin yang selama ini ia selidiki.
“Sudahlah akui saja kalau ini perbuatanmu, jangan berkelit lagi karena alibi ini sangat kuat mengarah kepada mu!” ujar Elmo kepada tersangka, dengan nada sedikit meremehkan Alex karena semua kronologis dapat diketahui oleh Elmo, dan selain itu ia pun mulai merasa letih karena interogasi hari ini banyak menyita tenaganya untuk meladeni Alex yang tidak mengakui kasus pembunuhan ini.

“Oke, saya akui ini memang perbuatan saya!” sontak Elmo dan Pak Herman terkejut mendengar pengakuan dari mulut Alex.
“Cathrin itu adalah kekasih saya, tidak ada sedikit pun niatan untuk membunuhnya, saya hanya ingin memberinya pelajaran untuk membakar sebagian rumahnya, tetapi Cathrin kebetulan pulang lebih cepat dari kantornya, dan sore itu ia sudah sampai rumah dan bertepatan dengan rencana yang telah saya lakukan, tanpa sengaja ia pun ikut terpanggang oleh api dirumahnya” jelas Alex.
“Dan eksekutif muda yang kalian ceritakan itu bernama Jefri sekaligus selingkuhan Cathrin. Saya memang berniat memusnahkannya dari muka bumi ini, karena ia telah merenggut kekasih saya yang sangat saya cintai. Saya juga sengaja ingin membuatnya tewas tersengat listrik dalam Jaquzzi, dan saya pun telah mengintai untuk membaca situasi dan rutinitasnya” pengakuan panjang Alex kepada Elmo dan Pak Herman, seakan ia sadar akan kesalahan yang telah ia perbuat.
“Memang naas cerita hidup ini, disaat saya telah bertaubat dan berusaha mencintai wanita. Akhirnya Cathrin lah yang menjadi sandaran hati saya, angan-angan ini seakan telah terancang jelas untuk menempuh jenjang pernikahan dan membina suatu keluarga kecil nanti, yang hidup rukun, tentram dan damai dengan cukup satu orang anak!” ujar Alex sambil menengadah keatas dan memandangi langit-langit ruangan, seakan ia berkhayal tentang masa depannya.
“Ternyata kekasih itu pun pindah kelain hati, itulah yang membuat saya terbakar api  kemarahan dan menghanguskan harapan-harapan saya!”

“Apa...bertaubat dan berusaha mencintai wanita?” sela Elmo dengan nada tinggi dan penasaran.
“Memangnya, selama ini kau belum pernah mencintai wanita? Atau sebelumnya kau tidak pernah mencintai wanita? Atau kau selama ini menjalani hubungan sejenis?” tanya Elmo yang semakin penasaran, dengan mata terbelalak karena heran terhadap salah satu kalimat yang keluar dari mulut Alex. Lalu Alex pun kembali terdiam dan tertunduk, tampak jelas air mata itu menggenang diatas kelopak matanya.
”Jangan-jangan kau pernah ketempat ini?” tanya Elmo kembali kepada Alex, dengan mengeluarkan sebungkus korek api yang sempat terpanggang dibagian tepi, dari saku bajunya kehadapan Alex.
“Darimana kau dapatkan bungkus korek ini?” tanya Alex kepada Elmo.
“Dari rumah Cathrin, rumah yang kau ledakkan beberapa hari yang lalu!” jawab Elmo santai. Alex pun meneteskan air mata, rasa penyesalan pun tak kuasa ia bendung, kesedihannya seraya datang tiba-tiba, dan nafasnya terisak-isak karena menangis.

“Tolong lanjutkan!” perintah Pak Herman kepada Elmo.
“Begini Pak Herman, tenyata Alex ini mengetahui atau pernah berkunjung kesalah satu klab malam seperti yang berada dalam bungkus korek api ini!” jawabElmo.
“Maaf sebelumnya Pak Herman, puntung rokok dan bungkus korek api yang ditemukan dirumah Cathrin, saya simpan tanpa sepengetahuan Pak Herman. Karena saya penasaran untuk mencari klab malam yang bernama Heaven, seperti tulisan yang berada dibungkus korek api tersebut. Setelah saya mencari klab malam itu ternyata ditemukan didaerah Jakarta Pusat, yaitu klab malam khusus pria penyuka sesama jenis!”ujarElmo.
“Melihat bukti sekaligus indikasi-indikasi yang mencurigakan, seperti ditemukannya bungkus korek api dengan logo serta tulisan salah satu klab malamdirumah Cathrin.Member card dari klab malam yang sama berada didalam dompet Kuntoro,dan status diplomat masih bujangan walau sudah paruh baya” jelas Elmo.
“Jadi kuat dugaanselain menjadi rekan kerja dikantor, antara Alex dan Kuntoromereka pun menjalin hubungan khusus. Bukannya begitu Alex?”tanya Elmodengan tegas kepada Alex yang tertunduk dan menangis.
“Diaammm...kauu!” bentak Alex kepada Elmo, karena ia merasa disudutkan oleh bukti-bukti yang disampaikan Elmo.

“Hubungan mereka sangat dekat hingga Alex menjadi asisten atau bawahan yang sangat dipercayai oleh seorang bos, dengan kata lain menjadi tangan kanan langsung dari Kuntoro!” jelas Elmo.
“Hampir semua urusan bisnis dan schedule ditangani oleh Alex, sampai-sampai penyakit bawaan seorang bosnya pun ia mengetahuinya, karena ia sering mengingatkan Kuntoro untuk tidak lupa meminum obat rutinnya” ujar Elmo.
“Dan pada kesempatannya, Alex pun mengelabui Kuntoro dengan cara menukar salah satu tablet obat yang biasa ia sediakan untuk bosnya, ada tiga butir obat yang harus Kuntoro konsumsi tiap harinya, dan salah satunya ia tukar dengan obat viagra. Coba Pak Herman bayangkan, seseorang yang mengidap penyakit jantung menenggak obat kuat khusus pria. Karena obat kuat itu akan memacu jantung lebih cepat dan meningkatkan adrenalin siapapun yang mengkonsumsinya” jelas Elmo terhadap kronologis yang sebenarnya

***
Siapakah Alex Sebenarnya?
“Hentikan...hentikaann...!” teriak Alex dengan kondisi sedang menangis deras.
“Apa kau menyangkal lagi?” bentak Elmo yang sudah memuncak amarahnya. Ruangan pun kembali hening dan hanya terdengar suara tangis Alex tersedu-sedu.
“Ada yang ingin kau sampaikan?” tanya Pak Herman kepada Alex. Tangisan itu seakan sulit dihentikan, isak tangis dan air mata yang bercucuran ini seakan tidak akan mampu membayar semua penyesalan Alex, dan tiba-tiba Alex mengangkat untuk mencoba mengatakan sesuatu.
“Memang saya yang melakukan itu semua!” ujar Alex sambil mengatur nafas untuk membuka suara.
“Saya pun yang membunuh diplomat itu, karena saya tidak tahan atas bujuk rayunya yang membawa saya jauh kelembah kesesatan. Saya pikir jalan satu-satunya untuk terlepas dari Kuntoro dan dunianya, adalah dengan cara melenyapkan dari muka bumi ini. Setelah Kuntoro itu lenyap dari muka bumi saya pun merasa lega dan berusaha mengubur dalam-dalam masa lalu itu” curahan hati Alex kepada Elmo dan Pak Herman.
“Eh, ternyata terungkap juga” semakin histeris lah tangisan Alex dan sempat memukul-mukul meja dua kali dengan kedua tangan terborgol.

Tiba-tiba Alex berdiri menunjuk wajah Elmo dan tangisan pun terhenti seketika.
“Kenapa kau mengungkit masa lalu saya?” tanya Alex dengan nada keras kepada Elmo, Elmo pun menjawab.
“Toh ini kan kejadian sebenarnya, kalau tidak saya ceritakan kronologisya, pasti kau tidak akan mengakui” Jawab Elmo tegas.
Suasana pun semakin memanas, emosi Alex tidak terbendung lagi ia pun menghampiri Elmo untuk melakukan tindakan fisik, berbagai macam kalimat amarah pun keluar dari mulut Alex, karena Alex kesal atas masa lalunya yang kembali diungkap. Elmo pun memasang badan untuk siap mempertahankan diri dan kedua tangannya siap mengepal untuk menangkis dari pukulan Alex, suasana semakin gaduh Alex mencoba beberapakali melayangkan kedua tangannya yang terborgol untuk mendaratkan pukulan kewajah Elmo. Meja dan kursi pun bergeser karena dorongan badan dari Elmo dan Alex, tapi sayang tak satu pun pukulan yang berhasil menyentuh wajah Elmo, karena Elmo menangkis semua pukulan Alex dengan sigap.

“Heeyy..heeyy berhenti!” terikan Pak Herman untuk melerai Alex dan Elmo, Pak Herman dengan sekuat tenaga pun bersusah payah melerai, tapi tak kuasa untuk memisahkan mereka.
“Petugas...petugas...!”teriak Pak Herman untuk meminta bantuan kepada petugas yang berada diluar ruangan. Lalu kedua petugas yang menggunakan seragam kepolisian pun memasuki ruangan dan memisahkan Alex dan Elmo.

Akhirnya jibaku Alex pun dapat dikendalikan oleh petugas, genggaman petugas memegang erat kedua lengan disisi kanan dan kiri Alex dan tak memberi kesempatan kepada Alex untuk meronta-ronta bak orang yang sedang kesurupan.
“Bawa ia ke sel!” perintah Pak Herman kepada kedua petugasnya.
“Ayoo..Ayooo cepat!” perintah petugas yang menggenggam lengan kiri dan kanan Alex sambil menarik Alex dengan kuat kearah pintu untuk keluar dari ruangan. Namun pandangan Alex pun tak pernah lepas memmandangi terus wajah Elmo, sepintas berjalannya Alex yang dituntun oleh petugas memberi senyuman sinis kepada Elmo, entah ada maksud apa Alex yang baru saja menangis dan banyak menderaikan air mata malah melemparkan senyuman kecil kepada Elmo.

Setelah keluar dari ruangan interogasi, Alex yang melangkah terseret-seret karena dituntun dengan sekuat tenaga oleh petugas untuk digelandang kedalam sel, tiba-tiba Alex meminta petugas untuk izin ke toilet.
“Sebentar saya mau ke toilet dulu!” pinta Alex kepada kedua petugas, petugas pun memberhentikan langkahnya dan berkata.
“Jangan lama-lama!” perintah petugas kepada Alex, dengan setengah hati petugas mengizinkan Alex ke toilet, dengan hanya beralaskankaus kaki saja Alex pun memasuki ruangan toilet. Tak lama, dari kejauhan Elmo dan Pak Herman datang dan akan melintasi kedua petugas, tampak Pak herman dan Elmo sedang berbincangkan sesuatu sambil berjalan dan akhirnya mereka berpapasan dengan kedua petugas. Pak Herman pun menegur mereka yang berdiri dimuka pintu toilet sedang menunggu Alex.
“Lho, tersangkanya mana?” tanya Pak Herman kepada kedua petugas.
“Sedang di toilet komandan!” sontak kedua petugas menjawab kompak dengan sikap sempurna.
“Ooo...” jawab Pak Herman, lalu Pak Herman dan Elmo kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang kerja Pak Herman.

Seketika Alex yang berada didalam toilet dengan posisi menghadap wastafel mendengar suara Pak Herman yang bertanya kepada kedua petugas tersebut, ia pun langsung keluar dari toilet dan melihat kedua petugas sedang lengah dan salah satunya membelakangi pintu toilet. Alex memandangi sepucuk senjata yang berada dipinggang petugas, dengan cepat ia pun mencuri dan mengambil alih pistol milik petugas. Petugas yang merasa senjatanya direnggut paksa pun terkejut.
“Heeyy..heyy...!” teriak kedua petugas sambil mengejar Alex. Ia pun berlari semakin kencang untuk mengejar Elmo dan tiba-tiba.
“Jangan bergerak!” perintah Alex dengan posisi menodongkan senjata ke leher sebelah kanan Elmo, dan tangan kirinya menggenggam kencang dibagian belakang leher Elmo. Spontan semua orang terkejut, petugas, karyawan dan staf sedang melintas dan melihat kejadian itu pun langsung mencari tempat aman, staf dan petugas wanita sontak berteriak histeris.

Baru kali ini terjadi drama penyanderaan di Polda Metro Jaya, sungguh tindakan yang sulit diduga. Satuan pengamanan pun sibuk bernegosiasi dengan Alex agar melepaskan Elmo dari todongan senjata, Pak Herman terkejut sekaligus bingung bukan kepalang, kalau saja korban sandera itu bukan Elmo Pak Herman pun tak segan-segan mengambil langkah untuk bertindak cepat. Tetapi Elmo sosok pemuda yang sudah dianggap layaknya anak kandung oleh Pak Herman, hal ini menjadikan dilema tersendiri baginya untuk bertindak gegabah.
Elmo pun digiring keluar gedung, perlahan demi perlahan Alex dan Elmo melangkah mundur, hiruk-pikuk teriakan petugas kepolisian untuk bernegosiasi tak kalah kencangnya dengan teriakan Alex yang memerintahkan petugas untuk mundur agar tidak mendekatinya.
“Jika ingin dia selamat, mundur semua...!” teriak Alex kepada petugas kepolisian yang diantaranya termasuk Pak Herman yang terus menjaga jarak agar tidak jauh dari Elmo.
Sesampainya ditanah lapang, yang biasa digunakan para petugas untuk apel pagi, langkah Alex pun terhenti. Petugas kepolisan pun mengerubungi dihadapan Alex yang berjarak kurang lebih enam meter, sempat beberapa kali Pak Herman menginstruksikan pasukannya agar tetap tenang dan memberi jarak serta keleluasaan kepada Alex.
“Alex..Alex...tenang, ok..ok.. Tolong lepaskan Elmo ia tidak bersalah!” permohonan Pak Herman kepada Alex.
Tampak tubuh Elmo bercucuran keringat karena gugupsekaligus tegang atas penyanderaanyang dialaminya, dan takut jika terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan. Karena Elmo menyadari bahwa Alex adalah sosok pembunuh berdarah dingin dan tampak sedikit terguncang jiwanya setelah terungkapnya kasus-kasus yang telah ia perbuat.
“Kata siapa ia tidak bersalah, dialah yang telah merangkai karangan cerita tentang masa lalu ku!” jawab Alex dengan nada berteriak penuh emosi.
“Susah payah saya mengubur masa lalu itu, kenapa harus kau timbulkan kembali?” teriak Alex kepada Elmo, Elmo pun hanya bisa terdiam dengan posisi pasrah karena lehernya yang digenggam sangat erat dan ditodongkan senjata.
“Oke..oke..kau mau apa? Asalkan kau melepaskan Elmo” pinta Pak Herman kembali kepada Alex.

Seketika iring-iringan tiga unit truk besar dari pasukan khusus kepolisian pun datang memasuki gerbang Polda Metro Jaya, mobil dengan ukuran ban cukup besar itu memberhentikan rotasi rodanya persis ditanah lapang dekat kerumuan massa. Puluhan langkahsepatu bot PDL (Pakaian Dinas Lapangan)terdengar kompak bergerak cepat loncat dari badan truk untuk membuat suatu formasi, beberapa kompi sengaja dikerahkan untuk melindungi Polda Metro Jaya. Tampak jelas pasukan khusus itu menggunakan pakaian dan atribut lengkap, seperti senjata laras panjang otomatis, helm berwarna hitam, rompi anti peluru, masker wajah, kacamata besar (Goggle) dan body protector lainnya. Pasukan ini biasa disebut Detasemen Khusus 88 Anti Teror yang selalu siap menjaga sekaligus melindungi bangsa ini dari teror apapun.
Pasukan itu seolah sudah siap dengan posisi masing-masing, bidikan tiap senjata otomatis telah fokus kesatu titik yaitu kening Alex, hanya menunggu instruksi Pak Herman lah pasukan siap mendaratkan timah panas ke kening sang target.
“Tahan...!” perintah Pak Herman sambil mengangkat tangan kirinya.
Melihat sekian kompi pasukan yang baru saja datang, Alex pun panik. Langkahnya bergeser sedikit kebelakang, genggamannya semakin erat mencengkram leher Elmo dan pandangannya terus menoleh kekanan dan kekiri untuk memantau tiap pergerakan yang terjadi disekelilingnya. Pak Herman sibuk bernegosiasi dengan Alex, berbagai macam cara telah ia lakukan dan bahkan tidak sedikit anggota kepolisian lain yang membantu Pak Herman, tiba-tiba.
“Bang Alex...!” terdengar suara teriakan wanita memanggil namanya. Alex pun semakin panik dan bingung mendengar suara yang menurutnya sudah tidak asing lagi, kedua bola matanya semakin mencari asal suara yang berada dikerumunan tersebut.

Tiba-tiba dari balik kerumunan keluar sesosok wanita muda yang menggunakan pakaian kemeja putih, rok abu-abu tua dan menenteng tas dipundak kirinya. Perlahan wanita muda itu maju selangkah demi selangkah sampai tiba persis dibelakang sebelah kiri dimana Pak Herman berdiri mengawasi Alex dan Elmo.
“Bang Alex, tolong lepaskan Elmo!” ujar wanita muda. Pak Herman pun terpana melihat wanita tersebut, yang datang tiba-tiba dari balik kerumunan.
“Kenapa kau datang kesini?” tanya Alex dengan nada membentak.
“Sewaktu Astrid menelepon abang untuk menanyakan kabar abang, ternyata abang memberitahukan kalau sedang berada di Polda dan sedang tersangkut masalah. Astrid khawatir dan ke esokannya langsung terbang ke Jakarta, sebelum berangkat Astrid berkali-kali menghubungi abang tapi ponsel abang tidak pernah aktif kembali. Astrid juga tidak ingat nomor telepon rumah abang, karena nomornya ada di ponsel Astrid yang hilang diperjalanan, yang Astrid ingat hanya nomor ponsel abang. Dan Astrid belum sempat memberi kabar kepada siapa pun yang berada di Jakarta, karena semua nomor ponsel hilang beserta ponselnya!”penjelasan panjang Astrid kepada Alex, kakak kandungnya.

“Tolong lepaskan Elmo, bang!” pinta Astrid memelas kepada Alex, sambil mengeluarkan air mata.
“Kamu kenal dengannya? Jangan-jangan kamu sekongkol dengan mereka? Aku tidak akan melepaskannya, karena ia telah membangkitkan masa kelamku yang sudah susah payah aku kubur dalam-dalam!” teriak Alex kepada Astrid dan kerumunan disekelilingya.
“Jangan bang, Elmo adalah kekasihku, aku tau benar tentang Elmo ia tidak akan melakukan hal sejauh itu, karena Elmo orang baik-baik. Ia adalah orang kedua yang aku cintai didunia ini, setelah bang Alex kakak kandungku sendiri! Abang ingat delapan belas tahun lalu disaat usiaku sembilan tahun, sewaktu mendiang ayah sakit keras, ayah memberikan pesan agar kita selalu hidup rukun dan saling menjaga?”pernyataan sekaligus permohonan Astrid yang sangat dalam kepada Alex, air mata Astrid puntak henti-henti membasahi kedua pipinya.
“Tolong jangan kau sebut lagi nama itu! ayahmu hanya berpesan agar aku menjagamu saja, sampai ia ingin mati pun tidak pernah memberikan rasa kasih sayangnya kepadaku. Aku memang anak angkat yang ia pungut dijalanan, dan kenapa ia selalu membedakan rasa kasih sayangnya, tau begitu lebih baik aku kembali kejalanan saja. Terutama disaat terlahir bayi perempuan yang akan menjadi adikku itu, disaat kau lahir lah awal dari kehancuran hidupku, seakan aku anak yang paling buruk didunia ini, kalimat dan tindakan kasar seolah menjadi santapanku setiap hari dari tindakan amarah ayahmu” keluh Alex kepada Astrid.
“Tidak bang, sebenarnya ayah juga menyayangimu, seperti ia menyayangiku!” jelas Astrid.

***

Berakhirnya Sebuah Cerita
“Tidak...tidak saya tidak akan mengampuni kesalahannya, biarkan ia membayar semua ini!” teriak Alex histeris dan Doorrr dengan gelap mata Alex menarik pelatuk pistol yang ia genggam kearah leher Elmo, akhirnya Elmo pun terlepas dari genggaman Alex. Dan Dooorrr..doorrr..doorrr desingan peluru menghujani tubuh Alex, dari arah pasukan khusus yang telah siap siaga sedari tadi, puluhan peluru menembus kulit Alex, tubuh Elmo yang tertembak dibagian leher pun tumbang ketanah, disusul dengan tubuh Alex yang berlumuran darah.

“Eellmmooooo.....!!” teriak Astrid menggema dan bergegas menghampiri tubuh Elmo terkapar diatas tanah.
Pandangan Elmo pun mulai kabur, seakan kematian telah siap menjemputnya, seketika Elmo teringat kenangan-kenangan manis yang sulit ia lupakan. Seperti senda gurau dengan Astrid, canda tawa dengan Aris dan Bibi, dan keakraban bak seorang anak dengan ayahnya yaitu Pak Herman. Perlahan bayangan-bayangan itu sirna bagai pasir yang tertiup angin kencang.
Astrid pun langsung merangkul tubuh Elmo dan mengangkat wajahnya untuk memastikan Elmotetap bernafas, kedua mata Elmo tertutup dan lehernya mengeluarkan darah segar. Cucuran darah tak henti-hentinya mengalir, isak tangis Astrid sangat deras dan terus memeluk wajah dan badan Elmo.
“Elmo, bangun Elmo, banguuunnn...!” teriak Astrid dengan deraian air mata.
Suasana mengharukan seraya menyelimuti kerumunan yang menyaksikan Astrid dan Elmo, beberapa petugas dengan sigap mendekati Alex dan Elmo. Pak Herman pun tak henti-henti memberikan komando, agar tim medis segera mengevakuasi kedua korban.
“Sudah-sudah biar tim medis yang mengurusnya!” ujar Pak Herman untuk menenangkan Astrid, agar ia tidak terlalu hanyut dalam kesedihan. Pak Herman pun merangkul pundak Astriduntuk bediri agar tidak menghalangi tindakan dari tim medis, ia sadar tubuh Astrid tidak berdaya dan lemas setelah melihat apa yang dialami Elmo, ia pun merasakan perasaan yang menimpa Astrid.

Lalu Elmo pun dievakuasi oleh tim medis dengan menggunakan tandu untuk dibawa kerumah sakit menggunakan ambulan. Astrid pun mengejar tandu yang berada tidak jauh dari tandu Elmo, ia mendekati dan merangkul erat kantung mayat diatas tandu tersebut. Seakan sudah lama ia tidak memeluk kakak kandungnya itu, dan sekarang untuk terakhir kalinya ia memeluk Alex, tapi dalam kantung mayat yang berwana kuning.
“Abang...abang....” tangis Astrid sambil memeluk jasad Alex.
Suasana hiruk pikuk terjadi di Polda Metro Jaya, suara sirene kedua ambulan serasa membuat bising telinga. Kedua mobil ambulan pun berjalan cepat keluar dari gerbang Polda, tubuh Astrid lemas karena baru saja menyaksikan kejadian sangat tragis yang menimpa kedua sosok manusia yang sangat ia cintai. Bersama dengan tangis yang tersedu-sedu ia pun dirangkul oleh Pak Herman untuk berjalan, serasa tubuhnya sudah tak berdaya untuk menegakkan kedua kaki apa lagi berjalan.

Keesokan harinya. Tuutt...tuutt...tuutt terdengar suara mesin monitor pendeteksi jantung, sampai sejauh ini monitor itu menunjukkan kondisi yang dialami pasien berdetak normal, botol infus pun terus meneteskan cairan. Tampak sosok pria yang terbaring kaku belum sadarkan diri dari mimpi panjangnya, balutan perban yang dilapisi kapas tebal melilit kuat dileher Elmo. Sampai saat ini ia masih tertidur lelap seorang diri dalam ruangan, tak ada satu orang pun yang menemani Elmo. Suatu ketika pintu ruangan dimana Elmo dirawat terbuka perlahan Kreeekk bunyi pintu bergeser.

Kedua mata Elmo perlahan terbuka, tampak sesosok tubuh pria menggunakan pakaian jubah putih seakan menghampirinya. Hanya bagian wajahnya saja yang sulit terlihat sehingga sulit dikenali oleh Elmo, dengan kondisi setengah sadar dan kedua matanya belum sepenuhnya terbuka sosok itu semakin mendekat. Sambil melihat sosok pria misterius itu Elmo pun mulai mempasrahkan diri, karena dugaannya sosok tersebut adalah malaikat yang siap menjemput ajalnya, lalu pria itu berdiri disebelah ranjang dimana Elmo masih terbaring lemas. Tiba-tiba dari balik pintu muncul beberapa orang yang ikut masuk kedalam ruangan, diantaranya pria paruh baya, dua wanita dan satu anak kecil. Elmo pun terkejut melihat begitu ramai orang yang datang memasuki ruangan ini, sontak kedua matanya berusaha fokus dari pandangannya yang kabur, punggung dan leher sengaja ia tegakkan untuk melihat satu persatu pengunjung tersebut.

Ternyata rombongan yang mengikuti pria berjubah putih itu adalah Pak Herman, Astrid, Bibi dan Aris, semua terlihat dengan mimik tersenyum memandangi Elmo karena melihat kondisinya telah siuman. Ia pun senang menyambut kedatangan mereka, paras sumringah terpancar jelas dari wajahnya. Sosok pria berjubah putih itu adalah seorang dokter yang sibuk memeriksa botol infus dan masih berdiri disamping ranjang Elmo.
“Beruntung pasien ini, karena hanya tertembak dibagian lapisan kulit leher. Mungkin karena keterbatasn gerak dari pelaku yang menembak dengan kedua tangan terborgol, menjadikan peluru tidak terarah pas dibagian tenggorokan pasien” penjelasan dokter kepada Pak Herman. Pak Herman pun menganggukan kepala karena merasa lega terhadap kejadian yang dialami Elmo tidak separah yang dibayangkan.
“Syukurlah, hanya bagian kulit saja!” ujar Astrid dengan senang kepada Elmo, dan tak henti-hentinya memandangi wajah Elmo.
Astrid bersama Bibi dan Aris berdiri disisi kanan Elmo sedangkan Pak Herman berdiri disebelah kiri bersama dengan dokter yang telah selesai memeriksa botol infus.
“Kalau begitu saya tinggal dulu Pak Herman, ada pasien lain yang harus saya periksa!” ujar dokter kepada Pak Herman untuk pamit keluar dari ruangan.

“Emangnya kak Elmo sakit apa Bi?” tanya polos Aris.
“Mas Elmo kecelakaan sewaktu bertugas, jadi dirawat dirumah sakit!” jawab Bibi untuk memberi penjelasan kepada Aris yang belum mengerti benar kejadian sebenarnya.
“Makanya kalau naik motor hati-hati, jangan ngebut-ngebut!” nasihat Aris kepada Elmo. Sontak semua tertawa karena mendengar kalimat yang keluar dari mulut bocah lugu yang menasehati Elmo. Tawa Elmo pun pecah mendengar komentar Aris, tiba-tiba Elmo mengeluh kesakitan dan meraba lehernya yang terbalut perban dengan tangan kanannya.
“Aadduuhh...aadduuhh...sssttt!” semua terkejut, suasana gelak tawa berubah menjadi tercengang karena mendengar rintihan Elmo.
“Kenapa Elmo?” tanya Astrid yang sangat prihatin dan spontan ia langsung memegang leher Elmo yang terbalut perban karena prihatin akan lukanya yang belum sembuh benar.
Tanpa sadar telapak tangan Astrid menindih punggung tangan Elmo, berapa detik mereka saling berpandangan satu sama lain. Dalam benak Elmo sempat terbesit seakan ia sedang menikmatipemandangan terindah yaitu paras wanita anggun sekaligus tercantik didunia yang sangat peduli dengannya, begitu pula dengan Astridmemandangi satu-satunya sosok pria yang sangat ia cintai dengan penuh kharismatik, sabar dan penyayang.
“Ciiee..ciieee...” ledekanAris kepada Elmo dan Astrid.
Sontak Astrid tersadar dan lekas menarik tangan kanannya agar terlepas dari tangan Elmo karena malu terlihat oleh Pak Herman, Bibi apalagi dengan Aris. Tetapi Elmo lebih dahulu merubah posisi tangannya dan malah meraih dengan cepat dan menggenggam erat tangan Astrid, melihat tangannya digenggam erat oleh Elmo, Astrid pun tak kuasa menolak dan mengurungkan niatnya untuk menghindari tangan Elmo. Dan Elmo berkata.

“Jangan pergi lagi ya!” pinta Elmo kepada Astrid. Seakan pinta itu memiliki makna yang sangat luas, mungkin karena Elmo memiliki kesan tersendiri terhadap kepergian Astrid keluar kota tanpa memberikan kabar sedikit pun, bak hilang ditelan bumi. Suasana pun berubah menjadi romantis antara mereka berdua, beberapa saat mereka pun tak sadar kalau ruangan ini tidak hanya mereka berdua, tiba-tiba keluar celetukkan dari mulut Pak Herman.

“Ya sudah, kalau begitu kapan kita aka melangsungkan?” tanya Pak Herman dengan nada meledek Elmo.Dengan seketika suasana ruangan pun kembali berubah menjadi gelak tawa, tampak wajah Astrid berubah tersipu malu atas komentar Pak Herman.

“Hahaha...Pak Herman bisa aja!” ujar Elmo.
Sungguh benar-benar suasana yang sulit dilupakan, semua kebahagian, gelak tawa, senda gurau dan keharmonisan seakan menjadi satu, layaknya keluarga kecil yang hidup harmonis dan bahagia.

***



Mohammad Daniel, S.Ikom
2009-2014
Depok
@moh_daniel9